OLEH Dr. rer.nat. Jaenal Effendi, S.Ag, MA           Muhammad Nur Faaiz F. Achsani, S.E., M.Sc 

Indonesia sedang dilanda fenomena el nino yang berdampak pada mundurnya awal musim hujan. Fenomena pemanasan muka air laut di Samudera Pasifik yang berdampak pada penurunan curah hujan global ini berdampak pada meluasnya kekeringan di seluruh Indonesia. BMKG menjelaskan bahwa sebagian wilayah di Indonesia saat ini telah masuk ke dalam kategori ekstrem seperti Nusa Tenggara Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Situasi ini memberikan kontribusi pada polusi udara di kota-kota besar. Berkurangnya intensitas hujan menyebabkan banyak sekali polutan beredar di atmosfer. Di samping kendaraan bermotor, pembangkit listrik tenaga uap menjadi sumber penurunan kualitas udara di Kawasan Jabodetabek. 

Sebagai salah satu upaya untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060, pemerintah sedang mempersiapkan untuk mempensiun dinikan beberapa PLTU. Namun, hal tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan. Di samping kehadiran PLTU yang masih penting dalam menyediakan energi listrik, meyuntik mati PLTU membutuhkan dana uang sangat besar. Industry keuangan dan perbankan syariah menawarkan solusi atas masalah ini dengan instrument yang disebut dengan sukuk hijau. Pada dasarnya, terminologi sukuk hijau merujuk pada surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah digunakan untuk pembiayaan infrastruktur. Hanya saja infrastruktur yang akan digunakan untuk membangun infrastruktur yang memenuhi kriteria green. Beberapa proyek yang dikategorikan green di antaranya adalah efisiensi energi dan energi terbarukan, green building, green tourism, dan termasuk di dalamnya pembangkit listrik dengan energi terbarukan dan transportasi umum yang digaungkan sebagai solusi dari masalah polusi udara.

Perbedaan mendasar antara sukuk biasa dengan green sukuk terletak pada persyaratan proyek yang akan didanai sebagai underlying asset. Jika sukuk biasa bisa mendanai proyek dengan syarat tidak bertentangan dengan prinsip syariah, green sukuk juga harus menyalurkan dananya pada proyek yang sesuai dengan green framework yang disusun oleh pemerintah. Indonesia adalah pelopor dalam urusan green sukuk dengan menjadi negara pertama yang menerbitkan green sukuk pada tahun 2018. Surat berharga syariah senilai 1,25 miliar USD memiliki investor yang tersebar dari seluruh dunia. Berkat penerbitan sukuk tersebut, Indonesia mendapatkan penghargaan dalam ajang Climate Bonds Awards. 

Tabel 1 Green Sukuk Global di Indonesia

Tahun2018201920202021
Waktu PenerbitanMaretJuniJuniJuni
Varian Sukuk HijauGlobalGlobalGlobalGlobal
AkadWakalah dalam USDWakalah dalam USDWakalah dalam USDWakalah dalam USD
Jumlah Total1.25 Miliar USD0.754 Miliar USD0.75 USD750 Miliar USD
Bagi Hasil3.75%3.9%2.3%3.55%
Jangka Waktu5 Tahun5.5 Tahun5 Tahun30 Tahun

Sumber: (Musari, 2022)

Tabel 1 merangkum data terkait green sukuk di Indonesia pada periode 2018-2021. Konsistensi Indonesia dalam menerbitkan green sukuk pada periode sebelum pandemi menunjukkan komitmen dalam menanggulangi perubahan iklim. Keseriusan Indonesia dalam melaksanakan Pembangunan yang berkelanjutan ditunjukkan dengan diterbitkannya green sukuk dengan jumlah terbesar pada tahun 2021. Berkat diterbitkannya sukuk tersebut, Indonesia mendapatkan penghargaan Climate Bonds Awards sekali lagi pada tahun 2021.Green sukuk berpeluang digunakan secara lebih masif di masa yang akan datang. Kesadaran akan pembangunan yang berkelanjutan ditandai dengan meningkatnya kesadaran akan isu lingkungan di berbagai lapisan masyarakat. Literasi keuangan syariah juga mengalami peningkatan meskipun tidak signifikan. Survei nasional literasi dan inklusi keuangan tahun 2022 menjelaskan bahwa indeks literasi keuangan syariah meningkat dari 8,39% di tahun 2019 menjadi 9,14% di tahun 2022. Indeks inklusi keuangan syariah juga mengalami peningkatan dari 9,1% di tahun 2019 menjadi 12,12% di tahun 2022 (Otoritas Jasa Keuangan, 2022). Meski demikian, penerbitan green sukuk sebagai instrument keuangan syariah yang masih baru tidak luput dari berbagai tantangan. Menurut Abubakar dan Handayani (2019), pengetahuan mengenai green sukuk dan laporan mengenai progress perkembangan serta keuntungan dari proyek terkait terhadap mitigasi perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan perlu dibenahi agar tidak menjadi hambatan di kemudian hari.

Artikel ini di muat pada https://www.republika.id/posts/45931/green-sukuk-sebagai-alternatif-pembiayaan-berkelanjutan

Related Posts