Oleh Dr. Widyastutik, Peneliti ITAPS (International Trade Analysis and Policy Studies) dan Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB University

Potret Perekonomian ASEAN Dulu dan Sekarang

Indonesia didaulat memegang keketuaan ASEAN sejak tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2023. Indonesia tercatat 5 kali menjadi ketua ASEAN, yaitu tahun 1976, 1996, 2003, 2011 dan 2023. Saat ini, ASEAN memiliki ukuran ekonomi dari sisi populasi dan PDB yang relatif besar. Tahun 2021, PDB ASEAN mencapai US$3.3 triliun menempati urutan ke-5 besar dunia dan urutan ke-3 di Asia. Apabila dikomparasikan PDB perkapita tahun 1967 sebesar US$ 122 dan tahun 2021 sebesar US$5.248. FDI mengalami kenaikan dari US$3,04 miliar menjadi US$168,2 miliar dimana top five industri FDI di ASEAN pada tahun 2021 meliputi sektor keuangan dan asuransi (32,0%), manufaktur (25,8%), perdagangan grosir dan eceran; komponen kendaraan bermotor (13,5%%), property (4,6%), serta komunikasi dan informasi (4,2%). Perdagangan intra ASEAN sebesar 21,7%, mitra ASEAN kedua dan ketiga perdagangan diduduki Tiongkok (16,4%) dan AS (14.9%) (ASEANpedia Kominfo 2023). Perbandingan total perdagangan tahun 1967 dengan 2021 terlihat pada Gambar 1. Pengguna internet mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 61,4%.

Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2022)
Gambar 1. Komparasi Perekonomian ASEAN Dulu dan Sekarang

Fenomena Global dan Kawasan yang Mewarnai Keketuaan Indonesia di ASEAN

Keketuaan Indonesia ini terjadi pada kondisi dimana situasi global mengalami dinamika yang sangat kompleks. Dari perspektif  ekonomi dan geopolitik, dunia mengalami tantangan multidimensi. Tantangan pemulihan ekonomi sebagai dampak pandemi covid-19 yang merupakan economic wide shocks dimana root cause dampak dan penyebaran virus tersebut berkembang menjadi “goncangan ekonomi luas”. Ketika pandemi sudah mulai dapat diatasi, masyarakat ingin segera kembali normal. Dampak yang terjadi adalah kenaikan permintaan yang besar. Adanya supply chain disruption, menyebabkan kenaikan harga di seluruh dunia sehingga memicu inflasi global (Brodjonegoro 2022). Beberapa negara melakukan pengetatan kondisi finansial global dan moneternya. Mitra dagang Indonesia seperti Mesir yang melakukan penghematan devisa dan menginisiasi skema imbal dagang kurma dengan kopi Indonesia yang dihasilkan Koperasi Produsen Gunung Luhur Berkah. Kontraksi yang dialami mitra dagang besar ASEAN, dimana beberapa analis memprediksi AS mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif. Proses pengetatan kebijakan kebijakan moneter AS berdampak pada mitra dagang termasuk ASEAN dan Indonesia ( https://www.cnbcindonesia.com/market/20221201234044-17-393078/amerika-resesi-di-awal-2023-wall-street-bakal-anjlok-24)

Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2022)
Gambar 2. Fenomena Global dan Kawasan di Keketuaan Indonesia di ASEAN 2023

Dari sisi geopolitik persaingan antar negara adikuasa masih terus berlanjut. Krisis geopolitik, invasi Rusia ke Ukraina mendorong kenaikan harga komoditas energi dan pangan sehingga memperdalam tekanan inflasi global. Isu Myanmar dan Indo-Pasifik menjadi tantangan yang harus dihadapi ASEAN. Salah satu upaya yang dilakukan Indonesia adalah inisiatif menjadi tuan rumah Leaders’ Meeting pada 24 April 2021 untuk penyelesaian konflik di Myanmar. Konferensi yang berlangsung di Sekretariat ASEAN di Jakarta merupakan wujud keprihatinan pemimpin negara SEAN dengan kudeta dan kekerasan di Myanmar. Pertemuan menyepakati five-poin consensus berisi penghentian kekerasan, penyelenggaraan dialog konstruktif dan pengiriman bantuan kemanusiaan.

Megatren Strategis Global pada Keketuaan Indonesia di ASEAN

Indonesia memegang posisi sangat strategis mengingat satu-satunya negara yang tergabung dalam forum G20, APEC, dan ASEAN (Kemenko Perekonomian 2023).  Sebagai ketua ASEAN, Indonesia akan memfokuskan pada bagaimana memperkuat ASEAN menjadi kawasan ekonomi yang tumbuh cepat, inklusif, dan berkelanjutan. Berbagai megatren srategis global menjadi potensi memperkuat dan juga menjadi tantangan yang akan dihadapi Indonesia pada saat keketuaan Indonesia di ASEAN yang mana meliputi pemulihan pandemi covid 19 dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif; peningkatan daya saing global, digitalisasi; revolusi industri 4.0; disrupsi rantai suplai; transisi energi; ekonomi sirkular; pembiayaan berkelanjutan dan perubahan iklim.

Pemulihan akibat pandemic covid-19, disrupsi rantai suplay dan pertumbuhan ekonomi inklusif, Pandemi Covid 19 menggoncang Aggregate Demand dan Aggregate Supply sekaligus. Bahkan juga mengguncang rantai pasok global dan hampir semua sektor ekonomi (lapangan usaha) terpengaruh sehingga AD dan AS terus menurun (Siregar 2020). Pemulihan ekonomi sedang berlangsung dan tuntutan agar ekonomi tumbuh secara inklusif sehingga menciptakan akses dan kesempatan yang luas bagi seluruh lapisan masayarakat secara berkeadilan, meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi kesenjangan antar kelompok dan wilayah menjadi komitmen nasional dan global yang tertuang dalam SDGs. Hal ini menjadi isu strategis global yang perlu menjadi perhatian pada saat keketuaan Indonesia di ASEAN.

Daya saing kawasan dan digitalisasi. Digitalisasi merupakan keniscayaan yang tidak hanya mampu mengeskalasi pertumbuhan ekonomi pasca pandemi Covid-19, tetapi juga dapat mengungkit daya saing dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. ASEAN memiliki peluang untuk berakselerasi dan berada di garis depan ekonomi digital global.Penggerak utama transformasi digital ASEAN diantaranya karena ASEAN memiliki potensi yang luar biasa dengan fundamental ekonomi yang kuat seperti ukuran pasar yang besar dan menarik dengan 670 juta penduduk, cukup besarnya populasi kaum muda yang paham teknologi dan penetrasi internet yang meningkat. Tingginya pengguna internet ASEAN juga turut mendukung proses transformasi digital ASEAN, yaitu sebanyak 460 juta pengguna internet lama dan 100 juta pengguna internet baru pada masa pandemi Covid-19. Sementara itu, untuk Indonesia, pengguna internet juga mengalami peningkatan dari waktu ke waktu dengan jumlah pengguna internet mencapai 210 juta penduduk di tahun 2022 dengan tingkat penetrasi internet tumbuh 77,02% pada 2021-2022[1]. ASEAN termasuk Indonesia menyadari bahwa digital transformation adalah salah satu sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia dan ASEAN. Potensi nilai ekonomi digital Indonesia di tahun 2021 mencapai 70 miliar USD dan diprediksi terus meningkat hingga mencapai nilai 146 miliar USD di tahun 2025, bahkan dapat mencapai 315,5 miliar USD di tahun 2030 mendatang. Besarnya ukuran digitalisasi di ASEAN diharapkan dapat mendorong perkembangan ekonomi, khususnya pada sektor-sektor seperti e-commerce, media online, layanan keuangan, dan ride-hailing dalam rangka mencatat pertumbuhan yang solid di masa yang akan datang. Tantangan nyata yang dihadapi Indonesia adalah permasalahan digital divide within country yang secara riil berdampak pada aspek inklusifitas dari transformasi digital, disisi lain ekonomi digital merupakan crosscutting issue dimana yurisdiksi regulasi yang ada melibatkan banyak Kementerian dan Lembaga di Indonesia. Berdasarkan lingkup ASEAN, anggota ASEAN memiliki kesenjangan dan kesiapan yang berbeda dalam menghadapi transformasi digital. Indonesia dalam keketuaan ASEAN perlu mendorong adanya kesepakatan dan kerjasama bersama berupa program akselerasi transformasi digital yang inklusif dalam upaya mengurangi kesenjangan dalam kesiapan digital antar negara ASEAN (BK Perdag Kementerian Perdagangan, ERIA, dan ITAPS 2023).Perubahan iklim, transisi energi, ekonomi sirkular, pembiayaan hijau. Pada edisi 13 Juni 2023 rubrik Iqtishadia mengupas “Peluang UMKM Hijau Buka Gerbang Ekspor”. Berdasarkan tulisan tersebut diketahui bahwa Indonesia menunjukkan perhatian yang besar terkait dampak perubahan iklim dengan meratifikasi berbagai agenda perubahan iklim di internasional. Kondisi saat ini menunjukkan rantai pasokan linier lebih mahal, rentan terhadap volatilitas, dan berbahaya bagi lingkungan. Berbagai kegiatan manufakturing; distribusi dan logistik; penjualan dan ritel; konsumsi akhir pada rantai pasokan linier akan menghasilkan limbah karena sampah produk sangat terbatas untuk diolah kembali. Berbagai aktivitas rantai pasokan linier ini menciptakan ketidakseimbangan antara sistem ekologi dan pertumbuhan ekonomi. Konsep Circular Economy diusung untuk mengurangi sampah dan memaksimalkan sumber daya yang ada. Penggunaan sumber daya, sampah, emisi dan energi terbuang diminimalisir dengan menutup siklus produksi-konsumsi dengan memperpanjang umur produk, inovasi desain, pemeliharaan, pengunaan kembali, remanufaktur, daur ulang ke produk semula (recycling), dan daur ulang menjadi produk lain (upcycling). Disisi lain dalam memproduksi produk/layanan hijau, pelaku usaha akan  membutuhkan investasi yang sangat besar guna mengintroduksi inovasi dan teknologi baru yang lebih hijau, termasuk pula pergeseran penggunaan energi hijau di dalamnya. Level pada product life cycle yang belum matang menjadikan harga produk cenderung belum kompetitif sehingga pelaku usaha membutuhkan fasilitasi untuk meningkatkan akses pembiayaan berkelanjutan (DUPK Bank Indonesia 2022).

Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2022)
Gambar 2. Megatren Strategis Global

Tiga Pilar Priority Economic Deliverables dalam Keketuaan Indonesia di ASEAN 2023

Keketuaan Indonesia di ASEAN berfokus menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang stabil dan damai; sebagai jangkar stabilitas dunia. Untuk itu, ASEAN harus konsisten menjunjung tinggi hukum internasional dan tidak menjadi proksi bagi siapapun. ASEAN harus menjaga perdamaian internalnya di Asia Tenggara dan kawasan Indo-Pasifik. ASEAN juga harus menjadi kawasan bermartabat yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan demokrasi. Semua itu hanya bisa terjadi jika ASEAN terus memperkuat sentralitasnya (Kemenlu 2023). Dan Indonesia pada keketuaan ASEAN kali ini berperan penting untuk memastikan sentralisas ASEAN. Untuk memperkuat sentralitasnya, keketuaan ASEAN Indonesia 2023 pada jalur ekonomi akan menjalankan 3 pilar strategis, yaitu:

(i) Pembangunan Kembali Perkembangan Regional, Konektifitas, dan Persaingan Baru (Recovery dan Rebuilding); mengeksplorasi kombinasi kebijakan (mix policy) yang terkalibrasi, direncanakan dan dikomunikasikan dengan baik demi memastikan pemulihan dan pertumbuhan ekonomi serta memitigasi resiko seperti inflasi dan votalitas aliran modal.

(ii) Mempercepat Transformasi dan Partisipasi Ekonomi Digital Inklusif (Digital Economy); memperkuat inkluasi keuangan dan literasi digital negara anggota ASEAN dengan meningkatkan kapasitas masing-masing dalam memformulasikan strategi edukasi finansial secara nasional. Selain itu juga meningkatkan interkonektivitas system pembayaran regional.

(iii) Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan untuk Masa Depan yang Tangguh (Sustainability); ASEAN perlu mempersiapkan dan mengarah ke tujuan yang sama dalam kaitan transisi menuju ekonomi hijau diantaranya melalui penyusunan ASEAN Taxonomy on Sustainable Finance dan Study on the Role of Central Banks in Managing Climate and Environment-Related Risk.

Sumber: Kemenko Bidang Perekonomian (2023)
Gambar 3. Tiga Pilar Priority Economic Deliverables

sumber: https://www.republika.id/posts/43009/megatren-strategis-global-keketuaan-indonesia-di-asean

Related Posts