OLEH Muhamad Zidan (Mahasiswa Ilmu Ekonomi Syariah FEM IPB) dan Laily Dwi Arsyianti (Dosen Ilmu Ekonomi Syariah)
Pada bulan Desember 2022, situs asing Sotheby’s Concierge Auction telah mencantumkan salah satu kepulauan di Indonesia yaitu Kepulauan Widi. Kepulauan Widi terletak di Kabupaten Halmahera, Provinsi Maluku Utara. Kepulauan Widi memiliki 100 pulau dengan beberapa bagian wilayahnya termasuk zona konservasi. Pulau yang terletak di tenggara Pulau Halmahera ini, hanya dihuni oleh penduduk dengan 15 kepala keluarga di bagian Pulau Daga Kecil. Penduduk ini berasal dari Pulau Halmahera Selatan yang berprofesi sebagai nelayan. Selebihnya, Kepulauan Widi merupakan gugusan pulau yang tak berpenghuni. Dengan potensi pulaunya yang dapat dijadikan sebagai destinasi pariwisata, menyebabkan adanya ancaman jika terjadi pelelangan pulau.
Sebelumnya, hak kelola Kepulauan Widi di pegang oleh PT. Leadership Island Indonesia (LII) yang telah sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1960 tentang hak milik pulau tidak boleh dimiliki oleh pihak asing dan diperbolehkan pemberian hak sewa pulau, serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang pengaturan pemanfaatan pulau-pulau kecil wajib memiliki perizinan pengelolaan. Hal tersebut, diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 pengganti Undang-Undang 27 Tahun 2007 mengenai pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau wajib memiliki izin kelola. Namun, peristiwa pelelangan Kepulauan Widi menurut PT. Leadership Island Indonesia (LII) tidak menyalahi aturan dikarenakan pelelangan yang dilakukan bertujuan untuk mencari modal dalam pengembangan pulau. Hal ini akan menimbulkan polemik karena benturan regulasi Undang-Undang Cipta Kerja pasal 26A tentang modal asing dalam pemanfaatan pulau dan wilayah pesisir.
Skema tersebut memiliki kekurangan atas penguasaan, pemanfaatan, dan ancaman lingkungan pulau. Berdasarkan penjelasan undang-undang tersebut, dalam pemanfaatan pulau dan wilayah pesisir skema yang digunakan adalah skema sewa. Skema ini tidak memberikan batasan terkait pemanfaatan. Meskipun pemanfaatan dan pengelolaan pulau telah tercantum pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, detail dan batasan tidak diberikan sehingga akan menimbulkan ancaman terhadap lingkungan dan sumber daya alam. Jika dibandingkan dengan skema wakaf, maka kekurangan tersebut akan terselesaikan tanpa menimbulkan ancaman lain. Skema wakaf merupakan konsep yang memberikan peluang seseorang atau entitas melepaskan hak kepemilikan atau penggunaan untuk kepentingan umum.
Skema wakaf memiliki perbedaan yang signifikan terhadap skema sewa. Letak perbedaan tersebut berada pada: Pertama, tujuan utama dari skema seperti wakaf yang mengutamakan aspek sosial sedangkan sewa memperhatikan aspek individu dan komersial; Kedua, sifat kepemilikan dari skema seperti wakaf dengan pemilik aset dapat melepaskan secara permanen atau temporer untuk tujuan wakaf sedangkan pada sewa pemilik aset tetap mempertahankan hak kepemilikan dan menyerahkan hak sewa; Ketiga, aspek finansial dari skema seperti wakaf tidak hanya dibuat untuk menghasilkan pendapatan untuk individu atau entitas pemilik melainkan juga untuk masyarakat sedangkan sewa dibuat untuk menghasilkan pendapatan untuk pemilik; Keempat, ketidakpastian kepemilikan seperti aset wakaf tidak dapat dijual atau dialihkan kepemilikan sedangkan aset sewa dapat berubah kepemilikannya, dalam hal ini pulau. Pada akhirnya, skema sewa akan memberikan celah ancaman pelelangan atau penjualan pulau tak berpenghuni di Indonesia.
Tanah milik negara merupakan bagian penting dari upaya meningkatkan pengelolaan dan pemanfaatan aset-aset negara demi kepentingan sosial dan umum. Wakaf tanah milik negara mengacu pada tindakan melepaskan sebagian tanah milik negara untuk tujuan wakaf. Skema wakaf untuk pulau tak berpenghuni dapat disamakan dengan wakaf tanah. Kedua skema tersebut memiliki kemiripan dari aspek perolehan dan pengelolaan. Dikarenakan pulau tak berpenghuni masuk dalam kelompok tanah milik negara, maka regulasi ini memiliki beberapa aspek kunci.
Pertama, regulasi ini mengatur prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh entitas yang ingin mengajukan permohonan untuk menggunakan tanah milik negara untuk wakaf. Ini termasuk persyaratan administratif, teknis, dan hukum yang harus dipenuhi agar penggunaan tanah dapat disetujui. Kedua, regulasi ini juga menetapkan tanggung jawab pemegang hak wakaf (wakif) dalam memelihara, mengelola, dan menjaga properti wakaf agar tetap berfungsi sesuai dengan tujuan wakafnya. Ketiga, regulasi tersebut menetapkan kerangka hukum untuk melindungi hak pihak ketiga yang mungkin terpengaruh oleh penggunaan tanah milik negara untuk wakaf. Hal ini bertujuan untuk menghindari sengketa hukum dan memastikan kejelasan hak kepemilikan tanah tersebut. Terakhir, regulasi wakaf tanah milik negara juga mencakup mekanisme pengawasan dan pelaporan untuk memantau penggunaan dan pengelolaan aset wakaf secara efektif dan efisien. Regulasi yang menjadi acuan adalah Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 2 Tahun 2017 mengenai tata cara pendaftaran tanah wakaf.
Skema wakaf ini dapat melindungi pulau tak berpenghuni dari pelelangan atau penjualan ke pihak asing. Mengingat Indonesia memiliki daerah pulau yang rawan pelelangan dan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Salah satu aspek kunci dari skema wakaf adalah konsep kepemilikan abadi yang melekat padanya. Ketika sebuah pulau atau sebagian tanah diwakafkan untuk kepentingan lingkungan atau konservasi sumber daya alam, hal itu berarti tanah tersebut tidak dapat dijual atau dialihkan kepemilikannya. Ini menjaga tanah tersebut dari potensi spekulasi atau pelelangan yang bisa mengancam lingkungan alaminya. Selain itu, skema wakaf juga dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pemeliharaan pulau mereka. Masyarakat yang merasa memiliki hubungan emosional dan spiritual dengan tanah wakaf akan lebih cenderung untuk berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan tersebut.
Konsep wakaf ini sejalan dengan aspek berkelanjutan dengan keterikatan antara aspek tuhan (spiritual), manusia, dan lingkungan. Sehingga, dapat mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) PBB poin 8, 14 dan 15. SDGs poin 8 mengenai pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, poin 14 terkait ekosistem lautan, dan poin 15 terkait ekosistem daratan. Pemerintah dan organisasi lingkungan dapat berperan dalam memastikan bahwa skema wakaf dilaksanakan secara efektif, dengan menetapkan aturan dan regulasi yang sesuai. Mereka juga dapat memberikan dukungan teknis dan finansial untuk proyek-proyek wakaf lingkungan yang berkelanjutan dengan skema sukuk wakaf ritel. Di era perubahan iklim dan ancaman pelelangan, skema wakaf dapat menjadi alat penting untuk melindungi pulau-pulau dan lingkungan yang berharga. Dengan menggabungkan aspek kepemilikan abadi masyarakat umum, pendidikan, partisipasi masyarakat, dan dukungan pemerintah, skema wakaf dapat menjadi solusi yang kuat dalam menjaga keberlanjutan pulau dan sumber daya alamnya.
Artikel ini di muat pada https://www.republika.id/posts/45680/perlindungan-pulau-tak-berpenghuni-melalui-skema-wakaf