Oleh Dr. Deni Lubis, Dosen Ilmu Ekonomi Syariah IPB

Food waste saat ini menjadi permasalahan global, seluruh negara saat ini sedang berusaha untuk mencegah dan memperbaikinya karena food waste memiliki dampak buruk terhadap lingkungan, ekonomi, social, dan ketahanan pangan suatu negara.Seiring dengan bertambahnya penduduk dunia, permintaan barang dan jasa terus meningkat, terutama permintaan makanan dan minuman, sementara sumber daya semakin berkurang, seperti ketersediaan lahan, air bersih, dan lainnya. Menurut data Time World Population Review penduduk dunia pada tahun 2023 diperkirakan sekitar 8 milyar, sementara menurut World Bank penduduk miskin dunia diperkirakan sepuluh persen atau hampir 800 juta dari total populasi dunia. Disisi lain, menurut Food and Agriculture Organization of United Nation (FAO) ada sekitar sepertiga makanan terbuang percuma di seluruh dunia. Jika makanan yang dibuang tersebut dialokasikan untuk konsumsi sepuluh persen orang miskin di dunia, maka tidak ditemukan orang yang kelaparan di dunia ini. Hal ini menunjukan adanya ketimpangan konsumsi masyarakat dunia. Kelompok orang kaya, kelebihan makanan dan membuang-buang makanannya, sementara di sisi lain, ada kelompok miskin yang kelaparan, kekurangan makanan, serta membutuhkan makanan, tetapi mereka tidak mendapatkan makanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhannya.

Indonesia menjadi salah satu negara muslim dengan tingkat food waste tertinggi di dunia. Seiring dengan meningkatkan pendapat penduduk Indonesia dan perkembangan teknologi, maka pembelian makanan dan minuman meningkat yang berakibat pada meningkatnya sampah makanan, disisi lain masih banyak penduduk Indonesia yang kekurangan makanan. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) angka stunting Indonesia pada tahun 2022 masih cukup tinggi yaitu 21,6 persen, hal ini menunjukan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang kekurangan makanan yang bergizi. Perilaku food waste bertentangan dengan ajaran Islam dan pelakunya disebutkan sebagai saudara setan. Islam yang pertama kali mempromosikan zero food waste dan moderasi dalam semua aktivitas. Dengan tegas diperintahkan dalam al-Quran agar kita berbagi kepada kerabat, fakir miskin, dan musafir yang kesulitan dengan membagi sebagian rezeki yang kita miliki untuk mengurangi food waste. Dengan membagi sebagian rezeki yang kita miliki maka alokasi konsumsi yang kita miliki akan berkurang dan dialihkan kepada mereka yang membutuhkannya. Dengan redistribusi pendapatan atau makanan maka akan meminimalisir perilaku food waste karena kelebihan harta dan makanan yang kita miliki disalurkan kepada mereka yang membutuhkannya.

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (harta) secara boros (tabzir). Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. (QS. Al-Isra (17): 26-27).

Ayat di atas memerintahkan kita untuk berbagi harta kepada kerabat, orang miskin dan ibnu sabil, serta larangan untuk tabzir. Walaupun keluarga jauh tetap memiliki hak mendapatkan bantuan, kebajikan dan silaturahim. Begitu pula kepada orang miskin walaupun bukan kerabat dan orang dalam perjalanan, baik dalam bentuk zakat maupun sedekah atau bantuan yang mereka butuhkan. Selanjutnya kata tabzir dalam ayat ini dipahami oleh ulama dalam arti pengeluaran yang bukan hak. Karena itu jika seseorang mengeluarkan hartanya untuk kebaikan walaupun banyak tidak dikatakan tabzir, demikian sebaliknya, walaupun harta yang sedikit yang dikeluarkan bukan pada tempatnya maka termasuk terhadap perilaku tabzir. Pelaku boros dikatakan teman setan atau sifatnya sifat setan merupakan peringatan keras kepada para pemboros yang menjadi teman setan dan sifat ini akan membawa kepada kekufuran.

Makanan yang kita dapatkan merupakan nikmat yang Allah anugerahkan kepada kita, sementara disisi lain masih banyak orang miskin yang membutuhkan makanan tersebut. Alangkah berdosanya orang yang memboroskan dan menyia-nyiakan harta untuk hal yang tidak berguna sedangkan masih banyak orang yang membutuhkan. Oleh karena itu sharing economy merupakan salah satu cara agar harta tidak dibelanjakan dengan sia-sia. Rasulullah SAW dengan tegas melarang umat Islam untuk membuang-buang makanan dan minuman, bahkan beliau mengajarkan agar kita memakan makanan sampai tidak tersisa sedikitpun makanan di piring kita dan tidak ada yang terbuang. Hal ini dijelaskan dalam hadisnya, bahwa ketika kita makan hendaklah menghabiskan makanan dan tidak menyisakannya, karena keberkahan makanan ada pada butir nasi terakhir yang kita makan.

Dari Ibu Abbas: Rasulullah SAW bersabda: “Jika salah seorang kalian makan maka janganlah ia mengelap (membasuh) tangannya hingga ia menjilatinya”. (HR. Bukhari dan Muslim). Berkata Abu Az-zubair: “Saya mendengar dari Jabir ibn Abdullah, berkata; Aku mendengar itu dari Nabi. Dan Janganlah membasuh tangannya sampai dia menjilati jarinya atau dijilati dan jangan mengambil kertas (untuk membersihkannya) sebelum menjilati tangannya atau dijilatinya, sesungguhnya diakhir makanan itu ada keberkahan.” (HR. Ahmad).

Hadis di atas menegaskan bahwa zero waste harus menjadi gaya hidup seorang muslim dan Islam sudah mempopulerkannya jauh sebelum organisasi-organisasi di Eropa mendeklarasikan konsumsi dengan zero waste. Hal ini dapat dilihat dari ayat dan hadis Rasulullah yang melarang boros dan membuang-buang makanan. Dalam hadis lain yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda:

“Jika satu suap makanan diantara kamu sekalian jatuh, maka hendaklah ia membersihkan kotorannya dan (setelah itu) hendaklah memakannya dan tidak membiarkannya untuk syetan” Anas berkata: “Dan beliau memerintahkan kita untuk menghabiskan makanan dari piring”. Beliau juga bersabda, “Sesungguhnya kamu tidak mengetahui di makanan yang manakah adanya keberkahan”. HR, Muslim (2034).

Islam mengajarkan umatnya agar tidak membuang makanan dan memanfaatkan makanan dengan baik. Bahkan ketika makanan terjatuh dan dapat dibersihkan kotorannya, maka hendaknya kita memakan kembali makanan tersebut, bukan malah membuangnya, kecuali kalau kotorannya tidak dapat dibersihkan. Ini merupakan penghargaan Islam terhadap petani yang menanam bahan makanan dan tenaga kerja yang dikeluarkan untuk mendapatkan makanan tersebut. Kedua hadis di atas menunjukan bahwa Islam sudah memiliki konsep zero waste dalam konsumsi. Selain hadis di atas, Rasulullah juga menganjurkan agar makan secukupnya tidak berlebihan porsinya, karena porsi makan kebanyakan akan menyebabkan tidak habis dan akan terbuang sisa makanannya. Makanan porsi dua orang untuk dimakan bertiga dan makanan porsi tiga orang untuk dimakan oleh empat orang. Dengan demikian maka tidak akan ada sisa makanan, sehingga makanan tidak mubazir.

“Dari Abu Hurairah dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Makanan untuk dua orang cukup untuk dimakan tiga orang, dan makanan tiga orang cukup dimakan untuk empat orang.” (HR. Muslim). No. 3835

Salah satu penyebab banyaknya makanan yang terbuang dikarenakan porsi makanan yang diambil terlalu banyak dan menghidangkan makanan terlalu banyak, semakin banyak makanan dihidangkan, sementara jumlah orangnya sedikit, maka semakin banyak peluang makanan itu akan terbuang. Bijak dalam menyajikan makanan dan mengambil porsi makanan akan mengurangi pemborosan. Berbagai merupakan salah satu cara untuk mengurangi pengeluaran untuk konsumsi, dengan berbagi maka porsi belanja dan makanan kita akan lebih sedikit dan dapat meminimalisir kemungkinan terbuang. Selain itu perilaku food waste bisa dicegah dengan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) atau mengurangi limbah makanan dengan tidak mengambil porsi yang berlebihan dan berusaha untuk menghabiskannya, menyimpan dan memakan kembali makanan yang tidak habis, dan opsi terakhir jika masih ada sisa makanan yang tidak layak, maka bisa didaur ulang untuk pakan ternak atau kompos.

sumber: https://www.republika.id/posts/42492/zero-food-waste-dalam-islam

Related Posts