OLEH Putri Auriel ChaniagoPutri Audriel ChaniagoNavila Amira Dewi (Mahasiswa Departemen  Manajemen FEM IPB University)                                                                                                                            Satia Ussyakira (Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat FEMA IPB University)        Farida Ratna Dewi (Dosen Departemen Manajemen FEM IPB University)

Maraknya wisatawan Nusantara yang umumnya menggunakan moda transportasi darat di Indonesia membuat jumlah penumpang kereta api di Indonesia cenderung meningkat tiap tahunnya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2022 terjadi peningkatan jumlah penumpang kereta api sebesar 75,77 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Menjawab peluang ini PT KAI berinovasi dengan mengeluarkan moda transportasi baru. Belakangan ini sedang hangat moda transportasi baru besutan PT Kereta Api Indonesia (Persero), yakni panoramic train. Kereta Panoramic atau Panoramic Train dikelola oleh KAI Wisata. PT Kereta Api Pariwisata atau KAI Wisata adalah anak perusahaan dari PT Kereta Api Indonesia (Persero) bersama dengan PT Kereta Commuter Indonesia, PT Railink, PT Reska Multi Usaha, PT Kereta Api Properti Management, dan PT Kereta Api Logistik. Kereta ini memberikan sensasi baru dalam menikmati pemandangan sepanjang perjalanan. Kereta yang digadang-gadang menjadi kereta panoramic pertama di Indonesia dan Asia Tenggara ini tercipta dari modifikasi kereta eksekutif, produk sejenis dari operator kereta Glacier Express di Swiss.

Beragam fasilitas mewah dan kenyamanan yang ditawarkan, menyebabkan harga tiket panoramic train ini melejit naik. Panoramic train menawarkan harga tiket mulai dari Rp450.000-Rp1.125.000 yang dapat dipesan melalui KAI Access (Kompas, 2022). Akan tetapi, terdapat beberapa masyarakat yang berkomentar bahwa tarif panoramic train terlalu mahal (Instagram, 2022). Bahkan banyak orang menganggap kereta ini hanya dapat dirasakan oleh kalangan berpunya. Fenomena ini memperdalam batas stratifikasi sosial yang telah ada serta memperjelas dimensi ekonomi sebagai penentu dimensi stratifikasi yang lain. Max weber mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai pembagian pada kelompok sosial tertentu ke dalam hirarki strata berdasarkan dimensi kekuasaan, hak istimewa (privilege) dan prestise. Kekuasaan merupakan kesempatan pada setiap orang dalam melaksanakan keinginannya pada dimensi sosial, walaupun memperoleh benturan dan hambatan dari pelaku sosial lainnya. Privilege adalah sebuah kondisi sosial (kelebihan) yang melekat secara khusus pada individu tanpa dimiliki oleh orang lain. Prestise adalah kedudukan dan kehormatan yang melekat pada diri seseorang tanpa terdapat hubungan dengan kekuasaan atau material. Berdasarkan definisi tersebut maka setiap kelas pasti memiliki kekuasaan, prestise dan privilege di dalamnya. Artinya, beberapa orang akan dihormati dan lebih berpengaruh daripada yang lain. Namun, tidak ada satu kelompok memegang daya lebih dari kelompok lain (Ilmusiana, 2015).  

Pada hasil riset yang dilakukan pada September 2023 yang melibatkan 130 orang dapat diketahui bahwa karakteristik responden pengguna kereta api di Indonesia didominasi oleh orang yang berasal dari daerah Jawa Barat. Jenis kelamin responden didominasi oleh perempuan yakni 66% orang berada pada rentang usia yang mendominasi adalah 17-25 tahun. Karakteristik pekerjaan responden terbanyak adalah mahasiswa/pelajar kemudian diikuti oleh pegawai swasta/BUMN dengan pendapatan perbulan pada rentang Rp.3.000.000-Rp.5.000.000. Dinamika stratifikasi sosial melalui pendekatan teori Max Weber pada panoramic train sebagai moda transportasi baru dan berdasarkan perspektif masyarakat menunjukkan bahwa sebanyak 82% atau 53 dari 65 responden non-pengguna panoramic train tertarik untuk menggunakan panoramic train. Sedangkan pada responden pengguna panoramic train, 91% atau 59 dari 65 responden diantaranya tertarik untuk menggunakan kembali. Pada aspek stratifikasi sosial didapatkan bahwa dimensi stratifikasi sosial berdasarkan teori Max Weber yang dimiliki oleh seluruh responden, baik responden pengguna atau non-pengguna panoramic train didominasi pada dimensi kekuasaan. Hal ini dikarenakan responden memilih untuk menggunakan panoramic train karena ekonomi yang mereka miliki. Kemudian pengaruh stratifikasi sosial terhadap minat pada non-pengguna panoramic train berpengaruh signifikan oleh dimensi prestise dimana alasan seseorang tersebut menggunakan panoramic train, yaitu ingin dikenal oleh masyarakat, sedangkan pengaruh stratifikasi sosial terhadap minat pada pengguna panoramic train tidak berpengaruh signifikan oleh dimensi stratifikasi sosial.

Tim riset mendapatkan pengalaman yang menarik setelah mencoba moda transportasi baru panoramic train ini. Manfaat riset ini, bagi masyarakat dapat memberi informasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam meningkatkan perekonomian. Bagi perusahaan dapat menjadi bahan evaluasi dan saran dalam meningkatkan keberhasilan panoramic train sebagai moda transportasi baru. Bagi pemerintah, riset ini dapat menjadi bahan evaluasi dan saran untuk memenuhi kebutuhan transportasi yang nyaman dan lebih baik secara visual untuk masyarakat di Indonesia.

Related Posts