Krisis iklim, ketidakpastian ekonomi global, dan dinamika geopolitik kian menekan sistem pangan dunia. Akses dan kualitas pangan sebagai kebutuhan dasar manusia, semakin sulit dijamin, khususnya bagi negara berkembang yang sangat bergantung pada perdagangan internasional.
Eko Ruddy Cahyadi, Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB menyatakan, di tengah situasi tersebut, konsep Sustainable Agrifood Management menjadi kunci untuk memastikan ketahanan pangan sekaligus keberlanjutan lingkungan.
“IPB telah lama menekuni isu ini sebagai core competence. Melalui Summer Course 2025, kami ingin menyediakan platform pembelajaran lintas budaya yang mengintegrasikan pengetahuan teknis di bidang pangan dan pertanian dengan ilmu manajemen,” ujar Eko dalam pembukaan Summer Course yang diselenggarakan oleh Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Senin (11/8/2025).
Dalam pembukaan tersebut, sejumlah akademisi terkemuka turut memberikan ceramahnya. Salah satunya adalah Prof Johan Sulaeman dari National University of Singapore.
Dampak Tarif Trump terhadap Pangan dan Keberlanjutan
Dalam pemaparannya, Johan Sulaeman menyatakan bahwa kebijakan tarif Presiden Donald Trump, terutama pada sektor pertanian dan pangan, telah memicu distorsi perdagangan global, volatilitas harga komoditas, dan pergeseran rantai pasok.
Di Indonesia, tarif tersebut memukul keras sejumlah ekspor komoditas, di antaranya adalah udang dan sawit. Untuk udang, sebelum ketentuan tarif baru diberlakukan oleh Trump, AS menyerap sekitar 60 persen dari total ekspor senilai lebih dari 1,5 miliar dolar AS pada 2024. Di luar itu, ketentuan tersebut turut pasar minyak sawit RI.
“Karena itu, penting bagi produsen terutama di Indonesia untuk mencari pasar alternatif seperti China, India, dan negara-negara lain untuk memitigasi kerugian. Kerjasama Selatan-Selatan (kerja sama di antara negara berkembang) penting untuk digagas,” ujarnya.
Secara global, kebijakan tarif AS juga mengacaukan rantai pasok pangan, mendorong biaya logistik, dan menimbulkan fluktuasi besar di pasar kedelai, daging babi, hingga produk susu.
Namun demikian, beberapa negara justru memanfaatkan peluang di tengah kekacauan rantai pasok tersebut. Seperti halnya Brasil yang menjadi pemasok utama kedelai ke China, atau India yang mengisi ceruk permintaan beras dan lentil.
Johan juga menyoroti dampak terhadap keberlanjutan. Mundurnya AS dari Perjanjian Paris mendorong perusahaan di AS mendapatkan pembiayaan bank dengan biaya lebih rendah, meningkatkan emisi, dan menyingkirkan perusahaan yang rentan terhadap iklim dari akses kredit.
Pola serupa, menurutnya, berpotensi terjadi di negara lain yang masih berkomitmen pada perjanjian tersebut. “Namun demikian, saat ini banyak lembaga keuangan yang sudah mulai memberikan fokus untuk membiayai ke sektor-sektor yang berkelanjutan. Ini juga karena tekanan pemilik dana,” jelas dia.
Kolaborasi Global untuk Ketahanan Pangan
Summer Course 2025 yang diinisiasi Departemen Manajemen FEM IPB mengangkat tema Sustainable Food Management in Indonesia.
Kegiatan ini diikuti 80 peserta dari 16 negara, antara lain Indonesia, Thailand, Malaysia, Afghanistan, Rwanda, Myanmar, Yaman, Bangladesh, Pakistan, India, Yordania, Burkina Faso, Sudan, Tunisia, Mesir, dan Botswana.
Program ini menghadirkan 12 sesi kuliah daring dari 12 pembicara, dengan enam di antaranya berasal dari universitas internasional: National University of Singapore, University Hannover (Jerman), Griffith University (Australia).
Lainnya adalah University of Saskatchewan (Kanada), University Malaysia Sabah, dan Maastricht School of Management (Belanda). Sementara enam pembicara lainnya berasal dari IPB University, UNIDO Indonesia, Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), dan Kompas Gramedia.
Kolaborasi akademisi dan praktisi ini menjadi kesempatan untuk berbagi pengetahuan dan riset terbaru, sekaligus merumuskan strategi menghadapi tantangan pangan yang kian kompleks,” tambah Eko Ruddy. Dengan tekanan global yang terus meningkat, penguatan Sustainable Agrifood Management menjadi semakin mendesak, tidak hanya untuk menjamin ketersediaan pangan, tetapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan dan stabilitas ekonomi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Pentingnya Pengelolaan Pangan Berkelanjutan di Tengah Gejolak Global”, Klik untuk baca: https://lestari.kompas.com/read/2025/08/12/185651786/pentingnya-pengelolaan-pangan-berkelanjutan-di-tengah-gejolak-global.