OLEH Alla Asmara (Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB, Wakil Kepala Badan Bidang Investasi dan Wakaf, BP Biswaf IPB) Qoriatul Hasanah (Dosen Departemen Ilmu Ekonomi Syariah FEM IPB), Muhamad Azumar Romzi (Mahasiswa Departemen Ekonomi Syariah, FEM IPB).
Isu ketahanan pangan telah menjadi fokus kerangka pembangunan nasional sejak 1999 dan telah termaktub dalam Agenda Pembangunan Nasional tahun 2022-2024. Ketahanan pangan diartikan dengan tersedianya pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk mendukung aktivitasnya, yang berarti mencakup tingkat rumah tangga dan tingkat nasional.
Menurut Global Food Security Index (GFSI), ketahanan pangan Indonesia menurun pada tahun 2021 (59,2) dibandingkan tahun 2020 (61,4). Pada tahun 2022, tingkat ketahanan pangan negara mulai pulih, dengan skor indeks mencapai 60,2.
Membahas ketahanan pangan tidak lepas dari pembahasan tentang peningkatan status kesehatan dan gizi masyarakat. Salah satu sumber pangan yang dibutuhkan dalam peningkatan status kesehatan dan gizi masyarakat adalah tercukupinya sumber pangan asal hewani.
Pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat telah lama menjadi perhatian pemerintah. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah meluncurkan sejumlah program. Salah satu program itu bernama Upsus Siwab yang merupakan singkatan dari Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting. Kemudian, ada juga program Peningkatan Produksi Sapi dan Kerbau Komoditas Andalan Negeri (Sikomandan).
Usaha peternakan umumnya masih dikelola dengan cara tradisional, skala kecil dan dana terbatas. Keterbatasan dana ini, antara lain, karena subsektor peternakan dinilai memiliki potensi resiko yang sangat tinggi. Risiko tersebut berupa biaya pendistribusian yang besar karena daerah tempat tinggal peternak yang tidak terpusat.
Selain itu, adanya risiko musibah yang bersifat force majeure dan masa pemeliharaan yang cenderung lama membutuhkan waktu setidaknya dua tahun untuk ruminansia. Program pemerintah seperti Kredit Untuk Rakyat (KUR) juga tidak sepenuhnya dapat diakses oleh petani/peternak karena mensyaratkan adanya agunan, sehingga banyak petani/peternak kecil yang tidak dapat menyerapnya.
KUR untuk peternak ditujukan untuk individu, belum ada skema kredit untuk kelompok. Selain itu, KUR juga masih menyamakan tenor kredit untuk usaha pembibitan dengan penggemukan yang mana kedua jenis usaha tersebut memiliki karakteristik dan siklus produksi yang berbeda.
Salah satu alternatif sumber pembiayaan yang dapat dikembangkan untuk membantu permodalan bagi petani/peternak adalah wakaf. Melalui skema wakaf produktif dapat dirancang pola kerja sama/kemitraan yang memungkinkan peternak dapat memenuhi kebutuhan pendanaan untuk usaha peternakan yang dijalankan.
Salah satu alternatif sumber pembiayaan untuk membantu permodalan bagi peternak adalah wakaf
Wakaf produktif adalah metode pengelolaan wakaf yang orientasinya untuk membuat aset wakaf tersebut menghasilkan surplus atau keuntungan yang berkelanjutan. Objek wakaf produktif bisa berupa benda bergerak, uang, logam, ataupun benda tidak bergerak seperti bangunan, rumah, tanah, lahan, dan sebagainya.
Pada tahun 2022, IPB bekerja sama dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI) meluncurkan program wakaf ternak produktif. Program ini bertujuan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas usaha peternakan rakyat serta peningkatan kesejahteraan peternak.
Program wakaf ternak produktif ini dikembangkan melalui skema Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) Seri Sukuk Wakaf Ritel 003 (SWR 003). Imbal hasil CWLS SWR 003 didistribusikan kepada peternak sapi potong yang tergabung dalam Solidaritas Alumni Sekolah Peternakan Rakyat (SPR-SASPRI) yang berlokasi di Kediri.
Penandatanganan perjanjian kerja sama penyaluran imbal hasil Sukuk Wakaf Ritel Seri SWR003 dilaksanakan di Kediri pada 2 Maret 2023. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Badan Pengelolaan Bisnis, Investasi dan Wakaf (BP Biswaf), selaku pelaksana nazhir IPB, Lembaga Kenazhiran BWI, dan SASPRI Kediri.
Dalam program wakaf ternak produktif ini dikembangkan skema kerja sama dengan pola bagi hasil. Nazhir IPB dan Lembaga Kenazhiran BWI berperan dalam penyediaan dana untuk pembeliaan bakalan sapi dari imbal hasil yang terbentuk dari SWR 003 dan peternak berperan dalam menjalankan budi daya penggemukan sapi.
Jumlah imbal hasil SWR003 yang sudah disalurkan pada tahap I adalah senilai Rp 89,7 juta. Pada penyaluran imbal hasil SWR 003 tahap I telah dihasilkan total keuntungan sekitar Rp 38 juta. Keuntungan yang diperoleh 65 persen menjadi hak peternak dan 35 persen menjadi hak nazhir IPB.
Untuk keuntungan yang menjadi hak nazhir IPB disalurkan dalam bentuk bantuan beasiswa bagi mahasiswa IPB dan sebagian dananya sudah disalurkan kepada tiga orang mahasiswa. Skema pengelolaan wakaf ternak produktif tidak hanya dapat berkontribusi dalam mendukung ketahanan pangan nasional melalui produksi sumber pangan hewani, tetapi juga berdampak positif terhadap pembangunan sosial dan pendidikan masyarakat secara keseluruhan.
Dengan demikian, skema wakaf ternak produktif juga dapat mendukung pencapaian beberapa tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s). Wallahu’alam.