Oleh D. S. Priyarsono (Dosen Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University)
Sepuluh tahun yang lalu, dalam kampanye capres, ada gagasan menarik tentang strategi pembangunan ekonomi, yakni yang terkenal dengan sebutan “membangun dari pinggiran”. Gagasan itu diusung oleh capres yang ternyata kemudian terpilih menjadi presiden RI hingga saat ini. Gagasan itu lebih lanjut diimplementasikan melalui dua strategi utama, yakni investasi publik besar-besaran di wilayah pinggiran, khususnya melalui Program Dana Desa, dan investasi swasta dan publik untuk membuka konektivitas antarwilayah melalui pembangunan prasarana dan sarana transportasi. Strategi itu antara lain didukung pendanaan hasil dari realokasi APBN dari yang sebelumnya banyak tersedot ke subsidi BBM menuju ke penggunaan untuk pembangunan infrastruktur.
Tentu urusannya tidak sederhana bila ada keinginan untuk mengevaluasi sejauh mana efektivitas gagasan “membangun dari pinggiran” bahkan kalau pun itu dilakukan dengan ukuran-ukuran yang baku seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat kemerataan kesejahteraan, atau pun penurunan angka kemiskinan. Persoalannya, proses ekonomi adalah resultante dari berbagai interaksi yang melibatkan banyak faktor, baik internal maupun eksternal, baik yang dapat dikendalikan atau pun yang tidak.
Namun tak bisa dibantah bahwa dalam kurun waktu dua puluh tahun hingga menjelang masa pandemi kemarin ini angka kemiskinan di Indonesia baik di perkotaan maupun di perdesaan menurun secara cukup signifikan. Secara umum angka kemiskinan di perdesaan konsisten lebih tinggi daripada angka kemiskinan di perkotaan. Pada awal kurun waktu itu laju penurunan angka kemiskinan di perdesaan lebih cepat, sehingga kesenjangan angka kemiskinan desa-kota (diukur dengan selisih atau nisbah) cenderung mengecil. Namun, belakangan ini laju penurunan angka kemiskinan di perdesaan agak melambat sedemikian rupa sehingga kesenjangan angka kemiskinan desa-kota cenderung tidak berubah, bahkan stagnan. Gejala ini kurang menggembirakan, karena dapat menjadi indikasi bahwa upaya penurunan angka kemiskinan di perdesaan tengah menemui hambatan.
Studi kami (Priyarsono dkk., 2023, Determinan Kesenjangan Kemiskinan Desa-Kota di Indonesia, https://doi.org/10.22146/mgi.80932) mencoba menggali faktor-faktor penyebab tidak mengecilnya kesenjangan itu. Berdasarkan pengalaman pembangunan ekonomi berbagai negara yang banyak dikaji oleh para peneliti, sekurang-kurangnya ada lima faktor yang diduga berpengaruh terhadap kesenjangan angka kemiskinan desa-kota, yaitu (1) pertumbuhan ekonomi, (2) produktivitas sektor pertanian, (3) transformasi perdesaan, (4) kapasitas fiskal, dan (5) pendidikan di perdesaan.
Untuk memverifikasi dugaan itu, kami menganalisis data angka kemiskinan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, semua provinsi di Indonesia (kecuali Jakarta yang dapat dikatakan tidak punya wilayah perdesaan) pada kurun waktu tahun 2000-2020. Hasil analisis itu menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan pertumbuhan PDRB/kapita memang menurunkan angka kemiskinan, namun penurunan angka kemiskinan itu lebih pesat terjadi di perkotaan daripada di perdesaan. Akibat akhirnya adalah bahwa pertumbuhan ekonomi itu tidak mampu mengurangi kesenjangan kemiskinan desa-kota. Dengan kata lain, laju pengurangan kemiskinan perdesaan yang dihasilkan oleh berbagai kebijakan afirmatif (misalnya Program Dana Desa yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan berbagai kebijakan pro-perdesaan lainnya) tidak bisa mengimbangi laju pengurangan kemiskinan di perkotaan.
Temuan lain penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas sektor pertanian ternyata diiringi dengan pengurangan kesenjangan kemiskinan desa-kota, ceteris paribus. Artinya, di provinsi-provinsi dengan produktivitas sektor pertanian tinggi, secara rata-rata kesenjangan angka kemiskinan desa-kotanya lebih kecil daripada di provinsi-provinsi dengan produktivitas sektor pertanian rendah. Hal ini mudah dipahami, karena kegiatan sektor pertanian pada umumnya berlangsung di perdesaan. Kenaikan produktivitas sektor pertanian berimplikasi pada peningkatan pendapatan penduduk perdesaan secara relatif merata sehingga berimbas pada penurunan angka kemiskinan di perdesaan. Dengan demikian dapat direkomendasikan bahwa upaya peningkatan produktivitas sektor pertanian yang berdampak pada penurunan angka kemiskinan di perdesaan perlu terus diperkuat.
Transformasi perdesaan adalah proses perubahan komposisi kesempatan kerja di perdesaan, dari yang umumnya didominasi oleh kesempatan kerja sektor pertanian menjadi bergeser ke kesempatan kerja non-pertanian. Pergeseran itu dapat terjadi karena sektor non-pertanian menawarkan produktivitas yang lebih tinggi daripada yang ditawarkan oleh sektor pertanian. Dengan demikian, proses ini berpotensi menaikkan rata-rata pendapatan rumah tangga perdesaan. Jika proses ini secara cukup merata dapat dinikmati juga oleh rumah tangga miskin, maka dapat diharapkan bahwa angka kemiskinan di perdesaan menurun seiring dengan berkembangnya transformasi perdesaan. Walaupun demikian, ternyata hasil analisis data kuantitatif menunjukkan bahwa transformasi perdesaan secara statistik tidak signifikan mengurangi kesenjangan kemiskinan desa-kota. Patut diduga bahwa perluasan kesempatan kerja non-pertanian di perdesaan agaknya lebih banyak dimanfaatkan oleh warga desa lapisan atas (golongan tidak miskin). Kesempatan kerja non-pertanian yang muncul di perdesaan agaknya membutuhkan jenis dan level keterampilan yang hanya dapat dipenuhi oleh masyarakat non-miskin, sedemikian rupa sehingga belum cukup efektif mengurangi kesenjangan kemiskinan desa-kota.
Kapasitas fiskal mencerminkan alokasi anggaran pemerintah daerah (APBD provinsi) yang ditujukan bagi pengurangan angka kemiskinan di daerah yang bersangkutan. Studi kami menggunakan data indeks kapasitas fiskal tingkat provinsi yang disediakan Kementerian Keuangan. Hasil analisis statistik kami mengindikasikan bahwa berbagai kebijakan fiskal yang diterapkan oleh pemerintah daerah ternyata tidak mengurangi, bahkan menambah lebar, kesenjangan kemiskinan desa-kota. Artinya, kebijakan fiskal daerah dapat menurunkan angka kemiskinan baik di desa maupun di kota, namun ternyata kebijakan itu mengurangi angka kemiskinan perkotaan secara lebih efektif daripada perdesaan.
Pengalaman di banyak negara menunjukkan bahwa pendidikan secara signifikan mengurangi angka kemiskinan di wilayah perdesaan. Hasil analisis ekonometrika dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk perdesaan yang diukur dengan rata-rata banyaknya tahun bersekolah penduduk perdesaan secara amat signifikan berhasil menurunkan kesenjangan kemiskinan desa-kota. Artinya, secara umum provinsi-provinsi yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi di perdesaan mempunyai kesenjangan kemiskinan desa-kota yang lebih kecil. Dengan kata lain, tingkat pendidikan penduduk perdesaan secara efektif dapat menurunkan angka kemiskinan di perdesaan. Oleh karena itu, untuk mengurangi angka kemiskinan, pendidikan di perdesaan perlu terus dikembangkan.
Sebagai kesimpulan, berdasarkan hasil analisis ekonometrika atas data angka kemiskinan desa-kota level provinsi dalam kurun waktu tahun 2000-2020, ternyata dari lima faktor yang diduga berpengaruh terhadap kesenjangan kemiskinan desa-kota hanya dua faktor yang berpengaruh signifikan, yaitu faktor produktivitas sektor pertanian dan faktor tingkat pendidikan penduduk perdesaan. Adapun tiga faktor lainnya, yaitu pertumbuhan ekonomi, faktor transformasi perdesaan, dan faktor kapasitas fiskal, memang juga menurunkan angka kemiskinan secara umum, namun lebih banyak dinikmati oleh penduduk wilayah perkotaan dan kurang dapat dimanfaatkan oleh penduduk wilayah perdesaan untuk mengurangi angka kemiskinan.
Berdasarkan kesimpulan itu dapat direkomendasikan bahwa untuk mengurangi kesenjangan angka kemiskinan desa-kota upaya peningkatan produktivitas sektor pertanian perlu terus diperkuat. Demikian juga, upaya peningkatan cakupan dan kualitas pendidikan di perdesaan perlu memperoleh prioritas yang tinggi. Di pihak lain, perlu ada evaluasi atas efektvitas program-program afirmatif untuk wilayah perdesaan yang diselenggarakan melalui upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi, upaya transformasi perdesaan, dan upaya perbaikan kapasitas fiskal.