OLEH Aldila Nur Almianda (Mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB), Dedi Budiman Hakim, Sri Retno Wahyu Nugraheni (Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB)

Perdagangan internasional memberikan kesempatan kepada setiap negara untuk dapat berspesialisasi dalam memproduksi suatu barang dan jasa. Kontribusi dari kegiatan perdagangan internasional menjadi salah satu instrumen penggerak ekonomi melalui Produk Domestik Bruto (PDB). Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat ditingkatkan melalui kerjasama perdagangan berupa integrasi ekonomi. Salah satu bentuk integrasi ekonomi di Kawasan Asia Tenggara adalah The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang didirikan pada tahun 1967 dengan beranggotakan 10 negara. ASEAN dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan kerjasama di bidang ekonomi dan sosial. Pengembangan kerjasama kawasan yang dilakukan ASEAN, yaitu melakukan kerjasama perdagangan dengan negara maju di wilayah Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, dan China yang dikenal dengan ASEAN+3. Inisiasi ASEAN+3 dimulai pada tahun 1997 untuk memperkuat dan memperdalam kerjasama dengan Asia Timur dengan harapan mampu meningkatkan perdagangan diantara negara-negara mitra (Hoa 2003). Asia Timur dikenal sebagai negara yang kompetitif dalam teknologi, pembangunan, keunggulan komparatif serta skala perdagangan sehingga perdagangan intra-regional yang dilakukan antara ASEAN dengan China, Jepang, dan Korea Selatan mampu berkontribusi pada pasar dan pertumbuhan kawasan ASEAN (Kaka 2017).

Pertumbuhan positif Produk Domestik Bruto (PDB) dan ekspor Indonesia didukung oleh salah satu sektor yang berhasil bertahan ditengah ketidakpastian global termasuk pandemi Covid-19 yaitu sektor pertanian. Pentingnya peran sektor ini dapat dilihat dari kontribusinya selama pandemi share ekspor yang disumbang oleh sektor pertanian secara umum tetap bertahan dan konstan sebesar 12,6 persen dengan nilai ekspor yang terus meningkat (BPS, 2023). Namun demikian, kinerja ekspor sektor pertanian Indonesia ke kawasan ASEAN+3 selama periode 2000 – 2021 mengalami fluktuasi, tetapi menunjukan tren yang positif (Gambar 1). Nilai tertinggi ekspor sektor pertanian terjadi pada tahun 2021 yaitu sebesar 23 Miliar USD atau naik sebesar 43 persen year-on-year. Keberhasilan ekspor sektor pertanian diantaranya ditopang oleh sepuluh komoditas pertanian dengan nilai ekspor terbesar tiap tahunnya yaitu komoditas Ikan dan Udang (HS 03); Susu, Mentega dan Telur (HS 04); Sayuran (HS 07); Buah-buahan (HS 08); Kopi, Teh dan Rempah-Rempah (HS 09); Biji-bijian berminyak (HS 12); Lemak dan Minyak Hewan atau Nabati (HS 15); Gula dan Kembang Gula (HS 17); Kakao (HS 18); dan Tembakau (HS 24).

Sumber : UN Comtrade, 2023 (diolah)

Gambar 1 Perkembangan Nilai Ekspor Sektor Pertanian Indonesia ke Negara ASEAN+3 Tahun 2000 – 2021

Selanjutnya, jika dilihat perkembangan share ekspor sepuluh komoditas pertanian terbesar terhadap total ekspor Indonesia ke ASEAN+3 menunjukkan tren yang positif dengan rata-rata share sebesar 10,3 persen selama periode 2000 hingga 2021 (Gambar 2). Diketahui komoditas Lemak dan Minyak Hewan atau Nabati (HS 15) mencatatkan total nilai ekspor tertinggi sebesar US$ 109 Miliar dari total nilai ekspor sepuluh komoditas pertanian, diikuti oleh komoditas Ikan dan Udang (HS 03) sebesar US$ 20 Miliar, komoditas Tembakau (HS 24) sebesar US$ 10 Miliar selama periode penelitian (UN Comtrade, 2023). 

Sumber : UN Comtrade, 2023 (diolah)

Gambar 2 Perkembangan Share Ekspor Komoditas Pertanian Terbesar terhadap Total Ekspor Indonesia ke ASEAN+3 periode 2000 – 2021 

Kinerja ekspor suatu negara dapat dianalisis lebih lanjut melalui tingkat efisiensi ekspornya. Fluktuasi yang dialami suatu negara bisa jadi disebabkan oleh adanya inefisiensi ekspor di mana ekspor yang dilakukan belum mencapai kondisi potensial. Efisiensi ekspor merupakan indikator untuk mengukur besar tingkat aktual ekspor terhadap ekspor potensialnya. Ekspor suatu negara dapat dikatakan efisien jika nilai aktual ekspor mencapai atau mendekati nilai potensial ekspornya. Dengan demikian, efisiensi ekspor tersebut tentunya diharapkan dapat dicapai oleh seluruh negara tak terkecuali Indonesia dengan memanfaatkan mitra dagang potensial di kawasan ASEAN+3.

Lebih lanjut, faktor-faktor yang memengaruhi ekspor sepuluh komoditas pertanian terbesar Indonesia ke negara di ASEAN+3 periode 2000 – 2021 diestimasi menggunakan stochastic frontier gravity model (Tabel 1). Hasil estimasi menunjukkan GDP secara signifikan berpengaruh positif seperti yang diharapkan. Variabel GDP riil Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor sepuluh komoditas pertanian dengan koefisien sebesar 1,734 yang berarti setiap kenaikan sebesar 1 persen pada GDP riil Indonesia akan berdampak pada peningkatan nilai ekspor komoditas pertanian sebesar 1,734 persen, ceteris paribus. Semakin tinggi GDP riil Indonesia, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi negara tersebut dan terjadi peningkatan dalam produksi yang akan meningkatkan volume ekspornya. Variabel GDP riil negara mitra dagang juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap sepuluh komoditas pertanian terbesar Indonesia. Ketika GDP riil negara mitra dagang terjadi kenaikan sebesar 1 persen maka berdampak pada peningkatan ekspor sepuluh komoditas pertanian terbesar Indonesia ke kawasan ASEAN+3 sebesar 0,42 persen (ceteris paribus)

Variabel jarak ekonomi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap nilai ekspor sepuluh komoditas pertanian terbesar Indonesia ke negara di ASEAN+3. Variabel ini memproksikan biaya transportasi dalam melakukan ekspor terhadap negara mitra dagang sehingga semakin jauh jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara mitra dagangnya maka biaya perdagangan yang dikeluarkan akan semakin besar. Variabel Trade Openness menunjukkan pengaruh yang positif dan tidak signifikan. Variabel ini memproksikan hambatan perdagangan di negara mitra sehingga semakin tinggi trade openness maka semakin tinggi keterbukaan atau menurunnya hambatan perdagangan di negara importir. Adapun variabel nilai tukar riil negara mitra dagang berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai ekspor. Hasil estimasi variabel ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Faradiah (2015) di mana probabilitas yang lebih dari taraf nyata diduga bahwa variabel nilai tukar riil bukan merupakan hal krusial akibat kecenderungan melakukan pembayaran dimuka sehingga fluktuasi nilai tukar negara tujuan tidak berpengaruh terhadap ekspor Indonesia.

Tabel  1  Hasil Estimasi Determinan Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Pertanian Terbesar Indonesia

VariabelKoefisienStd. ErrorP-Value
Cons-45,215*11,6790,000
GDP Riil Indonesia1,734*0,4840,000
GDP Riil Negara Mitra Dagang0,425****0,2610,104
Jarak Ekonomi-1,97e-060,0000,996
Trade Openness0,0000,0000,351
Nilai Tukar Riil Negara Mitra Dagang0,0620,0960,519
eta0,0050,006
sigma-square5219,90278,855
gamma0,9990,000

Keterangan: * dan **** menyatakan signifikan pada taraf nyata 1 persen dan 15 persen berurutan

Sumber: Hasil olahan Stata15

Jika dilihat perkembangan rata-rata nilai efisiensi ekspor sepuluh komoditas pertanian Indonesia terlihat memiliki tren positif selama periode 2000 – 2021 (Gambar 3). Tren positif ini didukung oleh nilai ekspor komoditas yang terus tumbuh positif bahkan disaat terjadinya krisis. Selain itu, kebutuhan akan pangan akan terus meningkat seiring dengan melonjaknya populasi penduduk sehingga akan meningkatkan demand dan nilai ekspor komoditas pertanian. Kebutuhan dan pasar yang sangat besar dan terus tumbuh menjadi alasan kuat bagi Indonesia untuk terus mengembangkan ekspor pada sepuluh komoditas pertanian. 

Sumber : Hasil Olahan

Gambar 3 Hasil Estimasi Rata-Rata Nilai Efisiensi Ekspor Komoditas Pertanian Terbesar Indonesia ke Negara di ASEAN+3 periode 2000 – 2021

Berdasarkan penghitungan nilai efisiensi ekspor sepuluh komoditas pertanian terbesar Indonesia ke 12 negara mitra dagang di ASEAN+3 pada periode 2000 – 2021 ditemukan bahwa rata-rata efisiensi ekspor sepuluh komoditas pertanian terbesar Indonesia dirasa masih belum efisien dengan rata-rata efisiensi ekspor komoditas pertanian Indonesia bernilai sebesar 0,37 yang menunjukkan ekspor Indonesia masih belum mencapai kondisi potensialnya. Dengan demikian, Indonesia memiliki potensi untuk meningkatkan ekspor terhadap komoditas tersebut karena terdapat gap antara ekspor aktual dengan ekspor potensialnya atau masih adanya inefisiensi ekspor sebesar 0,63. Nilai efisiensi ekspor Indonesia tertinggi diantara 12 negara mitra dagang di ASEAN+3 yaitu ke negara Myanmar sebesar 0,819. Peringkat kedua dan ketiga tertinggi diikuti ke negara China dan Singapura dengan rata-rata nilai efisiensi masing-masing sebesar 0,701 dan 0,601. Sedangkan, ekspor sepuluh komoditas pertanian Indonesia ke Laos mencatatkan rata-rata nilai efisiensi terendah yakni sebesar 0,0001.Berdasarkan temuan di atas, peningkatan nilai ekspor sepuluh komoditas pertanian terbesar Indonesia dapat dijadikan sinyal positif bagi pemerintah. Masih terdapat potensi peningkatan efisiensi ekspor yang perlu menjadi perhatian pemerintah sehingga upaya yang dilakukan tidak hanya berfokus pada peningkatan nilai ekspor melainkan juga berusaha terus meningkatkan efisiensi dari ekspor tersebut. Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia yakni terus meningkatkan produksi dengan tidak hanya mengekspor dalam bentuk raw material tetapi dengan menciptakan produk akhir atau produk olahan serta meningkatkan ekspor ke negara mitra dagang dengan pendapatan/ GDP riil yang tinggi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi produksi dan berujung pada peningkatan nilai ekspor komoditas pertanian.

Related Posts