OLEH Lela Novitasari (Mahasiswa Program Magister Sains Agribisnis FEM IPB), Dr. Burhanuddin (Ketua Departemen Agribisnis FEM IPB dan Dosen Program Magister Sains Agribisnis FEM IPB)
UMKM merupakan bagian integral dari perekonomian Indonesia yang terbukti menjadi penyanggah perekonomian di kala krisis melanda, apakah itu krisis moneter tahun 1998 atau saat pandemi Covid-19, Namun demikian, UMKM yang jumlahnya sekitar 98 persen belum menjadi penggerak utama perekonomian Indonesia, karena masih dikuasai oleh usaha besar yang jumlahnya sekitar 2 persen. Oleh karena itu, UMKM harus semakin berdaya saing melalui inovasi dan hak kekayaan intelektual (HKI).
Meningkatnya jumlah UMKM mengindikasikan perekonomian masih tumbuh. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, pertumbuhan UMKM per tahun lebih dari 10 persen, ini pun UMKM yang teregistrasi dan terdata. Sebagai catatan, jumlah UMKM yang tertera pada data statistik masih berupa estimasi, jadi tidak mencerminkan jumlah UMKM yang sesungguhnya. Hal ini dikarenakan jumlah UMKM sangatlah banyak dan sebagian besar belum melakukan registrasi usaha sehingga sulit untuk didata.
UMKM berdaya saing ditunjukkan dari kemampuan UMKM dalam beradaptasi terhadap perubahan yang penuh dengan ketidakpastian. Juga, pada kemampuannya mengadopsi dan atau menghasilkan inovasi serta terus menerus berkreasi. Inovasi bisa menjadi satu-satunya kunci keberlangsungan UMKM pada situasi perubahan yang tidak bisa diprediksi. Inovasi bisa menjadi sebuah strategi yang mampu membawa UMKM bertahan dan terus berkembang.
UMKM inovatif merupakan salah satu kunci utama untuk memenangkan persaingan dengan menciptakan inovasi produk baru. Drucker (2014) menjelaskan bahwa inovasi produk adalah inovasi yang digunakan dalam seluruh operasi perusahaan yang potensial untuk menciptakan pemikiran dan imajinasi orang yang pada akhirnya menciptakan pelanggan yang loyal. Menurut Sutomo (2012), inovasi produk adalah proses atau hasil pengembangan atau pemanfaatan, keterampilan dan pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki produk (barang atau jasa), proses atau sistem yang baru yang memberikan nilai berarti secara signifikan.
Untuk menjadi UMKM inovatif, sebagian besar UMKM masih menghadapi banyak kendala. Menurut Situmorang (2008) ada beberapa kendala yang dihadapi UMKM di Indonesia. Kendala-kendala itu adalah kurangnya permodalan, kesulitan dalam pemasaran, struktur organisasi sederhana dengan pembagian kerja yang tidak baku, kualitas manajemen rendah, SDM terbatas dan kualitasnya rendah, mayoritas tidak memiliki laporan keuangan, aspek legalitas lemah, rendahnya kualitas teknologi dan banyaknya produk impor yang menjadi pesaing dengan harga murah serta kurangnya inovasi produk.
Pengembangan UMKM inovatif melalui pendekatan pemberdayaan dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kearifan lokal serta dukungan pemerintah melalui kebijakannya yang berpihak kepada UMKM. Sinergi kebijakan pemerintah pusat dan daerah untuk mengatasi berbagai kendala UMKM sangat dibutuhkan.
Kebijakan tersebut, misalnya, adalah berupa pemberdayaan UMKM dengan mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan dengan usaha besar dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam hal pengelolaan manajemennya (Idah dan Pinilih, 2020) serta adanya perlindungan hukum atas hak cipta inovasi yang dihasilkan UMKM. UMKM yang memiliki HKI atas produknya difasilitasi untuk memanfaatkan atau menggunakan sendiri karya atau aset intelektualnya tersebut, sebagai hak eksklusif.
Kebutuhan atas inovasi dan HKI bagi UMKM adalah untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin terukur dan terlacak kualitas dan fungsinya serta dapat digunakan sebagai keunggulan bersaing (Han et al. 1998, Hurley dan Hult 1998). Selain itu, inovasi dan HKI dapat meningkatkan penjualan dan laba UMKM.
UMKM harus membangun kolaborasi multipihak dalam membangun ketahanan ekonomi melalui penemuan inovasi dan kepemilikan HKI. Hal ini akan menumbuhkan UMKM yang memiliki daya tahan untuk menghadapi berbagai tantangan dan perubahan.
Menurut Kotler dan Bes (2004) ada beberapa jenis inovasi yang bisa dikembangkan UMKM, antara lain:
1. Inovasi berbasis modulasi
Ini dilakukan dengan melibatkan pengubahan suatu karakteristik dasar produk atau jasa dengan menaikkan atau menurunkan karakteristik tersebut. Secara umum mengacu kepada karakteristik-karakteristik fungsional atau fisik. Dalam inovasi modulasi bahwa karakteristik dasar dari produk perlu ditingkatkan dan diturunkan.
2. Inovasi berbasis ukuran
Inovasi ini dilakukan dengan peluncuran produk baru ke pasar tanpa mengubah apa pun kecuali volumenya.
3. Inovasi berbasis kemasan
Acara sebuah produk dikemas dapat mengubah persepsi konsumen mengenai manfaat, fungsi, atau alasan konsumsi dari produk atau jasa.
4. Inovasi berbasis desain
Produk, kontainer, atau kemasan dan ukuran yang dijual sama, tetapi desain atau tampilannya dimodifikasi.
5. Inovasi berbasis pengembangan bahan komplementer
Inovasi ini melibatkan penambahan bahan-bahan komplementer atau layanan tambahan atas produk atau jasa dasar.
6. Inovasi berbasis pengurangan upaya
Hal ini bisa dilakukan dengan tidak mengubah produk atau jasa, tetapi menaikkan ukuran dari pasar. Inovasi semacam ini menaikkan nilai dengan menurunkan penyebut, bukan menaikkan pembilang.
Inovasi UMKM di era teknologi informasi, Industri 4.0 dan Society 5.0, memerlukan perlindungan hukum khususnya kekayaan intelektual. Tiga hak kekayaan intelektual yang terkait erat mencakup hak cipta, merek dagang, dan paten. Hak cipta merupakan suatu bentuk kekayaan intelektual yang melindungi karya di bidang sains, seni dan sastra yang menghargai orisinalitas dan bentuk.
Hak cipta juga merupakan jenis perlindungan kekayaan intelektual yang tersedia untuk usaha kecil. Hak Cipta yang melindungi karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dapat dimanfaatkan oleh UMKM untuk membuat misalnya katalog produk, desain, leaflet atau brosur, halaman/website bisnis UMKM, gambar produk UMKM, atau lukisan, kemasan produk atau logo produk, lagu/jingle untuk promosi produk, petunjuk penggunaan produk, atau informasi produk atau panduan konsumen untuk produk yang diproduksi oleh UMKM.
Hak cipta dapat mencegah karya karya cipta disalahgunakan pihak lain atau ditiru oleh kompetitor. Menurut Ranggalawe (2020) ada beberapa kendala UMKM dalam memanfaatkan sistem HKI.
Kendala pertama adalah kurang memahami manfaat HKI. Sebagian besar UMKM memandang perlindungan hak kekayaan intelektual sebagai sebuah prosedur administratif, pelaksanaannya memerlukan biaya besar, dan tidak merasakan manfaatnya secara langsung. Padahal, HKI merupakan aset tak berwujud yang berharga, jika dilindungi dan dikelola dengan baik, dapat menambah nilai bagi UMKM. Jika ‘merek’ produk atau jasa ditiru oleh pesaing, maka nilai bisnis dan reputasi UMKM itu akan turun.
Kendala kedua, kurang paham mengenai sistem HKI yang tepat untuk digunakan UMKM. UMKM belum memahami bahwa produk, jasa, ide, informasi atau inovasinya bisa dilindungi melalui sistem perlindungan HKI. Padahal, UMKM bisa saja menggunakan HKI untuk bidang kuliner, seperti memiliki resep yang dapat dilindungi melalui perlindungan HKI.
Ketiga, UMKM terkendala dengan masalah biaya pendaftaran, pengelolaan HKI dan law enforcement. Pembiayaan pendaftaran HKI salah satu hal yang sering menjadi masalah bagi UMKM dan enggan untuk menyisihkan anggaran untuk mengurus HKI. Dalam penegakan pengelolaan dan penegakan hukum, ada pandangan bahwa UMKM akan mengeluarkan banyak biaya dan waktu panjang.
UMKM belum melihat HKI sebagai aset atau potensial aset yang tidak berwujud (intangible assets). Bahkan bagi UMKM, HKI belum diakui sebagai sebuah konsep yang melindungi hak eksklusif atas kekayaan intelektual yang dimiliki oleh UMKM.
Akhirnya, UMKM masa depan tidak bisa lagi mengembangkan bisnisnya dengan meniru konsep, ide, dan inovasi dari pelaku usaha sukses lainnya. Walaupun tidak dilarang melakukan peniruan, namun sangat dibutuhkan pemerintah untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya inovasi dan HKI di jaringan UMKM.
Perilaku memaksimalkan keuntungan harus digeser ke memaksimalkan manfaat dan mengutamakan ke keberlanjutan. Oleh karena itu, penumbuhan inovasi dan pengelolaan HKI merupakan prasyarat UMKM masa depan.