OLEH Wildan Nur Arrasyiid Sane Pratinda (International Trade Analysis and Policy Studies FEM IPB)
Kemiskinan merupakan permasalahan mendasar yang dihadapi oleh seluruh negara, baik itu negara maju atau pun berkembang karena kemiskinan merupakan permasalahan pembangunan yang kompleks dan multidimensi. Todaro (2013) menyatakan bahwa kemiskinan merupakan salah satu permasalahan utama dalam pembangunan, sehingga pengentasan kemiskinan menjadi penting untuk dilakukan guna mencapai pembangunan ekonomi.
Berdasarkan data Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri tahun 2023, Provinsi Jawa Barat menjadi wilayah dengan populasi penduduk terbanyak di Indonesia dengan jumlah 49,90 juta jiwa atau 17,78 persen dari total populasi Indonesia. Salah satu permasalahan yang diindikasikan akan timbul dari terlalu banyaknya populasi dalam suatu wilayah adalah kemiskinan.
Secara umum, apabila dibandingkan antara tahun 2014 dan 2023 atau 10 tahun terakhir, persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat cenderung mengalami penurunan. BPS Provinsi Jawa Barat mencatat persentase penduduk miskin tingkat provinsi pada tahun 2014 adalah sebesar 9,18 persen. Sementara itu, pada tahun 2022 mengalami penurunan menjadi 7,62 persen.
Apabila dilihat berdasarkan kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jawa Barat, pada tahun 2014 terdapat 14 kabupaten/kota yang persentase penduduk miskinnya berada dibawah tingkat Provinsi Jawa Barat. Sementara pada tahun 2023 turun menjadi 11 kabupaten/kota yang persentase penduduk miskinnya berada di bawah tingkat Provinsi Jawa Barat.
Secara total, Provinsi Jawa Barat memiliki sebanyak 28 kabupaten/kota, artinya sebagian besar kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jawa Barat memiliki nilai persentase kemiskinan yang masih berada diatas tingkat Provinsi Jawa Barat.
Pada tahun 2014, Kota Tasikmalaya menjadi wilayah dengan persentase penduduk miskin paling tinggi di Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 15,95 persen. Kemudian disusul oleh Kabupaten Indramayu (14,29) dan Kabupaten Cirebon (14,22). Sementara pada tahun 2023, Kabupaten Indramayu menjadi wilayah dengan persentase penduduk miskin paling tinggi di Provinsi Jawa Barat, yaitu sebesar 12,13 persen. Kemudian disusul oleh Kabupaten Kuningan (12,12 persen) dan Kota Tasikmalaya (11,53 persen).
Namun demikian, pada periode tersebut Kota Tasikmalaya menjadi wilayah yang mengalami penurunan persentase penduduk miskin paling besar di Provinsi Jawa Barat dengan penurunan sebesar 4,42 persen. Kemudian disusul oleh Kabupaten Cirebon dengan penurunan sebesar 3,02 persen dan Kabupaten Garut dengan penurunan sebesar 2,70 persen.
Apabila meninjau dari sebaran jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat, justru terkonsentrasi di daerah barat atau daerah yang dekat dengan Provinsi Jakarta atau wilayah yang menjadi pusat perekonomian Indonesia. Jumlah penduduk miskin di lingkup Bodebek, Sukabumi, dan Karawang mencapai 48,07 persen dari total penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2014.
Sementara pada tahun 2023, jumlah tersebut mengalami penurunan menjadi 41,06 persen. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah pusat perekonomian belum tentu mampu memberikan multiplier effect atau efek turunan pada wilayah di sekitarnya.
Kemiskinan tentunya akan diperparah bila rendahnya output maupun pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Berdasarkan data BPS, dapat dilihat perbandingan laju pertumbuhan ekonomi antara Provinsi Jawa Barat dengan wilayah atasnya yaitu Indonesia. Secara umum pada periode tahun 2014-2023, mayoritas pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat berada di atas pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pada periode tersebut, rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat adalah 4,35 persen. Sedangkan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sebesar 4,22 persen.
Penggambaran lebih lanjut mengenai kondisi kemiskinan di suatu wilayah dapat dilihat dari indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan. B
Indeks kedalaman kemiskinan di Provinsi Jawa Barat memiliki tren yang cenderung meningkat apabila dibandingkan antara tahun 2020 dan 2022. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kesenjangan dari rata-rata pengeluaran penduduk miskin di bawah garis kemiskinan pada tahun 2022 relatif lebih lebar dibandingkan pada tahun 2020.
Selain itu, Indeks Keparahan Kemiskinan di Provinsi Jawa Barat juga cenderung memiliki tren yang meningkat apabila dibandingkan antara tahun 2020 dengan 2022. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin. Meskipun, secara kumulatif baik indeks kedalaman kemiskinan maupun indeks keparahan kemiskinan Provinsi Jawa Barat selalu berada dibawah tingkat nasional.
Penurunan kemiskinan menjadi salah satu tujuan utama pembangunan suatu negara dan wilayah. Nyasha et al. (2012) menyatakan bahwa kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi memiliki korelasi atau saling memengaruhi satu sama lain. Akan tetapi, hal yang terpenting dalam pembangunan bukan hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi lebih kepada keberpihakan dari pertumbuhan ekonomi tersebut, apakah pertumbuhan ekonomi berasal dari sejumlah orang/sekelompok orang saja.
Jika pertumbuhan ekonomi berasal dari golongan kelas menengah ke atas yang jumlahnya sedikit, maka manfaat dari pertumbuhan tersebut hanya dinikmati oleh sebagian golongan. Efektivitas pertumbuhan ekonomi dalam menurunkan kemiskinan tentu dapat berbeda antar wilayah.
Berdasarkan data BPS, laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat cenderung berfluktuatif. Akan tetapi, apabila dibandingkan antara laju pertumbuhan ekonomi dengan tingkat keminskinan, memang terlihat jika pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan maka tingkat kemiskinan akan mengalami kenaikan seperti yang terjadi pada tahun 2019 dan 2020.
Begitu pula jika pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan, maka tingkat kemiskinan akan mengalami penurunan seperti yang terjadi pada tahun 2020 ke 2021. Akan tetapi, pada tahun 2021 ke tahun 2022, terjadinya pertumbuhan ekonomi justru tidak berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan. Fakta ini menunjukkan dan memberikan gambaran bahwa pemerintah perlu memastikan pertumbuhan ekonomi efektif dirasakan oleh semua kalangan agar mampu mengurangi tingkat kemiskinan.
Permasalahan lain berkaitan dengan kemiskinan yang dihadapi Indonesia adalah kemiskinan ekstrem. Kemiskinan ekstrem dihitung berdasarkan Garis Kemiskinan 1,9 dolar AS PPP (Purchasing Power Parity) atau setara dengan Rp 10.195 per kapita per hari (TNP2K, 2021). Secara nasional, tingkat kemiskinan ekstrem Indonesia pada tahun 2021 adalah sebesar 4 persen atau sebanyak 10,86 juta jiwa penduduk atau mengalami peningkatan sebesar 0,01 persen dari tahun 2020.
Hal tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 10,86 juta penduduk di Indonesia pengeluarannya tidak sampai pada Rp 11 ribu atau hanya setara dengan 1 liter beras per harinya.
Pada tahun 2021, jumlah penduduk miskin ekstrem di Provinsi Jawa Barat mencapai 895,64 ribu jiwa atau 8,42 persen dari jumlah penduduk miskin ekstrem nasional. Apabila diperinci, sebaran jumlah penduduk miskin ekstrem di Provinsi Jawa Barat berdasarkan kabupaten/kota yang paling tinggi berada di wilayah Kabupaten Bogor, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Bandung.