Oleh Ranti Wiliasih (Dosen Departemen Ilmu Ekonomi Syariah IPB), Diki Candra Mayadis (Mahasiswa Ekonomi Syariah IPB)
Indonesia merupakan penduduk dengan populasi Muslim terbanyak di dunia. Berdasarkan data Kementerian Agama RI (2021) Jumlah penduduk Indonesia yang beragama Islam ada sekitar 236.53 juta jiwa atau sekitar 86.88 persen dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 272.23 juta jiwa. Salah satu ketentuan yang harus diiindahkan adalah perintah mengkonsumsi makanan halal sebagaimana diperintahkan dalam Al-Qur’an (2:186) yang mana perintah ini pun ditujukan juga kepada seluruh manusia.
Kewajiban untuk mencantumkan label halal tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal Pasal 2 yang menyebutkan bahwa produk yang masuk dan beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Di pasal berikutnya disebutkan bahwa pelaksanaan sertifikat halal untuk makanan, minuman, dilakukan secara bertahap dimulai dari 17 Oktober 2019 sampai dengan 17 Oktober 2024.
Namun demikian, masih banyak makanan dan minuman yang belum memiliki sertifikat halal, terutama makanan yang beredar di kalangan menengah kebawah. (Wiliasih, dan Fathoni 2021). Kondisi ini kemudian menimbulkan keingintahuan dan pertanyaan mengenai kepedulian masyarakat menengah kebawah terhadap status halal makanan yang dibeli.
Untuk melihat kepedulian masyarakat menengah kebawah terhadap status kehalalan makanan dilakukan survei terhadap mereka yang berpendapatan di bawah 2,6 juta baik laki-laki dan perempuan yang berdomisili di Tebet, daerah dengan tingkat penduduk miskin tertinggi kedua di Jakarta Selatan. Survei dilakukan kepada mereka yang telah berusia 17 tahun, dengan jumlah responden sebanyak 100 orang.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan dapat dilihat bahwa dari 100 responden yang disurvei, 99 persen pernah mendengar kata halal. 94 persen pernah melihat label halal pada makanan dan 83 persen sudah mempertimbangkan label halal sebelum membeli membeli makanan.
No | Indikator | Jawaban | Total | |
Ya | Tidak | |||
1 | Pernah mendengar kata “Halal” | 99 | 1 | 100 |
2 | Pernah melihat label halal pada makanan yang dibeli | 96 | 4 | 100 |
3 | Mempertimbangkan label halal saat membeli | 83 | 17 | 100 |
Jika ditelaah lebih lanjut seperti apa karakteristik orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap status kehalalan, perempuan umumnya memiliki kepedulian yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Tingkat pendidikan yang rendah berpotensi untuk tidak peduli halal dan demikian juga dengan pendapatan yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari data yang dikumpukan bahwa mereka yang tidak berpendidikan dan memiliki pendapatan kurang dari satu juta juga tidak peduli dengan status halal, sebagaimana Tabel di bawah ini.
Table 2. Tabulasi kepedulian masyarakat terhadap status halal berdasarkan pendapatan
Kepeduliian masyarakat menengah ke bawah terhadap status kehalalan makanan | Total ((%) | ||||
Tidak (%) | Ya (%) | ||||
Pendapatan | < Rp1.000.000 | ||||
27.3 | 72.7 | 100 | |||
Rp. 1.000.000 – <Rp. 1.500.000 | |||||
10.3 | 89.7 | 100 | |||
Rp. 1.500.000 – <Rp. 2.000.000 | 14 | 17 | |||
17.6 | 82.4 | 100 | |||
Rp. 2.000.000 – <Rp. 2.600.000 | 5 | 27 | 32 | ||
15.6 | 84.4 | 100 |
Sumber: Data primer 2022, diolah
Bertasalkan Tabel 2 di atas, kelompok masyarakat yang berpendapatan kurang dari Rp 1 juta memiliki persentase tidak peduli halal paling tinggi dibanding kelompok pendapatan yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan mereka yang berpendapatan di bawah 1 juta lebih fokus kepada usaha untuk dapat bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari 1 juta sehingga belum terlalu peduli dengan status atau tidaknya makanan.
Meskipun demikian analisis statistik lebih lanjut menunjukkan bahwa pengetahuan halal, pendapatan, dan pendidikan tidak signifikan terhadap kepedulian halal sedangkan faktor lain yang lebih berpeluang memengaruhi kepedulian terhadap kehalalan makanan adalah religiusitas, keberadaan informasi atau label halal dan juga harga. Namun dari kesemua faktor tersebut, faktor yang paling besar pengaruhnya adalah keberadaan label halal. Artinya adanya label halal akan meningkatkan peluang kepedulian dan juga awareness dari kelompok masyarakat menengah ke bawah terhadap status halal makanan.
Implikasi dari temuan dari riset ini adalah pentingnya untuk mencantumkan label atau informasi kehalalan pada produk makanan pada produk yang beredar di masyarakat termasuk di lingkungan masyarakat menengah ke bawah karena hal ini akan membantu meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap status kehalalan makanan khususnya kelompok masyarakat menengah kebawah. Oleh karena itu, program halal self declare ataupun sertifikasi gratis bagi UMKM harus ditingkatkan karena membantu menyediakan informasi/label halal bagi UMK yang produknya banyak beredar di kalangan menengah ke bawah.