OLEH Farida Ratna Dewi, Hardiana Widyastuti (Dosen Departemen Manajemen IPB), Yunan Kurniawan (Manager PT PLN Nusantara Power UP Tanjung Awar-Awar)
Perubahan iklim mempengaruhi hampir seluruh sektor terutama sektor pertanian yang sangat tergantung pada cuaca. Subsektor peternakan juga sangat terpengaruh dimana muncul risiko kelangkaan pakan hijauan, terganggunya kesehatan hewan ternak, dan risiko lainnya. Hal ini menyebabkan produktivitas subsektor peternakan menjadi menurun, selain kondisi sebelumnya bahwa perbandingan antara supply dan demand daging sebagai output dari usaha peternakan sangat tidak seimbang.
Pada tahun 2023, diketahui bahwa produksi daging sapi dan kerbau lokal sebesar 442,69 ribu ton sedangkan kebutuhannya sebesar 816,79 ribu ton. Kondisi ini menyebabkan terjadi defisit sebesar 374,1 ribu ton yang akhirnya harus dipasok dari daging impor.
Subsektor peternakan adalah salah satu subsektor yang berkontribusi terhadap peningkatan pemanasan global. Hal ini bersumber dari kotoran ternak yang mengandung gas metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O), karbon dioksida (CO2), dan amonia. Sebagian besar peternakan di Indonesia masih belum mengelola limbah kotoran ternaknya, sehingga jika terus menerus kondisi ini dibiarkan maka menjadi tidak sehat bagi lingkungan sekitar dan pemanasan global semakin meningkat. Pada akhirnya, masalah ini akan mempengaruhi produktivitas subsektor peternakan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan daging.
Untuk mendorong produktivitas subsektor peternakan tidak hanya menjadi tugas pemerintah, namun swasta dan BUMN juga perlu mengembangkan dengan melalui pembiayaan dalam program Corporate Social Responsibility (CSR). Terutama pada perusahaan yang mana masyarakat area ring I adalah memiliki potensi peternakan dan sumber pakannya.
Pelaksanaan program CSR dengan bersinergi dengan perguruan tinggi dan dinas terkait diharapkan akan mengoptimalkan dampak program terhadap pengembangan kapasitas dan kemandirian masyarakat. Program CSR tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada hasil social mapping dimana mempertimbangkan permasalahan, potensi, dan peluang yang ada di masyarakat ring I.
Salah satu program CSR yang merupakan blended kedua tipe tersebut yang dilakukan oleh PT PLN NP Nusantara Power unit pembangkit Tanjung Awar-Awar (PLN NP TJA) adalah pembangunan peternakan komunal yang ramah lingkungan. Pembangunan ini dilakukan setelah program peningkatan keterampilan peternak yang terdiri dari pemberian pelatihan manajemen kandang, pakan, pengelolaan limbah kotoran, dan pengelolaan bisnis peternakan sebagai sebuah korporasi.
Proses pelaksanaan program ini juga melibatkan mahasiswa yang mengambil mata kuliah capstone sociotechnopreneur dari Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen serta mahasiswa magang dan penelitian dari Fakultas Peternakan, IPB University. Dengan bersinergi maka hal ini dapat mendukung pencapaian SDGs (17) kemitraan untuk mencapai tujuan.
Kondisi eksisting peternakan di area ring I hampir sama sebagaimana kondisi peternakan rakyat di Indonesia pada umumnya. Kepemilikan ternak sebanyak 1-3 ekor per peternak, pola budi daya masih tradisional, biaya pakan sangat tinggi terutama di musim kemarau, limbah kotoran ternak belum dikelola, pekerja bersumber dari keluarga, kandang sangat dekat dengan tempat tinggal peternak (<25 meter), dan banyak kegagalan Inseminasi Buatan (IB).
Program untuk mengatasi hal-hal tersebut maka dibuatlah kandang komunal untuk sapi dan kambing yang dilengkapi dengan area tanaman hijauan sehingga ketersediaan pakan hijau lebih terjaga dan terjadi penyerapan karbon dari pembakaran batubara di area unit pembangkit.
Selain itu juga area tanaman legume, saluran pembuangan air kencing sapi dan kambing, serta saluran pembuangan kotoran ternak yang kemudian akan dibuat pupuk kandang yang akan dijual kepada kelompok tani sehingga menjadi tambahan penghasilan bagi peternak dan pemupukan di area legume serta pakan hijauan sehingga dapat mengefisiensikan biaya pemeliharaannya.
Selain menjadi pupuk kandang, limbah kotoran ini juga akan diolah menjadi biogas yang dapat dipergunakan untuk keperluan rumah tangga peternak sehingga selain menjadi penghasilan kelompok peternak sekaligus mengefisiensikan biaya rumah tangga. Dengan aktivitas ini maka akan mendukung pencapaian SDGs ke (1) Tanpa kemiskinan, (2) tanpa kelaparan, (3) kehidupan sehat dan sejahtera, dan (13) penanganan perubahan iklim.
Pelatihan pembuatan pakan alternatif yaitu silase telah diberikan kepada para peternak, hal ini untuk memitigasi risiko kekurangan pakan bagi hewan ternaknya terutama di musim kemarau, sehingga nutrisi tetap terjaga. Silase ini memanfaatkan tebon jagung yang melimpah pada saat panen dimana sebelumnya limbah ini hanya dibakar yang akan menimbulkan emisi karbon.
Perlakuan ini akan dapat mengurangi kadar karbon dalam udara di sekitar area peternakan. Maka hal ini dapat mendukung pencapaian SDGs (13) penanganan perubahan iklim. Sedangkan dari sisi digitalisasi, maka teknologi Radio Frequency Identification (RFID) diimplementasikan untuk merecord perkembangan ternak dari awal pembelian, pemeliharaan sampai terjadi penjualan dengan menggunakan ear tag RFID. Tujuannya agar peternak diperkenalkan dengan pencatatan secara digital yang akan memudahkan konsumen mentrace hewan ternak yang akan dibeli, selain itu dalam digitalisasi ini juga sudah dikaitkan dengan perhitungan harga pokok produksi sehingga menjadi bahan penentuan harga jual oleh peternak.