OLEH Widyastutik (Peneliti ITAPS dan Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB) Syarifah Amaliah (Peneliti ITAPS dan Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB)
Penerbitan bonds baik itu green bonds, social impact bonds, dan diaspora bonds semakin populer menjadi alternatif pembiayaan yang inovatif baik di negara maju maupun berkembang. Secara umum penerbitan instrumen bonds baik itu green bonds, social impact bonds, dan diaspora bonds dapat dilakukan oleh berbagai issuers mencakup pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga keuangan, korporasi, organisasi internasional hingga organisasi filantropi.
Beberapa negara dapat menjadi benchmark untuk implementasi social impact bonds (SIB) di sektor agribisnis. Beberapa negara di Kawasan Afrika, Amerika Latin, maupun Asia seperti Uganda, Zambia, Kamerun, Maroko, Peru, dan Kamboja mengimplementasikan pembiayaan melalui SIB. Berdasarkan benchmarking, targeting project yang diterapkan mempunyai cakupan sektor yang luas dengan kebutuhan nilai investasi yang bervariasi. Beberapa indikator yang umum yang dijadikan outcome keberhasilan proyek adalah peningkatan dayasaing dan produktivitas produk pertanian, pendapatan smallholders sebagai beneficiary, akses pasar dan optimalisasi rantai nilai, serta implementasi praktik pertanian keberlanjutan. Beberapa lesson learned keberhasilan social impact bonds mencakup urgensi peningkatan tata kelola proyek mencakup transparansi penggunaan dana investor; serta strategi mitigasi risiko atas investasi pada sektor pertanian dalam hal pengelolaan investasi maupun implementasi program.
Instrumen green bonds dapat berkontribusi untuk mengatasi financing gap dalam fase transisi Indonesia menuju ekonomi rendah karbon (low carbon economy). Beberapa sektor yang secara internasional diklasifikasikan sebagai proyek tematik hijau dalam taksonomi hijau mencakup: (1) energi terbarukan; (2) efisiensi energi; (3) pencegahan dan pengendalian pencemaran; (4) pengelolaan sumber daya alam hayati dan tata guna lahan yang berkelanjutan; (5) konservasi keanekaragaman hayati terestrial dan akuatik; (6) transportasi bersih; (7) pengelolaan air dan air limbah yang berkelanjutan; (8) adaptasi perubahan iklim; (9) ekonomi sirkular serta (10) bangunan hijau. Meskipun sektor pertanian berkelanjutan merupakan subset dalam taksonomi hijau, tetapi belum banyak implementasi green bonds yang diperuntukkan secara khusus untuk membiayai sektor pertanian dan secara khusus UMKM pertanian. Salah satu best practices sustainable debt market di Brazil telah menunjukkan kinerja pertumbuhan secara eksponensial dalam tujuh tahun terakhir. Instrumen green bonds mendominasi pasar menunjukkan meningkatnya peningkatan market demand untuk produk investasi yang berkelanjutan. Penerbitan green bonds dilakukan dengan mata uang lokal dan USD dengan ukuran issuance minimal USD 50 juta. Green Bonds di Brazil memiliki tenor rata-rata 5 hingga 10 tahun
Potensi penerbitan bonds dengan target pembeli diaspora disebabkan karena diaspora memiliki keinginan lebih untuk berkontribusi baik secara nasional maupun individu terhadap pembangunan negara maupun daerah asalnya. Selain itu, mayoritas diaspora juga memiliki pekerjaan dengan rata-rata pendapatan yang tinggi di negara tempat tinggalnya. Beberapa faktor keberhasilan green bonds dari benchmark India dan Israel mencakup: (i) Sistem hukum yang kuat dan transparan di dalam negeri; (ii) alokasi dana untuk proyek-proyek tertentu dan tagline yang menarik tentu akan membantu meningkatkan daya jual; (iii) kehadiran mitra distribusi seperti bank dan lembaga keuangan lain di negara tujuan akan memudahkan pemasaran bonds ke diaspora; (iv) penerbitan bonds dengan target diaspora memerlukan data yang andal dan terkini tentang diaspora pada umumnya dan remitansi pada khususnya. Kemampuan know your customer (KYC) yang baik dari issuer sangat diperlukan. Beberapa titik kritis yang perlu diperhatikan: (i) issuer perlu memastikan return yang ditawarkan lebih tinggi daripada nilai inflasi (growth rate) di negara-negara diaspora berdomisili. (ii) Imbal hasil yang diberikan tidak berbeda jauh dengan investasi sejenis atau investasi pada umumnya. (iii) Diperlukan tahapan pra penerbitan terkait dengan regulasi yang berlaku di negara diaspora tinggal. Dari sisi investor (diaspora), beberapa catatan penting mencakup: (i) kurangnya kepercayaan pada lembaga publik termasuk pemerintah dan kredibilitas issuers dalam pengelolaan proyek, (ii) diperlukan sinkronisasi regulasi pembelian bonds berdasarkan yuridiksi negara domisili diaspora dan Indonesia.
Assesment Dampak Pembiayaan Bond pada Perekonomian: CGE Model
Berdasarkan hasil simulasi dengan pemodelan ekonomi CGE, Green and Social Impact Bonds dengan target investor diaspora Indonesia memberikan dampak terhadap beberapa indikator makro ekonomi dan sectoral. Dampak makroekonomi pada sektor agroindustri menunjukkan responsitivitas yang lebih tinggi dibandingkan sektor on farm. Peningkatan produktivitas kapital akibat investasi Social Impact Bonds (SIB) dan Green Bonds (GB) mampu meningkatkan PDB Riil Indonesia. Peningkatan PDB tersebut selain dikarenakan meningkatnya investasi riil, juga disebabkan oleh konsumsi rumah tangga dan ekspor yang meningkat.
Dampak pembentukan investasi riil tertinggi ditunjukkan oleh simulasi kombinasi peningkatan aliran investasi via diaspora bonds di sektor pertanian. Transmisi efek pembiayaan atas investasi terdiri dari atas dua tahap yakni: (i) capital deepening dari sektor pertanian dan agroindustri, dimana selama periode implementasi proyek-proyek yang dibiayai oleh Social Impact Bonds dan Green Bonds akan meningkatkan stok modal di sektor pertanian dan agroindustri; (ii) Structural effect; investasi dalam pembentukan modal baru biasanya dikaitkan dengan akumulasi modal yang lebih modern dan teknologi produktif. Investasi baru memperluas stok modal atau menggantikan kapital fisik yang kurang produktif (replacement effect).
Peningkatan produktivitas pada seluruh simulasi mengakibatkan penurunan harga-harga produk pertanian dan agroindustri. Peningkatan produktivitas kapital mendorong sebagian besar sektor pertanian dan agroindustri untuk berlaku efisien sehingga mampu menghasilkan barang yang lebih kompetitif. Harga yang lebih kompetitif akan berdampak pada peningkatan upah riil yang diterima oleh pekerja.
Dari sisi sektoral, secara umum Diaspora Bonds (Social Impact Bonds dan Green Bonds) mempu meningkatkan pertumbuhan output di seluruh sektor pertanian dan agroindustri. Hal ini menunjukkan pentingnya investasi untuk mendukung peningkatan output. Simulasi peningkatan aliran investasi via Diaspora Bonds (Social Impact Bonds dan Green Bonds) di sektor agroindustri memberikan efek peningkatan output yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian. Hal ini dikarenakan profiling sektor pertanian memiliki nilai ICOR rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor agroindustri.
Analisis komparasi antar simulasi menunjukkan bahwa sektor peternakan yakni hasil pemeliharaan hewan lainnya, serta agroindustri berbasis peternakan yakni hasil pengolahan dan pengawetan daging menunjukkan respons peningkatan output yang paling tinggi pada setiap simulasi. Hal ini mengindikasikan tingginya tingkat efisiensi investasi di sektor tersebut. Dari sisi kinerja ekonomi regional, dampak investasi melalui Social Impact Bonds (SIB) menunjukkan potensi respons peningkatan PDRB pada seluruh provinsi di Indonesia. Peningkatan relative lebih tinggi terjadi pada provinsi yang dikategorikan sebagai sentra pertanian dan agroindustri Indonesia.
Investasi SIB dan Green Bonds (GB) juga berpotensi meningkatkan pendapatan nominal seluruh kelompok rumahtangga di Indonesia. Dampak paling tinggi ditunjukkan oleh kelompok rumahtangga di perdesaan. Hasil ini memvalidasi bahwa investasi yang dilakukan melalui skema Social Impact Bonds (SIB) sekaligus Green Bonds (GB) memberikan manfaat sosioekonomi bagi rumahtangga perdesaan serta berkontribusi terhadap penurunan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
Willingness to Investment dari Diaspora: Assesment Hasil Lapang
Penelitian ini secara purposive (purposive sampling) menentukan diaspora luar negeri dan potensial investor lokal lainnya sebagai target investasi bonds. Lokasi kegiatan survei untuk potensial investor lokal lainnya dilakukan di Jabodetabek. Investor setidaknya berasal dari 4 (empat) provinsi Program YESS, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan walaupun dimungkinkan juga berasal dari wilayah lain. Dari penetapan sampel secara purposive, quota sampling juga diadopsi pada penelitian ini dengan menentukan jumlah responden diaspora luar negeri sebanyak 60 responden. Sementara itu, untuk responden potensial investor lokal lainnya sebanyak 40 responden disurvey secara offline survey dan di wawancara decara mendalam.
Terkait dengan persepsi keinginan melakukan investasi (willingness to investment) pada green and social bonds, responden memilih resiko yang aman untuk investasi sehingga diharapkan UMKM serta penerima manfaat dapat memberikan prospektus serta kelayakan usaha yang baik dan memberikan yield yang kompetitif dengan jenis investasi lainnya. Terdapat kecenderungan bahwa responden lebih memiliki ketertarikan apabila UMKM telah menerapkan konsep green. Bagi responden diaspora, rasa memiliki ikatan emosional terhadap kesediaan investasi lebih tinggi nilainya apabila investasi ditujukan bagi pengembangan sektor pertanian dan agribisnis di seluruh Indonesia, sedangkan bagi potensial investor lokal lainnya lebih banyak diinginkan untuk wilayah asal. Penerapan nilai-nilai inklusi sosial seperti gender dan pihak disabilitas menjadi perhatian dalam implementasi social bonds.Persentase responden diaspora yang bersedia berinvestasi pada green and social bonds sedikit lebih rendah dibandingkan potensial investor lokal lainnya. Mayoritas responden diaspora dan lebih dari separuh responden potensial investor lokal lainnya menyatakan imbal hasil minimal sama dengan tingkat suku bunga deposito. Preferensi maturity time atau jangka waktu pencairan social dan atau greenbonds yang mayoritas dipilih oleh responden diaspora maupun potensial investor lokal lainnya kurang dari 5 tahun. Rata-rata nilai investasi yang bersedia dibayarkan oleh responden diaspora untuk setiap lembar social bonds adalah sebesar Rp 805,000 sedangkan untuk potensial investor lokal lainnya sebesar Rp 604,000. Mayoritas responden pada kedua kelompok menyatakan bahwa level pengelolaan green andsocial bonds sebaiknya dikelola secara nasional.