Oleh Dr. Bayu Krisnamurthi (Staf Pengajar Departemen Agribisnis FEM IPB), Rizqi Imaduddin Hakim (Mahasiswa Magister Sains Agribisnis IPB)
Pertanian dalam arti usahatani lazimnya memiliki pertumbuhan yang moderat, sekitar 3 persen, termasuk saat pemulihan ekonomi seperti saat ini. Namun ketika krisis terjadi, misalnya saat pandemi Covid-19 yang lalu, pertumbuhan sektor pertanian tidak serta merta anjlok disaat pertumbuhan sektor lainnya turun drastis. Sektor pertanian masih bisa tumbuh pada kisaran 1 sampai 2 persen. Ini menjadi ciri pertanian, yaitu memiliki sifat lembam tetapi lenting: jatuh tidak anjlok, naik tidak meroket.
Menjawab kebutuhan akan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesempatan kerja, khususnya di pedesaan, strategi yang tepat adalah hilirisasi pertanian.
Menghidupkan kembali hilirisasi pertanian
Hilirisasi pertanian sebenarnya sudah terjadi meskipun tidak dengan gembar-gembor yang masif di media massa. Hilirisasi pertanian diyakini dapat membuka lapangan pekerjaan yang besar. Sumberdaya dan aktivitas pertanian yang tersebar di daerah-daerah seluruh Indonesia juga membuat hilirisasi pertanian tepat untuk menciptakan pemerataan ekonomi. Hal ini berbeda dengan pertambangan yang terkonsentrasi di beberapa tempat saja. Redistribusi ekonomi lebih tepat dicapai dengan hilirisasi pertanian daripada hilirisasi pertambangan. Perlu diingat pula pertanian adalah sektor yang dapat diperbaharui. Berbeda dengan sektor pertambangan yang suatu saat akan habis. Oleh karena itu hilirisasi pertanian sebagai strategi penciptaan lapangan pekerjaan dan pemerataan ekonomi adalah suatu strategi yang tepat.
Pada era 90-an dan awal 2000, dikenal jargon agroindustrialisasi pedesaan, yang merupakan bentuk dari hilirisasi pertanian di pedesaan. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas pertanian dan mendorong pertumbuhan ekonomi serta pada saat yang bersamaan meningkatkan kesempatan kerja. Pada saat itu agroindustrialisasi menjadi bagian dari strategi untuk melakukan transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri.
Salah satu contoh hilirisasi pertanian yang berhasil dilakukan adalah pada usaha sawit. Sawit telah menjadi bisnis unggulan Indonesia, menciptakan jutaan kesempatan kerja, tersebar di berbagai daerah, dan menjadikan Indonesia sebagai produsen sekaligus eksportir nomor satu di dunia. Hal ini terjadi karena keberhasilan hilirisasi di perkebunan sawit yang telah berlangsung lebih dari 25 tahun.
Pada awalnya minyak sawit digunakan pada industri makanan. Lalu berkembang menjadi oleochemical yang dipakai di industri kosmetik dan aneka produk kebutuhan sehari-hari. Dan dalam 10 tahun terakhir hilirisasi minyak sawit telah masuk pada industri energi. Saat ini telah ditemukan teknologi dan formulasi untuk membuat plastik biodegradable berbahan dasar minyak sawit. Inovasi tersebut penting untuk mengurangi ketergantungan umat manusia akan plastik berbahan dasar minyak fosil, dan sekaligus menjadi alternatif pengembangan hilirisasi sawit berikutnya.
Selain sawit, hilirisasi juga telah terjadi di beberapa pertanian perkebunan lain, seperti karet dan kopi. Penggunaan karet alam pada industri ban dan aneka alat kesehatan merupakan bentuk hilirisasi yang masih terus berkembang. Pada pertanian kopi, hilirisasi awalnya hanya untuk menjadi kopi bubuk. Pengembangan lebih lanjut dilakukan sehingga bisa menjadi kopi instan dan kopi dalam kemasan. Saat bertumbuh pesat kopi disajikan lewat kafe yang menjamur di seluruh daerah. Adanya peningkatan pendapatan dan selera masyarakat bahkan telah mendorong berkembangnya kopi spesial, yaitu kopi berkualitas tinggi dan bercita rasa khas.
Belajar dari pengalaman tersebut wacana mendorong kembali hilirisasi pertanian adalah hal yang perlu didukung. Dan Indonesia masih memiliki banyak potensi pengembangan hilirisasi.
Misalnya hilirisasi rumput laut. Rumput laut merupakan komoditas yang banyak dikembangkan Indonesia dan memiliki potensi pengembangan produk yang luas. Saat ini hilirisasi rumput laut baru sampai tahap produk menengah berupa karagenan atau agar-agar. Padahal pohon industri rumput laut masih sangat luas, seperti cat, tekstil, kosmetik, produk-sehari-hari seperti pasta gigi, sabun, shampo, bahkan hingga ke plastik dan bioetanol.
Hilirisasi produk pertanian lain yang potensial adalah hilirisasi umbi-umbian. Pengembangan tepung dari umbi-umbian dapat memperkaya ragam pilihan makanan sumber karbohidrat selain beras. Salah satu contohnya umbi porang yang diolah menjadi tepung porang atau konjac atau shirataki; atau dari tepung singkong yang diolah menjadi beras analog dan banyak produk lainnya.
Tanaman jamu-jamuan dapat dikembangkan menjadi suplemen, obat-obatan, dan kosmetik. Dalam hal ini Indonesia banyak dikenal memiliki keanekaragaman empon-empon yang dapat dihilirisasikan menjadi biofarmaka, kosmetik, suplemen, minuman, dan camilan.
Dukungan Yang Diperlukan
Hilirisasi pertanian membutuhkan dukungan seperti halnya kebijakan dukungan yang diberikan pada sektor pertambangan.
Dukungan yang utama diperlukan adalah investasi, baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri. Investasi ini, selain untuk pengembangan industri dan kegiatan hilir terkait, juga diperlukan untuk memfasilitasi UKM (Usaha Kecil Menengah) Desa, BUMDes (Badan Usaha Milik Desa), atau koperasi pedesaan.
Dari sisi investasi memang saat ini pertanian (on-farm) tidak terlalu menarik. Investasi justru akan menarik apabila dilihat dari segi produk hilirisasinya. Pertama, hilirisasi dalam bentuk agroindustri pangan. Pertumbuhannya mencapai 14 hingga 20 persen.
Kedua, agroindustri energi. Energi berbasis pertanian saat ini semakin berkembang. Selain biodiesel yang berasal dari kelapa sawit, juga berkembang permintaan untuk pellet biomassa untuk substitusi batubara, dan bioetanol dari beberapa bahan baku Tidak menutup kemungkinan akan muncul komoditas-komoditas lain juga dapat “dienergikan”.
Ketiga, agroindustri produk keseharian. Pertumbuhan produk-produk keseharian seperti sabun, sampo, dan sebagainya masih sangat menarik.
Keempat, agroindustri biofarmaka. Agroindustri ini mengolah komoditas pertanian menjadi produk-produk suplemen dan obat-obatan.
Kelima, agroindustri serat. Beberapa komoditas seperti pisang, nanas, dan tentu saja kapas telah diolah menjadi serat untuk kemudian disalurkan pada industri fashion yang memiliki pertumbuhan pesat. Juga industri material untuk panel, furniture, dan sebagainya.
Adanya spektrum pengembangan agroindustri yang luas itu perlu untuk diketahui khalayak umum. Juga oleh kalangan lembaga keuangan, agar dapat dipahami bahwa tentang investasi usaha hilir pertanian tidak hanya sebatas tanaman dan hewan saja. Dengan demikian daya tarik investasi hilirisasi melalui agroindustri akan jauh lebih besar.
Namun demikian harus diperhatikan bahwa hilirisasi adalah bagian dari sebuah upaya sistemik. Sesuai dengan sifatnya yang dapat diperbaharui, upaya hilirisasi pertanian juga membutuhkan pengembangan sektor hulu agar dapat memasok bahan baku yang berkesesuaian. Baik berupa kepastian produksi, kualitas, jenis produk, harga, dan lain sebagainya. Secara bersamaan perlu juga dikembangkan pemasaran dari produk-produk hilirisasi tersebut agar dapat diterima oleh masyarakat.
Tidak lupa pengembangan dalam hal riset dan sumberdaya manusia. Saat ini di dunia sudah banyak berkembang teknologi untuk melakukan agroindustrialisasi. Sudah banyak negara yang mampu menciptakan teknologi untuk mengolah produk pertanian menjadi produk baru bernilai tinggi. Tantangan yang lebih besar justru datang dari ketersediaan sumberdaya manusia.
Tidak dapat dipungkiri sumberdaya manusia juga memerlukan investasi agar dapat tumbuh dan berkembang. Apabila dapat diarahkan dengan baik, dan dengan kebijakan yang konsisten, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar karena saat ini pendidikan vokasi di Indonesia sudah cukup berkembang. Demikian pula perguruan tinggi memiliki riset-riset terkait yang relatif sudah baik. Upaya yang perlu dilakukan adalah membangun kurikulum pendidikan yang sesuai.
Intinya, perlu orkestrasi kebijakan yang tepat dan utuh, sekaligus kepemimpinan operasional yang paham dan mampu, untuk membangun hilirisasi dalam wujud agroindustrialisasi berbasis pertanian.–
sumber: https://republika.id/posts/42290/menghidupkan-kembali-hilirisasi-pertanian