OLEH Dr. Sahara (Direktur International Trade Analysis and Policy Studies-ITAPS dan Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEM-IPB); Fikri Aldi Dwi Putro, Lovina Aresta Putri, Gunawan Prawira (Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Pertanian IPB University)

Gula merupakan salah satu komoditas pangan yang penting di Indonesia yang dibutuhkan baik secara langsung oleh rumah tangga maupun industri makanan dan minuman. Berdasarkan laporan USDA, konsumsi gula di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 7,9 juta ton.

Dengan produksi gula nasional yang hanya sekitar 2,6 juta ton, maka sebanyak 5,3 juta ton gula harus diimpor untuk mengimbangi kekurangan pasokan dalam negeri (konsumsi rumah tangga dan kebutuhan industri).

Posisi Indonesia sebagai net importir dalam perdagangan gula dunia akan sangat dipengaruhi oleh situasi perdagangan gula di tingkat global. Sejak awal pandemi Covid-19 hingga Oktober 2023, harga gula pasir dunia telah melonjak sekitar 1,5 kali lipat dari kisaran Rp 3.500/kg menjadi Rp 8.900/kg. Lonjakan harga gula pasir dunia tersebut diperparah dengan adanya kebijakan restriksi ekspor sepanjang tahun 2022 dan 2023 dari beberapa negara eksportir gula dunia, khususnya India.

Kebijakan restriksi ekspor tersebut didorong oleh kepentingan masing-masing negara eksportir dalam menjaga stok dalam negerinya akibat penurunan hasil produksi yang disebabkan oleh fenomena El Nino. Hal tersebut menjadi wajar karena karakteristik komoditas pertanian dalam perdagangan internasional sebagai residual output yang mana suatu negara baru akan mengekspor produk pertaniannya setelah kebutuhan dalam negerinya terpenuhi.

photo

Seperti yang diketahui, India menguasai sekitar 36 persen pangsa pasar gula rafinasi dunia pada 2019–2022, sehingga kebijakan restriksi ekspor gula India tersebut akan berdampak terhadap harga gula di tingkat global termasuk Indonesia.

Bagaimana kondisi harga gula pasir di Tanah Air terkait dengan dinamika harga gula di tingkat global tersebut? Seperti yang telah dikemukakan di atas, Indonesia merupakan net importer komoditas gula dan sebagian besar impor gula tersebut berasal dari India.

Berdasarkan panel data harga nasional PIHPS Bank Indonesia, harga gula pasir domestik sempat melonjak pada awal pandemi Covid-19 atau pada April 2020 sebesar 21,85 persen di tingkat pedagang besar dan 20 persen di tingkat pasar tradisional yang kemudian turun dan relatif stabil mulai pada bulan Juli 2020.

Akan tetapi, mulai bulan Maret 2022 yang mana bersamaan dengan dimulainya restriksi ekspor gula, harga gula pasir di Indonesia kembali menunjukkan peningkatan hingga bulan Oktober 2023 sebesar 9,74 persen di tingkat pedagang besar dan 8,14 persen di tingkat pasar tradisional.

Peningkatan harga gula pasir dunia secara terus-menerus akan berdampak terhadap kapasitas cadangan devisa Pemerintah Indonesia dalam melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan permintaan gula pasir domestik di tengah nilai rupiah yang terus terdepresiasi.

Selain peningkatan harga dunia akibat keterbatasan jumlah suplai gula pasir internasional, peningkatan harga gula lokal juga disebabkan oleh adanya inflasi dalam negeri yang menyebabkan peningkatan pada biaya operasional dan produksi tebu sebagai bahan baku gula, di samping adanya fenomena El Nino yang menurunkan produksi dari tebu dalam negeri.

Sementara itu, upaya dalam meningkatkan produktivitas industri gula, khususnya milik BUMN, juga masih terbatas akibat mesin pengolahan yang tua. Di sisi lain, permasalahan kualitas infrastruktur jalan juga menambah permasalahan terkait rantai pasok gula yang turut meningkatkan harga gula pasir dalam negeri.

Mengingat status gula pasir sebagai salah satu komponen sembilan bahan pokok (sembako) yang menjadi kebutuhan bahan pangan dasar bagi masyarakat, Pemerintah Indonesia melalui Badan Pangan Nasional mencoba melakukan langkah antisipatif untuk menjawab kenaikan persisten dari harga gula pasir domestik semenjak awal tahun 2022. Salah satu langkah dalam menjaga stabilitas harga gula pasir nasional, Badan Pangan Nasional melakukan penyesuaian harga acuan pembelian dan penjualan gula pasir konsumsi pada Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 17 Tahun 2023.

Pada Perbadan tersebut, harga acuan pembelian gula konsumsi di tingkat produsen sebesar Rp1 2.500/kg, sedangkan harga acuan penjualan gula konsumsi di tingkat konsumen sebesar Rp1 4.500/kg dan Rp 15.500/kg untuk wilayah Indonesia Timur serta 3TP (tertinggal, terluar, terpencil, dan perbatasan).

Akan tetapi, panel data harga nasional PIHPS Bank Indonesia menunjukkan rata-rata harga gula pasir nasional di pasaran, khususnya pasar tradisional, berada di atas harga acuan yang telah ditetapkan, yaitu sebesar Rp 15.950/kg pada Oktober 2023.

photo

Selain itu, Badan Pangan Nasional juga melakukan upaya pengamanan stok gula impor dengan mempercepat realisasi impor gula dari negara-negara eksportir gula yang belum melakukan restriksi ekspor, salah satunya dari Thailand dan Brazil. Hal tersebut didukung dengan publikasi data dari International Trade Centre (ITC) Trade Map bahwa impor gula Indonesia dari kedua negara eksportir besar dunia tersebut mengalami peningkatan dengan rincian impor dari Thailand meningkat 134 persen dari 1,03 juta ton pada 2021 menjadi 2,42 juta ton pada 2022 dan dari Brazil meningkat 15 persen dari 1,14 juta ton pada 2021 menjadi 1,32 juta ton pada 2022.

Kegiatan negosiasi perdagangan dengan negara-negara eksportir gula utama dunia untuk mengamankan stok impor tersebut menjadi penting. Tujuannya untuk menjamin ketersediaan gula dari impor sehingga dapat membantu menekan peningkatan persisten dari harga gula dalam negeri pada jangka pendek mengingat nilai Rupiah juga terus terdepresiasi.

Di sisi lain, pada siaran pers (26/8/2023) Badan Pangan Nasional mendukung percepatan program swasembada gula nasional melalui upaya ekstensifikasi dan intensifikasi. Akan tetapi, aspek utama yang diperlukan dalam mencapai swasembada gula nasional, khususnya untuk gula konsumsi, yaitu modernisasi mesin produksi gula pada pabrik-pabrik gula milik BUMN sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya dan perbaikan infrastruktur jalan di kawasan perkebunan tebu untuk meningkatkan aksesibilitas jaringan bahan baku produksi dengan industri pengolahan gula pasir.

Kedua upaya tersebut dapat berperan dalam menjaga stabilitas stok dan harga gula di tanah air disamping juga menurunkan ketergantungan terhadap impor pada jangka panjang.

Kenaikan harga gula dunia yang berimbas terhadap kenaikan gula di dalam negeri turut menjadi perhatian utama pemerintah sebab peran gula sebagai bahan pangan pokok turut memengaruhi kapasitas daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kelas menengah bawah yang memiliki keterbatasan pendapatan. Terlebih, kondisi produksi gula nasional masih relatif jalan di tempat terutama terkait dengan mesin produksi yang sudah tua.

Tingginya impor gula Indonesia tentu saja menuntut solusi yang konkret dari hulu ke hilir dan konsistensi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek, Pemerintah Indonesia saat ini perlu memfokuskan pada negosiasi perdagangan bilateral untuk mengamankan stok gula impor dalam mendukung stabilitas harga di dalam negeri.

Hal yang perlu menjadi catatan terkait impor gula adalah bahwa kuota impor harus diberikan kepada importir yang paling efisien yaitu importir yang mampu mengimpor gula dengan biaya impor yang paling efisien, margin perdagangan yang wajar sehingga bisa memberikan harga yang tidak terlampau tinggi dengan harga di pasar internasional. Kuota impor sebaiknya tidak diberikan kepada importir yang mengambil kesempatan untuk mendapatkan “super profit” dari kegiatan impor gula tersebut. Hal ini dapat dilakukan jika kuota impor diberikan kepada importir secara transparan.

Upaya-upaya untuk peningkatan produksi gula dalam negeri melalui ekstensifikasi dan intensifikasi sebagaimana yang telah diuraikan di atas harus terus dilakukan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Selain sisi on-farm, kegiatan untuk modernisasi mesin produksi gula pada pabrik gula milik BUMN dan perbaikan infrastruktur untuk meningkatkan aksesibilitas jaringan produksi tebu sebagai bahan baku dengan produksi gula pasir sehingga produktivitas gula domestik dapat meningkat dan ketergantungan terhadap gula impor dapat ditekan.

Dari sisi konsumsi, upaya untuk mengurangi konsumsi gula juga perlu dilakukan mengingat seiring  dengan meningkatnya jumlah penyakit terkait gula, seperti obesitas dan diabetes. Pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan harus terus aktif terlibat dalam upaya untuk menurunkan konsumsi gula di Indonesia.

Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan. Pertama, melalui program edukasi dan kampanye yang memberikan informasi tentang risiko kesehatan yang terkait dengan konsumsi gula berlebihan baik di sekolah, media sosial, dan informasi kesehatan yang mudah diakses. Kedua, mendorong peningkatan transparansi terkait kandungan gula melalui persyaratan label gizi pada kemasan produk makanan dan minuman. Label yang jelas dan mudah dipahami membantu konsumen untuk membuat pilihan yang lebih bijak terkait konsumsi gula serta mengidentifikasi dan mengurangi produk yang mengandung gula tambahan.

Ketiga, mendorong industri makanan dan minuman untuk berinovasi dengan cara memberi insentif bagi produsen yang mengurangi kandungan gula dalam produk mereka atau mengembangkan alternatif gula yang lebih sehat. Pendekatan yang menyeluruh dari sisi produksi dan konsumsi diharapkan akan membawa perbaikan pada pasar gula di Indonesia.

Related Posts