OLEH Laily Dwi Arsyianti, Muhammad Zigan Asnofi, Rahmat Yanuar, Irfan Syauqi Beik, Muhammad Adzka Noor (IPB University)

Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian utama di Nusa Tenggara Barat (NTB), khususnya di Kabupaten Lombok Barat. Sebagai daerah dengan potensi pertanian yang besar, Lombok Barat memiliki target penanaman jagung seluas 10.558 hektare.

Hingga Juli 2024, realisasi penanaman telah mencapai 87 persen atau 9.885 hektare, dengan hasil panen sebesar 5.486 hektare. Namun, di balik potensi besar ini, terdapat permasalahan yang dihadapi oleh para petani, terutama terkait dengan pemanfaatan limbah pertanian, salah satunya adalah tongkol jagung.

Pemanfaatan tongkol jagung yang optimal tidak hanya dapat meningkatkan nilai ekonomi bagi petani, tetapi juga berkontribusi pada pengembangan sektor pertanian dan pariwisata di Lombok Barat.

Saat ini, pemanfaatan tongkol jagung di Lombok Barat belum dimaksimalkan. Harga jual jagung per karung hanya mencapai 3.000 rupiah, yang dinilai masih sangat rendah. Padahal, tongkol jagung memiliki potensi besar untuk diolah menjadi berbagai produk bernilai tambah.

Beberapa contoh model bisnis pariwisata berbasis tongkol jagung yang dapat dikembangkan, antara lain, kerajinan tangan, arena bermain dengan merchandise berbahan tongkol jagung, bahkan pembangunan kebun binatang di sebelah kebun jagung untuk meningkatkan daya tarik wisata.

Salah satu tantangan utama yang dihadapi petani Lombok Barat adalah fase pasca panen. Banyak petani mengalami kesulitan dalam memasarkan hasil panen mereka, termasuk tongkol jagung. Hal ini disebabkan oleh kurangnya wadah atau tempat jual beli antara petani dan pengepul. Akibatnya, banyak hasil panen yang terbuang sia-sia atau dijual dengan harga yang sangat rendah. Situasi ini diperparah dengan mahalnya harga pupuk, yang semakin membebani petani.

Di sisi lain, beberapa inisiatif telah dilakukan untuk memanfaatkan tongkol jagung. Misalnya, di Pesantren Nurul Hakim, terdapat fasilitas penggilingan dengan kapasitas gudang 800 ton per hari untuk lahan jemur. Pesantren ini juga pernah bekerja sama dengan PT Malindo dan bersinergi dengan petani dalam pemanfaatan jagung sekitar 10 tahun yang lalu. Namun, kendala cuaca sering menjadi hambatan dalam kegiatan produksi, yang pada akhirnya menurunkan nilai ekonomi.

Upaya mengatasi permasalahan ini, diperlukan pendekatan inovatif dan kolaboratif. Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah pengembangan sistem pengolahan tongkol jagung yang terintegrasi. Dalam sistem ini, petani tidak hanya berperan sebagai produsen, tetapi juga terlibat dalam proses pengolahan dan pemasaran. Hal ini dapat dilakukan melalui pembentukan kelompok tani yang lebih terorganisir, dimana hasil panen diolah bersama sebelum disalurkan ke pasar yang lebih luas.

Inovasi lain yang dapat dikembangkan adalah pemanfaatan tongkol jagung sebagai pakan ternak. Ini mengingat Lombok Barat memiliki populasi ayam yang cukup besar, pengolahan tongkol jagung menjadi pakan ternak dapat menjadi solusi yang saling menguntungkan bagi petani jagung dan peternak ayam. Selain itu, pengolahan tongkol jagung menjadi pupuk organik juga dapat membantu mengatasi masalah mahalnya harga pupuk kimia yang sering dikeluhkan petani.

Pada konteks pariwisata, pemanfaatan tongkol jagung dapat menjadi daya tarik unik bagi wisatawan. Mengingat semua kabupaten di NTB memiliki pantai, pengembangan produk kerajinan atau dekorasi berbahan tongkol jagung dapat menciptakan ciri khas bagi setiap pantai di NTB.

Hal ini tidak hanya akan meningkatkan daya tarik wisata, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat setempat. Maka dari itu, dalam mewujudkan potensi ini, diperlukan dukungan dari berbagai pihak.

Pemerintah daerah melalui Bappeda dan Dinas Pertanian, dapat berperan dalam menyediakan infrastruktur dan fasilitas yang dibutuhkan, seperti tempat pengolahan dan penyimpanan hasil panen. Selain itu, kerja sama dengan pihak swasta dan lembaga penelitian juga penting untuk mengembangkan teknologi pengolahan tongkol jagung yang lebih efisien dan bernilai ekonomi tinggi.

Peran serta akademisi dan lembaga penelitian juga tidak kalah penting. Mereka dapat berkontribusi dalam pengembangan inovasi dan teknologi baru untuk pemanfaatan tongkol jagung. Misalnya, penelitian tentang metode pengolahan tongkol jagung menjadi bahan bakar alternatif atau bahan baku industri dapat membuka peluang ekonomi baru bagi petani. Inovasi ini membutuhkan hingga 65 ton tongkol jagung setiap hari.

Tidak kalah pentingnya adalah peran aktif dari petani sendiri. Melalui pembentukan koperasi atau kelompok tani yang kuat, petani dapat meningkatkan posisi tawar mereka dalam rantai nilai pertanian. Mereka juga dapat saling berbagi pengetahuan dan sumber daya untuk mengembangkan usaha pengolahan tongkol jagung skala kecil dan menengah. Kelompok petani ini diharapkan dapat saling terintegrasi sehingga ketersediaan tongkol jagung untuk industri inovatif dapat berkelanjutan.

Harapan ke depan, pemanfaatan tongkol jagung di Lombok Barat tidak hanya dapat meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga berkontribusi pada pengembangan ekonomi daerah secara keseluruhan. Dengan adanya diversifikasi produk berbasis tongkol jagung, diharapkan dapat tercipta lapangan kerja baru dan meningkatkan daya saing produk lokal di pasar nasional maupun internasional.

Sebagai kesimpulan, potensi pemanfaatan tongkol jagung di Lombok Barat sangat besar dan beragam. Mulai dari pengolahan menjadi pakan ternak, pupuk organik, hingga produk kerajinan dan pariwisata.
Namun, untuk mewujudkan potensi ini, diperlukan kerja sama yang erat antara petani, pemerintah, swasta, dan akademisi. Berdasarkan pendekatan yang holistik dan inovatif, pemanfaatan tongkol jagung dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di Lombok Barat.

Related Posts