Oleh Dewi Setyawati, Peneliti International Trade Analysis and Policy Studies (ITAPS) Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB
Ada tiga hal utama yang perlu diperhatikan agar UMKM bisa merambah pasar ekspor.
Mungkinkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) go internasional? Jawabannya adalah mungkin sekali. Beberapa waktu lalu produk bumbu dan tuna untuk konsumsi haji yang diekspor ke Jeddah merupakan hasil produksi UMKM. Sebelumnya sudah banyak UMKM yang melakukan ekspor produk ke bebebarapa negara. Tercatat kontribusi UMKM terhadap total nilai ekspor non migas sebesar 15,7% (KemenkopUKM, 2021). Tentunya persentase ini masih dapat ditingkatkan melihat jumlah UMKM di Indonesia lebih dari 65 juta unit dan keterlibatan tenaga kerja melebihi 119 juta orang. UMKM telah memberikan peranan sebagai penopang perekonomian yang mampu berkontribusi terhadap 99,9% penyerapan lapangan kerja dan menyumbang 60,5% terhadap PDB nasional.
Dari sisi peluang, Indonesia memiliki daya saing produk yang cukup tinggi dan mampu bersaing di pasar internasional. Namun demikian masih banyak kendala dan menjadi gap permasalahan yang dialami oleh UMKM secara umum. Bermacam kendala dihadapi mulai dari aspek teknis produksi, pemasaran, sumberdaya manusia, keuangan, serta aspek pendukung lainnya. Kendala-kendala tersebut dirasakan saat terjadinya pandemi Covid-19 dan saat ini UMKM mulai berbenah kembali.
UMKM yang Bertumbuh
Sejalan dengan pertumbuhan usaha, UMKM memiliki tahapan dalam prosesnya. Saat awal UMKM akan lebih memfokuskan pada sisi produksi. Bagaimana UMKM mampu mengoptimasi produksinya sehingga dapat memberikan omzet dan keuntungan untuk meningkatkan kemapanan usaha. Jatuh bangun UMKM dalam melakukan “formulasi teknis produksi” seperti menjadi kawah candradimuka pelaku usaha. Setelah produk dirasa optimal dan ajeg, langkah selanjutnya UMKM mulai melirik pasar baru sebagai bagian dari perluasan pasar. Pada tahapan ini, setidaknya sebagai pengakuan terhadap produk, UMKM telah memperoleh beberapa sertifikasi produk pada level nasional seperti Sertifikat Nasional Indonesia (SNI) dan sertifikat halal. Manfaat dari sertifikasi dapat berpengaruh secara signifikan terhadap sistem operasional perusahaan, kepercayaan pelanggan, kualitas produk, daya kompetitif, tingkat kepuasan pelanggan dan sistem monitoring atau kontrol (Pujiastuti U dan Femina DV, 2010).
Pelaku UMKM yang sudah memiliki pengalaman melakukan penetrasi pasar untuk produknya akan terus melakukan survei pasar dan prilaku konsumen, apakah produknya telah sesuai dengan harapan pelanggan dan juga trend yang berkembang. Berbagai cara dilakukan dengan pencarian melalui media digital, asosiasi, kementerian/lembaga atau langsung melakukan survei kecil kepada pelanggan. Strategi kunci dalam pasar adalah dengan pengembangan jejaring atau networking serta terus menerus melakukan promosi. Tidak jarang pelaku UMKM memperoleh pesanan pada saat mengikuti pameran dagang yang diselenggarakan oleh jejaring yang telah dibangun. Seringkali pula UMKM memperoleh relasi baru melalui media digital pemasaran seperti online shop, marketplace atau website yang dapat menjangkau katalog produk yang disiapkan.
Pelaku UMKM ekspor perlu melihat internal kelembagaannya karena untuk menjadi perusahaan ekspor mensyaratkan bahwa dari sisi kelembagaan harus memiliki badan hukum berupa CV, Firma, PT, Persero, Perum, Perjan atau koperasi. Hal ini dapat menjadi penimbang apakah nanti UMKM akan melakukan joint ekspor melalui aggregator atau ekspor mandiri. Kondisi yang banyak ditemukan pada awalnya pelaku UMKM akan bermitra melakukan joint aggregator mengingat kelembagaan yang belum kuat atau belum mampu memenuhi kuota ekspor.
Menakar Potensi UMKM Merambah Pasar Ekspor
Beberapa contoh produk yang sudah banyak dilakukan ekspor oleh pelaku UMKM saat ini diantaranya adalah olahan makanan minuman, tekstil dan produk tekstil, kerajinan serta furniture. Cakupan wilayah ekspor menjangkau pasar tradisional maupun pasar non tradisional dengan kecenderungan permintaan yang spesifik antar negara maupun antar buyer. Bagaimana pelaku UMKM dapat naik kelas untuk merambah pasar ekspor? Setidaknya ada tiga hal utama yang harus diperhatikan dan dipertahankan terkait dengan 3K yaitu Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas produk.
[1] Kualitas. Kualitas produk merupakan suatu kemampuan produk dalam melakukan fungsi-fungsinya, kemampuan itu meliputi daya tahan, kehandalan, ketelitian, yang diperoleh produk dengan secara keseluruhan (Kotler dan Keller, 2016). Aspek teknis produksi memiliki peranan yang dominan dalam menentukan kualitas produk. Teknis produksi tersebut secara luas meliputi proses aktivitas pemilihan bahan baku, proses produksi sampai pasca produksi termasuk pengelolaan limbah. Keseluruhan proses harus disesuaiakan mengingat setiap negara memiliki aturan yang berbeda untuk jenis produk ekspor.
Bahan baku untuk pasar ekspor harus disesuaikan dengan permintaan, misalkan dalam produk kopi tidak terdapat bahan kimia aktif cemaran residu pestisida; pada produk kerajinan dan furniture memiliki legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan atau SLVK; pada produk makanan dan minuman sudah memenuhi Hazard Analysis and Critical Control Points, CODEX, Food and Drug Administration; pada produk tekstil terdapat OEKO-TEX: Care instruction, UV standard 801, sertifikasi PPE, pengujian round robin untuk benang, tahan luntur warna dan kain. Beberapa standar internasional ISO juga dipenuhi oleh pelaku usaha seperti ISO 9001 untuk manajemen mutu, ISO 14001 untuk lingkungan, ISO 22000 untuk keamanan pangan, ISO 45001 untuk pengendalian resiko terhadap Kesehatan, Keamanan dan Keselamatan Kerja. Pelaku UMKM perlu menelisik aturan-aturan, kebijakan dan sertifikasi yang diperlukan sehingga produk yang akan diekspor tidak ditolak masuk.
Demikian pula untuk pengemasan dan labelling minimal sesuai dengan SNI dan juga standar dari negara tujuan ekspor. Sebaiknya pada kemasan dibuat desain elegan yang dapat memperkuat brand image juga story telling behind the products sehingga menarik konsumen. Konsistensi kualitas produk dapat dilakukan melalui penerapan jaminan mutu pada semua lini sebagai quality control. Kurasi juga dapat digunakan untuk pengembangan produk kerajinan atau produk lain yang memiliki nilai seni atau art.
[2] Kuantitas. Kuantitas produk mengarah kepada jumlah atau volume produk UMKM yang akan diekspor. Untuk masuk dalam pasar ekspor, buyer sudah menetapkan kuantitas produk yang harus dipenuhi. Dalam perencanaannya, pelaku UMKM harus memikirkan sumberdaya yang dimiliki baik kemudahan bahan baku, kualitas dan keuantitas sumberdaya manusia serta dukungan teknologi.
[3] Kontinuitas. Terkait dengan kuantitas produk, ekspor membutuhkan kontinuitas atau kesinambungan sehingga pasokan barang dapat dijaga. Pelaku UMKM perlu bersinergi dan kolaborasi terutama dengan pemasok bahan baku melalui kontrak kerjasama kemitraan. Hal ini dilakukan agar bahan baku tersedia dengan mudah, baik bahan baku utama maupun bahan baku penolong. Data KemepenkoUKM memperlihatkan bahwa kemitraan antara UMK dengan UMB telah dilakukan, namun masih perlu ditingkatkan melihat kondisi saat ini masih sekitar 7%. Dalam implementasinya, pelaku UMKM ekspor di sektor pertanian komoditas padi, kopi, sayur mayur hingga produk kerajinan sudah banyak yang melakukan kemitraan tersebut sehingga dapat mendukung kontinuitas produksi.
Tantangan UMKM dalam Go Export
Saat ini banyak pelaku usaha belum mengetahui mekanisme ekspor termasuk persyaratan administrasi, legalitas usaha, persiapan produk yang diperlukan untuk ekspor. Secara aturan, pelaku usaha yang sudah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sudah dapat melakukan ekspor. NIB merupakan nomor identitas pelaku usaha sesuai dengan bidang usaha yang diatur dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Untuk memperoleh NIB dapat dilakukan secara online melalui sistem One Single Submission (OSS) pada laman milik Kementerian Perdagangan.
Penetapan pasar tujuan ekspor yang tepat menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku UMKM ekspor. Bagi pelaku usaha yang belum menemukan buyer perlu mencari informasi negara yang memiliki potensi melalui berbagai sumber dan jejaring. Hal ini juga terkait dengan hambatan atau keketatan untuk tarif dan non tarif. Untuk hambatan tarif, pelaku usaha dapat pula memanfaatkan negara yang telah memiliki perjanjian kerjasama perundingan perdagangan internasional seperti free trade agreement. Berdasarkan data Kemendag, sampai dengan bulan Maret 2023 Indonesia tercatat memiliki 16 perjanjian on-going, 17 perjanjian yang masih proposed/explored, 35 sudah concluded/implemented. Dalam prakteknya, hambatan non tarif measure lebih banyak diterapkan oleh negara tujuan ekspor.
Persaingan usaha semakin meningkat dan pelaku usaha UMKM harus mampu bersaing dan meng-upgrade kapasitas termasuk dalam masalah digitalisasi perdagangan. Pada tahun 2021, nilai ekonomi digital mencapai 70 miliar USD dengan perkiraan pada tahun 2025 mencapai 146 milyar USD dan 315,5 miliar USD pada tahun 2030. Bertitik tolak dari kondisi tersebut, pelaku UMKM ekspor dapat memanfaatkan potensi ekonomi digital untuk mengembanagkan usahanya.
Supporting System sebagai Salah Satu Bagian Keberpihakan
Dalam satu sitem, keterkaitan antar sistem dapat menjadi penentu keberhasilan. Strategisnya peran UMKM terhadap pembangunan dan perekonomian nasional menjadi salah satu landasan banyaknya para pihak yang memberikan fokus pengembangan UMKM. Sudah seyogyanya koordinasi antar pihak dilakukan agar terbentuk sinergitas dalam pencapaian target dan sasaran nasional. Kolaborasi antar kementerian dan lembaga, pemerintah pusat dan daerah diperlukan untuk memenuhi kebutuhan UMKM terhadap dukungan kebijakan, fasilitas dan pembiayaan. Model ABGC (academician, businessman, government, community) merupakan unsur kekuatan yang dapat disinergikan.
Tabel 1. Keterkaitan Aktivitas dan Stakeholder dalam Aspek yang Dibutuhkan UMKM Ekspor
Aspek | Aktivitas | Stakeholder |
Produksi | Teknis produksi, logistis penunjang sarana produksi | K/L pembina teknis sesuai produk (Kementan, KKP, KLHK, Kemenperin dll), BRIN dan akademisi untuk transfer teknologi |
Pemasaran | Pameran, akses pasar, inteligen pasar/list buyer, promosi, trade expo, business matcing, Good Design Indonesia | Kemendag (ITPC, Atase Perdagangan, FTA Centre, Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia), Kemenlu/KBRI, K/L dan BUMN yang memiliki binaan UMKM, asosiasi, Kadin dll |
Sumberdaya Manusia | Pelatihan dan pembinaan (teknis produksi, desain, kemasan, digital), pengetahuan dasar ekspor | KemenkopUKM, Kemendag, Kemenperin, BI, K/L lain, BUMN, asosiasi, akademisi |
Keuangan | Fasilitas fiskal, fasilitas non fiskal (penyediaan informasi pasar ekspor, pengembangan produk ekspor, dan pelatihan ekspor), dukungan pembiayaan, penjaminan dan asuransi orientasi ekspor nasional, serta jasa konsultasi | BI, perbankan, LPEI, Kemenkeu, CSR BUMN |
Legalitas, Kebijakan | Sertifikasi, Merk, HAKI, penyelesaian sengketa hambatan perdagangan, Surat Keterangan Asal (SKA), pengurusan perizinan (Misal Nomor Induk Berusaha/NIB, NPWP) | KemenhumHAM, Kemendag, Badan Standarisasi Nasional, Kemenperin, lembaga sertifikasi, |
Satu hal akhir yang perlu menjadi perhatian adalah updating data yang terkait dengan UMKM di Indonesia dan terintegrasi antar kementerian dan lembaga. Dengan data yang terintegrasi diharapkan UMKM Indonesia akan lebih maju dan berkembang pesat
sumber: https://republika.id/posts/41905/meningkatkan-kinerja-ekspor-umkm-indonesia