OLEH Laily Dwi Arsyianti (Dosen Ilmu Ekonomi Syariah IPB University) dan Adora Aurahma (Mahasiswa Ilmu Ekonomi Syariah IPB University)
Sektor makanan halal di dunia diperkirakan akan tumbuh senilai 1,38 triliun dolar AS menurut State of Global Islamic Economy Report (SGIE) 2020/2021. Terdapat juga peluang ekspor dari sektor industri makanan sebesar 2 miliar dolar AS dari pasar OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) dan non-OKI, seperti yang dipaparkan Bank Indonesia dalam Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah tahun 2021 (BI 2021).
Saat ini, Indonesia juga terus berbenah diri untuk menjadi pusat produsen halal dunia 2024 sebagaimana yang sudah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dalam RPJMN dipaparkan bahwa pengembangan industri halal merupakan salah satu prioritas strategi untuk peningkatan nilai tambah, lapangan kerja, industrialisasi dan investasi di sektor riil (RPJMN 2020).
Salah satu hal yang sangat penting untuk memaksimalkan potensi industri halal adalah sertifikasi halal bagi pelaku bisnis di Indonesia. Jumlah UMK yang mencapai 65 juta unit dapat memberikan dampak yang signifikan untuk mendukung industri halal. Maka dari itu, dibuatlah sebuah sistem sertifikasi halal khusus UMK Bernama sertifikasi halal self declare yang memiliki biaya lebih rendah dan proses pengurusan lebih sederhana dari pada sertifikasi halal reguler.
Sertifikat halal self declare merupakan sebuah sistem sertifikasi yang dibuat untuk memudahkan para pelaku usaha mikro dan kecil. Self declare adalah jalur sertifikasi halal dengan skema pernyataan pelaku usaha.
Perbedaan mendasar dari sertifikasi halal skema self declare dan reguler adalah skema reguler dalam prosesnya membutuhkan pengujian kehalalan produk oleh LPH. Sedangkan sertifikasi halal self declare tidak melalui LPH dan kehalalan produk didasari pada pernyataan pelaku usaha kemudian diverifikasi oleh pendamping PPH dari organisasi kemasyarakatan Islam, lembaga keagamaan Islam, maupun perguruan tinggi (BPJPH 2021).
Proses pengajuan sertifikasi halal self declare sesuai dengan standar BPJPH (Badan Pengelola Jaminan Produk Halal) membutuhkan waktu 21 hari. Setelah diterbitkan UU Cipta Kerja, proses tersebut menjadi lebih cepat, yaitu 12 hari kerja.
Pelaku usaha yang mengajukan sertifikasi halal reguler dikenakan biaya sebesar Rp 650 ribu yang digunakan untuk biaya pendaftaran dan pemeriksaan kehalalan produk oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Proses sertifikasi halal self declare tidak membutuhkan biaya. Namun, bukan berarti bebas dari biaya.
Hal tersebut disebabkan adanya program Sehati (sertifikasi halal gratis) bagi UMK yang pembiayaannya sudah dianggarkan oleh berbagai sumber seperti APBN, APBD, dana kemitraan, hibah, dan sumber dana lain sah serta tidak mengikat sebesar Rp 300 ribu. Penentuan nominal ini berdasarkan dari Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 57/pmk.05/2021 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal pada Kementerian Agama (Kemenag 2021).
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) pada tahun 2021 telah mencanangkan program 10 juta produk bersertifikasi halal melalui skema self declare atau biasa dikenal sebagai program Sehati bagi UMK sebagai program percepatan menuju wajibnya sertifikasi halal produk makanan, minuman, rumah pemotongan hewan, dan jasa (BPJPH 2021).
Pelaku bisnis harus memenuhi persyaratan untuk dapat mengajukan sertifikasi halal self declare sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2014, yaitu:
Kriteria umum
– Memiliki omzet maksimal 500 juta rupiah per tahun.
– Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB).
– Memiliki atau tidak memiliki surat izin edar (PIRT/MD/UKOT), Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi (SLHS) untuk produk makanan atau minuman dengan daya simpan kurang dari 7 hari.
– Melengkapi dokumen pengajuan sertifikasi halal dan mekanisme pernyataan pelaku usaha secara online melalui laman SiHalal.
Kriteria bahan
– Tidak berisiko dan sudah dipastikan kehalalannya
– Tidak berbahaya
– Tidak mengandung unsur hewan hasil sembelihan kecuali berasal dari produsen atau rumah potong yang sudah tersertifikasi halal
Kriteria proses
– Proses sederhana dan dipastikan kehalalannya oleh pendamping PPH
– Menggunakan peralatan produksi dengan teknologi sederhana/manual/semi otomatis usaha rumahan dan bukan pabrik
– Proses pengawetan produk tidak menggunakan teknik radiasi, rekayasa genetika, penggunaan ozonisasi, dan kombinasi beberapa metode pengawetan (teknologi hurdle)
Kriteria produk
– Produk yang dihasilkan berupa barang (bukan jasa atau usaha restoran, kantin, katering, dan kedai atau warung makan)
Tidak hanya dengan membuat kebijakan sertifikasi halal self declare saja. Pemerintah dan stakeholder yang terlibat terus melakukan peningkatan dari sisi tata Kelola maupun regulasi untuk memaksimalkan potensi UMK di Indonesia. Salah satunya adalah dengan diubahnya badan penerbitan surat Keputusan halal yang sebelumnya dilakukan oleh komisi fatwa yang di bawah MUI ke depannya, akan dilakukan oleh komite fatwa yang akan dibentuk dan bertanggung jawab kepada menteri.
Perubahan ini dilakukan untuk mempercepat proses dari penerbitan sertifikasi halal. Selain itu, BPJPH yang bertugas melaksanakan penyelenggaraan jaminan produk halal di Indonesia juga terus meningkatkan pelayanannya. Salah satunya adalah dengan mengembangkan teknologi blockhain dan AI. AI juga digunakan untuk membantu pelaku usaha dalam melakukan sertifikasi halal produknya melalui aplikasi SiHalal.