OLEH Eka Dasra Viana (Dosen Departemen Manajemen FEM IPB), Rindi Anti Nur Fadilah (Alumnus Departemen Manajemen FEM IPB)
Menurut sensus penduduk tahun 2021, hampir 28 persen dari populasi Indonesia termasuk dalam kategori generasi Z dan sekira 26 persen lainnya termasuk dalam generasi milenial. Dalam beberapa tahun ke depan, kedua generasi ini akan memasuki rentang usia produktif, yaitu antara 15 hingga 41 tahun.
Keberadaan dominasi generasi muda di Indonesia diharapkan dapat menjadi peluang bagi pertumbuhan ekonomi nasional, yang pada gilirannya akan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan struktur usia yang demikian, Indonesia memiliki populasi yang relatif muda, yang diyakini akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam waktu mendatang.
Ironisnya, hasil riset OCBC NISP 2022 menemukan bahwa indeks kesehatan keuangan di Indonesia, terutama di kalangan generasi muda, masih rendah dengan skor 40,06. Angka ini jauh di bawah Singapura yang mencatat skor 61. Skor tersebut masih jauh di bawah ambang batas kesehatan finansial, yaitu 75 yang diukur berdasarkan empat aspek, yaitu keuangan dasar (financial basic), keamanan keuangan (financial safety), pertumbuhan keuangan (financial growth), dan kebebasan keuangan (financial freedom).
Indeks kesehatan keuangan di Indonesia, terutama di kalangan generasi muda masih rendah
Dari keempat aspek tersebut, nilai terendah terdapat pada kebebasan keuangan, khususnya pada indikator pemasukan pasif secara rutin dan pertumbuhan keuangan, mencakup indikator investasi dan perencanaan dana pensiun.
Riset tersebut juga menemukan bahwa 85,6 persen generasi muda di Indonesia belum mencapai kondisi kesehatan finansial yang baik. Meskipun terdapat upaya dari 14,3 persen generasi muda untuk mencapai kesehatan finansial, namun kondisi keuangan mereka masih belum ideal.
Sebanyak 46 persen dari generasi muda telah menyatakan memiliki perencanaan keuangan, namun hanya 16 persen dari mereka yang memiliki dana darurat. Lebih lanjut, walaupun 86 persen menyatakan secara teratur menabung, masih ada 43 persen yang tetap mengalami situasi di mana mereka perlu meminjam uang dari keluarga dan teman.
Hal ini mengindikasikan bahwa masih banyak generasi muda yang belum berhasil mengalokasikan dana darurat, padahal menyiapkan dana darurat merupakan hal yang penting. Mayoritas generasi muda cenderung menggunakan sumber daya keuangan mereka untuk kebutuhan saat ini, belum ada upaya yang memadai untuk menyiapkan keuangan masa depan.
Hasil survei Dana Pensiun Lembaga Keuangan tahun 2020 menyatakan bahwa hanya 14 persen dari generasi milenial yang memiliki program pensiun. Ironisnya, generasi milenial adalah kelompok yang paling rawan dalam menghadapi tantangan pensiun.
Hanya 14 persen dari generasi milenial yang memiliki program pensiun
Berdasarkan hasil penelitian HSBC yang berjudul “Future of Retirement, Bridging the Gap” pada tahun 2018, dapat diketahui bahwa 9 dari 10 orang Indonesia tidak sepenuhnya siap menghadapi kondisi keuangan ketika memasuki masa pensiun, dan 75 persen dari responden menyatakan ketergantungan pada dukungan finansial anak-anak mereka di masa pensiun mendatang.
Hal ini semakin diperkuat oleh data dari Otoritas Jasa Keuangan, yang menunjukkan bahwa 65 persen pensiunan di Indonesia cenderung mengandalkan pendapatan dari anak-anak mereka untuk menjalani kehidupan setelah pensiun.
Situasi tersebut juga menjadi alasan pentingnya perencanaan keuangan dan pensiun yang baik bagi generasi milenial. Dengan menghadapi tanggung jawab yang besar, mereka perlu merencanakan masa depan keuangan mereka dengan baik agar dapat menghadapi tantangan ini dan mempersiapkan pensiun mereka sendiri tanpa mengandalkan ketergantungan pada generasi berikutnya.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PRI) Undang-Undang No 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, menyatakan bahwa program pensiun adalah sebuah program yang bertujuan untuk menyediakan manfaat pensiun kepada para pesertanya. Program pensiun dapat diikuti oleh perorangan maupun sekelompok pekerja, dengan melibatkan partisipasi dalam program pensiun yang diadakan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) bagi karyawan oleh pemberi kerja maupun Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) yang dapat diakses oleh karyawan ataupun individu yang bekerja secara mandiri.
Ada beberapa manfaat dana pensiun bagi peserta. Pertama, investasi dan tabungan, yaitu semua iuran kumulatif peserta serta hasil pengembangan investasi hanya untuk digunakan peserta.
Kedua, manfaat pensiun diberikan sesuai dengan semua iuran pensiun dan hasil pengembangannya ketika tertanggung mencapai masa pensiun. Ketiga, asuransi, yaitu apabila tertanggung sakit, meninggal dunia, atau tidak dapat melakukan pekerjaan sebelum memasuki usia pensiun, sehingga dalam estimasi pensiun dapat dikatakan telah mencapai masa kerja serta berhak atas manfaat pensiun.
Manfaat pensiun diberikan sesuai dengan semua iuran pensiun dan hasil pengembangannya
Bagi generasi millenial, mempersiapkan dana pensiun sejak dini dapat membantu mereka mempersiapkan kehidupan yang lebih baik dan terjamin di masa pensiun.
Penyebab minimnya partisipasi usia kerja dalam program dana pensiun adalah kurangnya pemahaman masyarakat terhadap dana pensiun sebagai salah satu entitas keuangan yang beroperasi di Indonesia, jika dibandingkan dengan lembaga keuangan lain seperti bank, pegadaian, dan perusahaan asuransi.
Hal itu dapat dilihat dari hasil survei OJK bahwa tingkat literasi keuangan nasional dana pensiun tahun 2022 hanya sebesar 30,46 persen. Alasan yang dikemukakan generasi milenial belum melakukan investasi dana pensiun, antara lain, seperti pendapatan belum mencukupi untuk berinvestasi dana pensiun, dan penghasilan yang diperoleh saat ini masih digunakan untuk kebutuhan pokok.
Alasan lainnya adalah tidak mengetahui cara berinvestasi dana pensiun, praktik dana pensiun yang sulit dimengerti, belum memiliki ketertarikan pada aset dana pensiun, takut mengambil risiko serta tidak sedikit yang trauma dengan penipuan investasi.
Pemerintah harus mengetahui alasan masyarakat Indonesia memiliki minat yang rendah terhadap dana pensiun. Berdasarkan informasi dari data SNLIK 2019, hanya sekitar 6,7 persen responden yang menyatakan keyakinan mereka terhadap kemampuan dalam mengatur keuangan setelah masa pensiun. Hal tersebut menjadi tantangan dalam upaya meningkatkan literasi keuangan, terutama keyakinan dalam menggunakan produk dana pensiun mengingat pentingnya perencanaan pengelolaan keuangan jangka panjang.
Rendahnya pemahaman dan kemampuan generasi milenial dalam mengelola keuangan membuat generasi ini kurang memiliki keyakinan dalam mencapai tujuan keuangan mereka. Rendahnya keyakinan tersebut berkaitan dengan financial self-efficacy seseorang. Financial self-efficacy merupakan faktor psikologis berupa keyakinan diri dalam mengelola keuangan untuk mencapai tujuan keuangan.
Pemerintah harus mengetahui alasan masyarakat Indonesia memiliki minat yang rendah terhadap dana pensiun
Seseorang dengan financial self-efficacy yang rendah berakibat pada kurang optimalnya individu dalam membuat keputusan pengelolaan keuangan, menunjukkan kegigihan yang kurang dalam menghadapi kesulitan keuangan, mencapai tujuan keuangan yang lebih sedikit, dan menjalani kualitas keputusan keuangan yang lebih rendah. Padahal, setiap individu perlu melakukan keputusan pengelolaan keuangan yang tepat guna mencapai segala tujuan keuangan seseorang di masa mendatang.
Selain financial literacy dan financial self-efficacy, faktor lain yang memengaruhi adalah orientasi masa depan. Orientasi masa depan mengacu pada pandangan seseorang terhadap tujuan yang jelas mengenai harapan di masa depan, dengan tujuan untuk membantu dalam menentukan tujuan dan menyelesaikan masalah-masalah yang mungkin timbul di masa yang akan datang.
Orientasi masa depan mencerminkan sejauh mana seseorang serius dalam mengambil keputusan yang berdampak pada masa depan mereka, termasuk dalam hal pendidikan, karir, keluarga dan persiapan masa pensiun. Individu dengan orientasi masa depan yang baik akan cenderung lebih aktif dalam perencanaan dana pensiun yang efektif. Hal ini juga menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki visi masa depan yang jelas akan cenderung membuat keputusan keuangan yang lebih baik dan merencanakan masa pensiun mereka.
Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan dan lembaga keuangan maupun lembaga pendidikan lainnya hendaknya mampu meningkatkan minat generasi milenial untuk berinvestasi dalam dana pensiun melalui edukasi dan sosialisasi mengenai literasi keuangan, financial self-efficacy, dan orientasi masa depan. Institusi keuangan dapat meningkatkan pendekatan komunikasi mereka dengan menyediakan informasi yang relevan dan mudah dipahami tentang produk dan layanan investasi dana pensiun. Hal ini karena generasi milenial cenderung responsif terhadap informasi yang disajikan secara transparan dan mudah diakses.
Selanjutnya, institusi keuangan dan lembaga pendidikan juga dapat menggaris-bawahi manfaat investasi jangka panjang dan perencanaan dana pensiun sebagai bagian dari strategi keuangan yang berkelanjutan. Memahami pentingnya merencanakan masa pensiun secara lebih awal akan membantu meningkatkan minat generasi milenial untuk memulai investasi dana pensiun lebih cepat.