Oleh: Andi Firmansyah (Mahasiswa Ekonomi Syariah IPB), Dr. Neneng Hasanah (Dosen Ilmu Ekonomi Syariah IPB), Yekti Mahanani (Dosen Ilmu Ekonomi Syariah IPB), Dr. Asep Nurhalim (Dosen Ilmu Ekonomi Syariah IPB)

Syariat Islam menjadi prinsip bagi umat dalam menyelesaikan berbagai persoalan, termasuk isu lingkungan, dimana Islam sudah memiliki rambu-rambu agar manusia tidak terjerumus pada kerusakan alam. Sektor keuangan menjawab isu lingkungan tersebut dengan istilah konsep baru bagi dunia perbankan yakni green banking. Green banking lahir dari persepsi barat yang sebagian besar teorinya membatasi diri pada realitas fisik dan argumen rasional manusia (Nilsson 2000). Pandangan green banking di Barat umumnya lebih selaras dengan filosofi matrealistis daripada masalah etika. Dalam sudut pandang Islam, konsep green banking dilindungi nilai syariah yang bertujuan untuk memelihara tujuan hukum Islam yang terbagi atas perlindungan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Bouteraa et al. (2020) mengemukakan teori green banking diartikan peningkatan yang berkelanjutan dan seimbang atas kesejahteraan manusia baik dalam aspek sosial, lingkungan, ekonomi dan juga spiritual. Tauhid menjadi landasan dalam konsep green banking pada perspektif Islam, tauhid diartikan bahwa misi green merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap Allah Tuhan yang Maha Esa. Hal tersebut berbeda dengan perspektif green banking dari Barat yang terbatas pada realitas fisik dan argumen rasional manusia (Nilsson 2000). Pandangan green banking di Barat umumnya lebih selaras dengan filosofi matrealistis. Secara ringkas dalam perspektif konvensional atau Barat, green banking meliputi bidang lingkungan, ekonomi, dan sosial (Bouteraa et al. 2020).

 Green banking dalam perspektif Islam memiliki tujuan kemaslahatan bagi umat manusia yang dilakukan dengan perlindungan atas agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Imam al-Ghazali bahwa kemaslahatan dilakukan dengan perlindungan al-mabaadi’ al-khamsyah (5 dasar), yaitu agama, akal, jiwa, keturunan, dan harta(Hasanah 2021). Ketika suatu konsep green banking hanya mencakup sebagian dari al-mabaadi’ al-khamsyah di atas, maka terdapat kekurangan dari konsep tersebut pada pemeliharaan secara utuh aspek maqashid syariah. Sebagaimana yang terjadi pada era perkembangan green banking yang ditemukan, kurang mengakomodir secara utuh aspek maqashid syariah. Misalnya di Indonesia hal tersebut dapat dilihat dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 51 /POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik yang belum mengakomodir pasal penerapan green banking atau keuangan berkelanjutan bagi bank syariah, seperti prinsip pembiayaan green sector berdasarkan prinsip syariah. Contoh lainnya juga dapat ditemukan pada penelitian World Wildlife Fund (WWF 2019), sebagai lembaga konservasi alam internasional, dalam penelitiannya terkait green banking tidak ditemukan perlindungan aspek maqashid syariah secara utuh dalam ukuran kinerja green banking yang digunakan. Ukuran kinerja green banking yang digunakan oleh World Wildlife Fund (WWF) dinamakan ESG integration pillars and indicators yang terdiri dari 11 elemen di antaranya 1) Sustainability strategy and stakeholder engagement; 2) Participation in sustainable finance initiatives; 3) Public statements on specific ESG issues; 4) Public statements on specific sectors; 5) Assessing ESG risks in client & transaction approvals; 6) Client monitoring and engagement; 7) Responsibilities for ESG; 8) Staff E&S training and performance evaluation; 9) ESG integration in products and services; 10) ESG risk assessment and mitigation at portfolio level; 11) Disclosure of ESG risk exposure and targets.

Implikasi perbedaan konsep green banking dalam perspektif Islam dan konvensional, menuntut perbedaan atas standar indikator ukuran kinerja green banking dalam bank syariah dengan bank konvensional. Namun, praktik yang terjadi di Indonesia ataupun dunia internasional, standar indikator kinerja green banking yang digunakan masih terbatas pada aspek teori konvensional yang dilandasi aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hal tersebut dapat ditemukan di beberapa tulisan pada jurnal internasional yang belum merepresentatifkan maqasid syariah sebagai pengukuran dalam tulisannya, dan penulis hanya mendapatkan satu jurnal terkait ini, yaitu jurnal internasional yang ditulis oleh Julia dan Kassim (2020), sehingga hal ini diperlukan penelitian ke arah tema kinerja green banking berbasiskan maqasid syariah.  

Penelitian ini menggunakan metode Analytical Network Process (ANP), metode tersebut membantu peneliti dalam menemukan kerangka model pengukuran kinerja green banking berdasarkan maqashid syariah. Selain itu, penelitian ini juga dibantu dengan sekaran method’s yang memberikan kerangka untuk memecah lima aspek maqashid syariah sebagai tujuan hukum Islam menjadi elemen-elemen terukur dari indikator kinerja green banking pada bank.

Konstruksi Model

Konstruksi model dilakukan dengan beberapa tahapan sebagaimana pada metode Analytical Network Process (ANP), di antaranya studi literatur dan depth interview kepada para pakar yang terdiri dari akademisi, regulator dan praktisi. Berdasarkan hasil dari tahapan konstruksi model dapat dilihat pada tabel berikut :

ObjektifDimensiElemenRasio KinerjaRujukan
AgamaD1.Kebijakan tata kelolaE1.Kebijakan tata kelola keuangan keberlanjutanR1.Ya/TidakJulia dan Kassim 2020; Wibowo 2021; Saptono 2021; Jazil 2021; OJK 2017
D2.Basis pembiayaanE2.Pembiayaan terbebas ribaR2.Bebas riba/berbasis ribaJulia dan Kassim 2020; Wibowo 2021; Saptono 2021; Jazil 2021)
JiwaD3.Manajemen resiko lingkunganE3.Rating resiko lingkunganR3.Skor penilaian resiko lingkunganJulia dan Kassim 2020; Wibowo 2021; Saptono 2021; Jazil 2021)
AkalD4.Peningkatan pengetahuan green bankingE4.Hibah dana pendidikan green bankingR4.Total hibah pendidikan green banking/Total assetMohammed et al 2008 ; Wibowo 2021; Saptono 2021; Jazil 2021)
E5.Penelitian green bankingR5.Jumlah penelitian green banking/tahunMohammed et al, 2008; Wibowo 2021; Saptono 2021; Jazil 2021)
D5.Kesadaran konsumen tentang green financing/green bankingE6.Publikasi green promotion (buku, artikel, dan lainnya)R6.Jumlah publikasi green promotion/tahunMohammed et al, 2008; Julia dan Kassim 2020; Wibowo 2021; Saptono 2021; Jazil 2021)
D6.Kegiatan green campaignE7.Green eventsR7.Jumlah kegiatan green campaign/tahunJulia dan Kassim, 2019 Wibowo 2021; Saptono 2021; Jazil 2021)
D7.Peningkatan kemampuan dan keterampilanE8.Pelatihan Green bankingR8.Jumlah pelatihan green banking/tahunMohammed et al, 2008; Julia dan Kassim 2020; OJK 2017
KeturunanD8.Standar laporan green banking berdasarkan GRI dan POJKE9.Laporan keberlanjutanR9.Ya/TidakJulia dan Kassim, 2019; Saptono 2021; Jazil 2021)x`
D9.Layanan excellentE10.Sistem digital bankingR10.Ya/tidakWibowo 2021; Saptono 2021; Jazil 2021
E11.Kantor cabangR11.Jumlah kantor cabangJazil 2021
D10.Produk inovasiE12.Inovasi green productR12.Jumlah inovasi green productWibowo 2021; Saptono 2021; Jazil 2021; OJK 2017
HartaD11.Green financeE13.Pembiayaan sektor greenR13.Pembiayaan sektor green/total pembiayaanJulia dan Kassim, 2019 Wibowo 2021; Saptono 2021; Jazil 2021

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui hasil depth-interview dan studi literatur terbentuk 11 dimensi dan 13 elemen yang menginterpretasi konsep green banking berdasarkan lima aspek maqashid syariah. Dimensi dan elemen merupakan hasil interpretasi berupa indikator terukur dari lima aspek maqashid syariah. Setelah kontruksi model terbentuk, proses selanjutnya adalah kuantifikasi nilai prioritas pada setiap aspek dan elemen. Nilai prioritas dilihat dari nilai geometric mean yang didapatkan dari pengisian kuesioner perbandingan berpasangan (pairwaise comparison) oleh para pakar. Nilai prioritas dari hasil analisis ANP menjadi nilai bobot tiap indikator pengukuran kinerja green banking. Nilai bobot memberikan ukuran secara lebih jelas dan aplikasinya dalam menilai kinerja green banking secara terukur. Berikut adalah hasil analisis ANP dari nilai bobot tiap indikator model pengukuran kinerja green banking:

ObjektifBobotElemenRasio KinerjaBobot
Agama0,49E1.Kebijakan tata kelola keuangan keberlanjutanR1.Ya (1) /Tidak (0)0,33
  E2.Pembiayaan terbebas ribaR2.Bebas riba (1) /Berbasis riba (0)0,67
Jiwa0,25E3.Rating resiko lingkunganR3.Skor penilaian resiko lingkungan1,00
Akal0,10E4.Hibah dana pendidikan green bankingR4.Total hibah pendidikan green banking/total asset0,22
E5.Penelitian green bankingR5.Jumlah penelitian green banking/tahun0,22
E6.Publikasi green Promotion (Buku, artikel, dan lainnya)R6.Jumlah publikasi green promotion/tahun0,24
E7.Green eventsR7.Jumlah kegiatan green campaign/tahun0,10
E8.Pelatihan green bankingR8.Jumlah pelatihan green banking/tahun0,22
Keturunan0,09E9.Laporan keberlanjutanR9.Ya (1) /Tidak (0)0,22
E10.Sistem digital bankingR10.Ya (1) /Tidak (0)0,24
E11.Kantor cabangR11.Jumlah kantor cabang0,10
E12.Inovasi green productR12.Jumlah inovasi green product0,44
Harta0,06E13.Pembiayaan sektor greenR13 .Pembiayaan sektor green/total pembiayaan1,00

Tabel di atas merupakan hasil final dari proses kuantifikasi ANP dimana kontruksi model telah disempurnakan dengan nilai bobot dari setiap elemen indikator penyusun model pengukuran kinerja green banking berdasarkan maqashid syariah. Nilai bobot dihitung berdasarkan penilaian para pakar dengan membandingkan tingkat kepentingan tiap indikator/elemen, yang kemudian hasil perhitungan para pakar diolah menggunakan aplikasi super decision. Semakin besar nilai bobot suatu indikator maka semakin besar pula tingkat kepentingan indikator/elemen tersebut. Sebagai contoh, pada aspek lima maqashid syariah yang terdiri dari agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Berdasarkan lima aspek tersebut, agama menduduki nilai bobot tertinggi yakni 0,49. Maka dari itu, aspek agama menduduki aspek paling penting terhadap empat aspek lainnya. Begitupun pada aspek agama, terdapat dua elemen yakni kebijakan tata kelola keuangan keberlanjutan dan pembiayaan yang terbebas dari riba. Hasil dari super decision menduduki elemen pembiayaan yang terbebas dari riba menduduki bobot lebih besar dari elemen kebijakan tata kelola keuangan keberlanjutan, yakni dengan nilai bobot 0,67. Tabel tersebut juga merupakan model final yang menjadi indikator dalam mengukur kinerja green banking suatu bank syariah, data pengukuran kinerja green banking dapat dilihat dari laporan keuangan keberlanjutan ataupun data yang bisa diambil secara langsung kepada pihak bank yang bersangkutan. Penelitian ini bertujuan agar dapat berkontribusi dalam membumikan nilai maqashid syariah dalam berbagai aplikasi sistem inovasi keuangan, sehingga operasional lembaga keuangan yang berjalan tetap tegak di atas rule tujuan syariah yakni kemaslahatan bagi umat manusia.

sumber: https://republika.id/posts/42505/mengukur-kinerja-green-banking-berdasarkan-maqashid-syariah

Related Posts