Oleh Prof Bambang Juanda, Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB

Dalam rapat paripurna DPR RI di Jakarta Selasa lalu (3/10/2023), Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara (IKN) resmi disahkan menjadi Undang-Undang (UU). Tujuh fraksi yang menyetujui secara bulat tentang revisi UU IKN untuk disahkan menjadi UU adalah fraksi PDIP, Nasdem, Gerindra, Golkar, PKB, PAN dan PP.  Fraksi Demokrat menyatakan dengan catatan atau persyaratan, tapi intinya juga akhirnya menyetujui menurut Kepala Bappenas.  Satu-satunya fraksi yang menolak Revisi UU IKN ini adalah fraksi PKS.

Penulis beserta dua narasumber dari Jakarta dan Yogya, diundang pada Kamis 14 September 2023 oleh salah satu fraksi di DPR RI untuk membahas revisi UU IKN ini.  Meskipun temanya tentang “potret arah poltik perubahan UU IKN”, tapi pembahasannya mencakup juga 9 pokok perubahan dalam RUU revisi IKN tersebut.

UU Nomor 3/2022 tentang IKN sebenarnya baru berusia sekitar satu setengah tahun. Pemerintah menilai, perlunya melakukan revisi UU IKN ini dilakukan dalam rangka mempercepat proses persiapan, pembangunan, pemindahan, dan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus di Ibu Kota Negara sehingga diharapkan  mampu mengakomodir perkembangan jangka panjang sampai tahun 2045 kedepan, menjadi kota terdepan di dunia dalam hal daya saing serta mencapai net zero-carbon emission dan 100% energi terbarukan pada kapasitas terpasang.

Banyak muatan substansi yang belum terakomodir dalam UU 3/2022 tersebut; diantaranya terkait kejelasan urusan pertanahan. Salah satu yang paling krusial alasan mendasar investor berinvestasi adalah adanya kejelasan dan kepastian hukum terkait hak guna tanah dan hal ini belum tuntas kewenangan maupun batas wilayah yg menjadi kewenangan Otorita IKN, sehingga “ajakan presiden“ agar pihak dari negara luar berinvestasi di IKN diharapkan “berhasil”. Selama ini manakala calon investor turun lapangan ke IKN selalu batal karena masalah di atas.

Dalam proses yang relatif cepat ini biasanya terjadi dinamika politik hukum.  Terlebih lagi, publik masih diliputi tanda tanya besar, mengingat UU IKN sejak awal diwacanakan, cukup mendapatkan perhatian serius, karena dinilai penuh kepentingan segelintir orang, minim partisipasi publik, terlalu memaksakan di saat kondisi uang negara belum memungkinkan, pembahasan terkesan kejar tayang, dan alasan lainnya.  Dengan disahkan Revisi UU IKN ini, Presiden Indonesia yang akan dipilih tahun depan (2024) harus menjalankan UU tersebut.  

Untuk meyakinkan masyarakat beberapa kali pemerintah mengadakan konsultasi publik, yang berita acara lenggapnya diunggah di YouTube.  Bahkan pemerintah mengajak para penggiat seni ke IKN untuk melihat bagaimana keseriusan pemerintah dalam proses Pembangunan IKN, yang diakhiri dengan “Malam Apresiasi Nusantara” di Penajam Paser Utara pada 22 September 2023.

Di berbagai media kemarin Rabu, banyak mengkritik tentang pasal 16 A dalam RUU revisi UU IKN, bahwa investor diberikan hak atas tanah berbentuk hak guna usaha (HGU) selama 95 tahun dalam siklus pertama. Jika telah selesai dalam siklus pertama dan investor mau bertambah lagi, hak itu bisa diperpanjang untuk siklus kedua , sesuai dengan perjanjian pemanfaatan tanah seperti sebelumnya sehingga masa HGU ini dapat sampai 190 tahun. 

Pemberian HGU dapat sampai 190 tahun ini memang dapat menarik investor, namun kebijakan ini dapat membawa kerugian juga. Diantaranya, pemerintah kehilangan kesempatan untuk mendapatkan penerimaan dari perpanjangan konses HGU, kemungkinan semakin lama kehilangan wewenang penuh atas Kawasan yang telah dikuasai investor karena waktu HGU-nya terlalu lama, serta investor punya peluang mengeksploitasi Kawasan IKN untuk mendapatkan keuntungan dalam waktu yang sangat lama.

Untuk menghindari berbagai kerugian ini Otorita IKN, sebagai kepala pemerintah daerah khusus (Pemdasus) harus benar-benar dapat mengantisipasi berbagai kemungkinan terjadi kerugian ini.  Diantaranya bagaimana memanfaatkan otonomi yang diberikan agar dapat penerimaan, misalnya dari pajak dan retribusi khusus daerahnya sehingga menguntungkan Pemdasus dan dapat mensejahtrakan masyarakat di sekitarnya juga.  

Selain itu, Otorita IKN juga harus serius dalam mengevaluasi tahapan tiap sikulus karena, menurut Kepala Bappenas tahapannya tidak sekaligus, tiap siklus harus ada evaluasi 35 tahun pertama, kemudian 25 tahun diperpanjang dan 35 tahun berikutnya diperbarui.  Terakhir, pemerintah harus melakukan sosialisasi yg masif bahwa IKN merupakan program strategis nasional, sehingga masyarakat akan ikut terlibat dan membangun serta menjadi semacam kebanggaan terhadap IKN.  Tentu saja dengan menjelaskan argumen teknis mengapa keberadaan IKN menjadi penting dan mendesak terkait pemerataan yg tidak hanya jawa sentris dan juga kemampuan ibukota DKI jakarta yg sudah over kapasitas sebagai Ibukota Negara.

Related Posts