OLEH Cindy Nuari, Realita Putri Alfianti, Nurilmi, dan Cindy Amelia Putri Nasution (Mahasiswa Pascasarjana Ekonomi Pertanian IPB)
Dr. Sahara (Direktur International Trade Analysis and Policy Studies FEM IPB)
Dewi Setyawati, MSi (Peneliti International Trade Analysis and Policy Studies FEM IPB)
Dampak anomali cuaca pada 2023 menciptakan tantangan serius bagi pasokan pangan global. Hal tersebut memaksa beberapa negara, termasuk India untuk mengurangi ekspor berasnya ke Indonesia.
Anjloknya produksi global memicu retriksi pangan dari beberapa negara, seperti Rusia, Bangladesh, dan India. Namun, larangan ekspor Rusia dan Bangladesh tidak berdampak signifikan karena bukan pemasok utama beras di Indonesia.
Menyikapi dinamika pasokan global, Badan Pusat Statistik merilis bahwa impor beras Indonesia terbesar sepanjang Januari sampai Agustus 2023 berasal dari Thailand dengan volume 802 ribu ton atau mencakup 50,36 persen dari total impor beras. Data ini memberikan gambaran jelas tentang ketergantungan negara Indonesia pada impor beras dari negara tetangga.
Kenaikan harga seharusnya menjadi perhatian serius mengingat tingginya konsumsi beras di Indonesia. Berdasarkan data Word Bank Juli 2023, rata-rata harga beras Thailand pada tahun 2023 mengalami kenaikan hingga mencapai 514 dolar AS per ton pada Juni 2023. Kenaikan dan stabilitas harga pangan merupakan suatu hal yang penting dalam membuat sebuah kebijakan bagi negara berkembang, terlebih konsumsi beras yang tinggi dan ketidakpastian pasokan global.
Lalu, bagaimana potensi harga beras untuk beberapa bulan ke depan? Pertanyaan tersebut dapat dijawab melalui peramalan harga beras melalui model Autoregressive Integrated Moving Average Model (ARIMA).
Data yang digunakan yaitu deret bulanan periode Januari 2019 hingga November 2023 untuk beberapa jenis data harga. Harga rata-rata beras impor berasal dari Word Bank untuk jenis Rice Thailand 5 persen, Rice Thailand 25 persen, Rice Thailand A1, dan Rice Vietnam 5 persen. Sedangkan perkiraan harga rata-rata beras lokal pasar tradisional di Indonesia mengambil sampel harga beras medium I, medium II, dan Kualitas Super I dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS).
Hasil peramalan dengan data tersebut menunjukkan bahwa baik untuk rata-rata beras impor dan rata-rata beras lokal mengalami kenaikan harga. Harga rata-rata beras impor, yaitu Rice Thailand 5 persen, Rice Thailand 25 persen, Rice Thailand A1 dan Rice Vietnam 5 persen mengalami kenaikan dalam rentang waktu Desember 2023 hingga Mei 2024. Hal ini disebabkan dampak anomali cuaca di beberapa negara di dunia, yang mengalami El Nino dan La Nina yang membuat beberapa negara pengekspor beras memberlakukan larangan ekspor beras dan menciptakan ketidakpastian dalam pasokan global.
Harga rata-rata beras impor tidak hanya bersifat lokal, tetapi memiliki dampak secara langsung terhadap harga beras di tingkat nasional. Larangan impor negara-negara pengekspor beras memperkeruh kondisi pasar karena mengurangi pasokan global. Kondisi ini berdampak bagi Indonesia yang juga sedang menghadapi fenomena El Nino.
Kondisi kenaikan harga pada Desember 2023 sampai Mei 2024 juga terjadi pada rata-rata harga beras lokal di tingkat pasar tradisional, yaitu beras medium I, medium II, dan super I. Kenaikan harga rata-rata beras dipasar tradisional pada bulan tertentu dapat disebabkan oleh perayaan hari Natal, hari Raya Idul Fitri, larangan impor beras oleh negara-negara pengekspor di dunia.
Fenomena El Nino yang berdampak di Indonesia juga menjadi penyebab kenaikan harga beras. Petani mengalami keterlambatan dalam menanam padi karena kekeringan di beberapa wilayah di Indonesia.
Peningkatan harga rata-rata beras lokal di pasar tradisional menjadi titik perhatian utama pemerintah dan perilaku industri, karena dapat memengaruhi stabilitas ekonomi domestik dan memberikan dampak langsung terhadap konsumen. Dalam upaya menjaga stabilitas harga beras lokal di tingkat pasar tradisional, diharapkan pemerintah dan pelaku industri di tingkat nasional terus melakukan berbagai langkah membuat kebijakan dan strategi diterapkan untuk merespons perubahan pasar dan dampak kenaikan harga beras.
Kebijakan pembangunan infrastruktur pertanian, termasuk irigasi yang efisien perlu diperkuat untuk mengatasi dampak perubahan iklim pada produksi beras. Peningkatan kualitas dan efisiensi dalam rantai pasok pangan juga menjadi aspek penting untuk memastikan distribusi beras yang lancar dari petani ke konsumen.
Dukungan kebijakan diperlukan dalam penggunaan digitalisasi dan teknologi pertanian sehingga mampu meningkatkan efisiensi produksi dan meningkatkan ketahanan pangan nasional. Inovasi seperti sistem informasi pasar pertanian, pertanian berbasis data, dan drone untuk memantau tanaman dapat membantu petani beradaptasi dengan cuaca dan pasar.
Selain itu, edukasi masyarakat tentang pola konsumsi pangan yang berkelanjutan dapat membantu mengurangi tekanan pada pasokan beras. Kampanye untuk mendorong diversifikasi konsumsi pangan dengan menawarkan makanan alternatif yang lebih tahan terhadap fluktuasi harga, juga dapat menjadi langkah positif dalam mencapai ketahanan pangan masyarakat.
Sangat penting untuk diingat bahwa keadaan ini tetap berubah dan dapat berubah dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu, perlu mengetahui apa saja dampak potensial konsumen dan pelaku usaha, sehingga pemantauan harus terus dilakukan. Hal tersebut dilakukan untuk mengatasi berbagai kesulitan kenaikan harga beras di pasar domestik dan internasional juga untuk menjaga stabilitas pasar dalam jangka panjang.
Indonesia dapat memanfaatkan momentum ini untuk membuat kebijakan pangan yang holistik dan berkelanjutan sambil menghadapi tantangan harga beras yang terus meningkat. Melalui kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat, diharapkan Indonesia dapat mencapai keseimbangan yang tepat antara keberlanjutan ekonomi, kesejahteraan petani, dan ketahanan pangan nasional yang kokoh dan stabil untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan.