OLEH La Ode M Iksan Yusuf (Alumni PS Magister Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB University), Dr Nuva (Dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB University)
Kabupaten Muna merupakan salah satu daerah sentra budidaya rumput laut yang berlokasi di Propinsi Sulawesi Tenggara. Produksi rumput laut yang juga menempati ururtan tertinggi. Produksi rumput laut tertinggi di Kabupaten Muna dihasilkan oleh pembudidaya Kecamatan Pasikolaga (Gambar 1.), yang terbagi ke dalam empat desa, yaitu Desa Kolese, Desa Mata Indaha, Desa Lambelu dan Desa Tampunabale. Pembudidaya rumput laut di keempat desa tersebut melaksanakan teknik budidaya dengan dua konsep, yaitu budidaya secara kontinu dan musiman. Budidaya dengan konsep kontinu dilakukan oleh pembudidaya di Desa Kolese dan Desa Mata Indaha sedangkan budidaya dengan konsep musiman dilakukan oleh pembudidaya rumput laut di Desa Lambelu dan Desa Tampunabale.
Pada Gambar 1. dapat dilihat bahwa produksi rumput laut di Kecamatan Pasikolaga, Kabupaten Muna pada tahun 2016 hingga 2018 terus meningkat, akan tetapi terjadi penurunan di tahun 2019. Sementara itu, potensi lahan budidaya rumput laut di Kecamatan pasikolaga mencapai 34.000 ha dengan pemanfaatan saat ini hanya mencapai 9.000 ha, sehingga budidaya rumput laut masih sangat potensial untuk terus dikembangkan (BPS Kabupaten Muna 2020).
Walaupun memiliki hasil produksi rumput laut tertinggi dibandingkan daerah lainnya di Kabupaten Muna, kegiatan budidaya rumput laut di Kecamatan Pasikolaga juga memiliki beragam kendala dan hambatan, sehingga hasil produksi rumput laut fluktuatif. Kendala yang dihadapi antara lain adanya keterbatasan modal, sulitnya pemasaran hasil panen, serangan penyakit dan hama, konflik perebutan lahan budidaya, keterbatasan sarana penampungan hasil panen, kurangnya dukungan swasta dan pemerintah daerah dalam menyediakan sarana koperasi mikro hingga menengah, kurangnya penyuluhan pencegahan hama dan penyakit dan pola musim budidaya, dan tidak tersedia aturan main kelembagaan kelompok budidaya, desa, kecamatan hingga kabupaten yang mengatur batasan budidaya. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui keberlanjutan dan strategi yang tepat dalam mendukung keberlanjutan budidaya rumput laut di Kecamatan Pasikolaga, Kabupaten Muna.
Potensi pengembangan budidaya rumput laut di Kecamatan Pasikolaga, Kabupaten Muna perlu mendapat perhatian karena dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 sampai 2024 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden nomor 18 Tahun 2020, bahwa penyelenggaraan program prioritas KKP tahun 2017 dilakukan pada komoditas perikanan tangkap dan perikanan budidaya serta penguatan daya saing dan pengelolaan ruang laut. Salah satu pengembangan aktivitas ekonomi di wilayah pesisir yang sedang digalakkan oleh pemerintah adalah pengembangan budidaya rumput laut. Realisasi program prioritas 2017 untuk perikanan budidaya diantaranya pengadaan 104 paket bibit rumput laut dan 115 paket budidaya rumput laut. Pada tahun 2018, program prioritas KKP untuk perikanan budidaya khususnya untuk komoditas rumput laut adalah pengadaan 8 paket produksi bibit rumput laut dengan kultur jaringan (KKP, 2020).
Berdasarkan hasil wawancara denfan 86 responden pembudidaya rumput laut di empat desa di Kecamatan Pasikolaga, kabupaten Muna, diketahui bahwa 80,50% responden laki-laki dan 19,50% responden perempuan karena umumnya kegiatan budidaya dan pemasaran rumput laut dilakukan oleh responden laki-laki. sedangkan ibu-ibu membantu kegiatan budidaya seperti pembibitan, membersihkan alat-alat yang digunakan untuk budidaya, dan membantu proses pengeringan rumput laut. Terkait dengan modal usaha, sebanyak 61,70% pembudidaya rumput laut di Kecamatan Pasikolaga, Kabupaten Miuna tidak melakukan pinjaman modal di bank maupun koperasi karena pembudidaya merasa tidak ada jaminan, kekhawatiran gagal panen, dan bunga bank maupun koperasi yang menurut pembudidaya cukup tinggi.
Selanjutnya, karakteristik usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Pasikolaga dilihat dari karakteristik jenis rumput laut, ketersediaan bibit, perlakuan dalam pembibitan (pencegahan hama dan penyakit), dan perlakuan terhadap alat dan bahan budidaya ketika sudah tidak terpakai. Berdasarkan hasil wawancara dengan pembudidaya rumput laut, diketahui bahwa jenis rumput laut yang dibudidayakan di Kecamatan Pasikolaga ada dua jenis, yaitu Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Ketersediaan bibit rumput laut di Kecamatan Pasikolaga terjaga karena ada lokasi budidaya yang tidak mengenal musim sehingga bibit diperoleh dari sesama pembudidaya dan bibit rumput laut yang digunakan dari sesama pembudidaya yang menurut pembudidaya subur dan tidak diperoleh dari pemerintah yang sesuai SOP, sehingga bibit yang digunakan rentan terserang penyakit. Penggunaan alat dan bahan yang sudah tidak terpakai cukup beragam. Ketika alat dan bahan tidak terpakai, pembudidaya membuangnya di pinggir pantai atau membiarkan menumpuk di samping rumah masing-masing, yang lokasinya pesisir pantai sehingga pada saat air laut naik, sampah sisa budidaya yang dihasilkan terbawa ombak ke laut. Kondisi tersebut menjadi aspek penting yang perlu diperhatiak setaip pihak yang terlibat dalam pengembangan budidaya rumput laut di Kecamatan Pasikolaga, agar dapat berkelanjutan. Dalam kajian ini juga diperoleh status keberlanjutan usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Pasikolaga, Kabupaten Muna (Gambar 2.). Gambar 2 menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan dimensi ekonomi menempati posisi paling tinggi dalam diagram layang-layang di antara dimensi lainnya dengan skor 52,47, status cukup berkelanjutan. Beberapa faktor yang mendukung dimensi ekonomi dalam keberlanjutan budidaya rumput laut adalah bantuan alat dan bahan dari pemerintah desa maupun kelompok budidaya sesuai kebutuhan pembudidaya dan juga pendapatan pembudidaya yang rata-rata berada di atas UMR. Indeks keberlanjutan dimensi ekologi menempati posisi kedua dengan skor 49,45, dengan status kurang berkelanjutan. Beberapa faktor yang memengaruhinya adalah penggunaan bibit rumput laut yang tidak menggunakan bibit kultur jaringan yang tahan hama dan penyakit, akan tetapi stok bibit yang dibutuhkan tersedia dari sesama pembudidaya. Indeks keberlanjutan dimensi sosial dengan posisi ketiga dengan skor 49,35, yang menunjukkan status kurang berkelanjutan. Faktor yang memengaruhi dimensi sosial ini antara lain partisipasi keluarga dalam aktivitas budidaya rumput laut dan pengetahuan proses berbudidaya berdasarkan pengalaman berbudidaya. Indeks keberlanjutan dimensi teknologi menempati posisi keempat dengan skor 25,13, dimana nilai tersebut menunjukkan statusnya kurang berkelanjutan. Faktor yang memengaruhi dimensi teknologi yaitu sarana pengeringan milik kelompok budidaya, sarana tersebut tersedia tetapi masih ketergantungan pada sinar matahari tidak menggunakan teknologi khusus. Terakhir, posisi paling rendah ditunjukkan oleh dimensi kelembagaan dengan skor 17,67, yang berarti nilai tersebut menunjukkan status tidak berkelanjutan. Kondisi ini dipengaruhi karena tidak ada kelembagaan sebagai faktor pendukung di lokasi budidaya rumput laut yang berkontribusi positif pada aktivitas budidaya.
Berdasarkan hasil di atas, maka dapat dinyatakan bahwa budidaya rumput laut di Kecamatan Pasikolaga, Kabupaten Muna memiliki status kurang berkelanjutan. Aspek yang berpengaruh paling besar terhadap keberlanjutan budidaya rumput laut yaitu skala pemasaran hasil panen, kesuburan lokasi budidaya, konflik perebutan lahan budidaya, penggunaan teknologi pengeringan dan pengolahan, dan peran kelompok budidaya. Oleh karena itu, alternatif kebijakan yang dapat dilakukan dalam mendukung dan mendorong keberlanjutan budidaya rumput laut di Kabupaten Muna khususnya Kecamatan Pasikolaga yaitu dengan program penguatan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan yang memiliki implikasi positif dalam pengelolaan budidaya rumput laut.
sumber: https://republika.id/posts/42558/urgensi-budidaya-rumput-laut-berkelanjutan-di-kabupaten-muna