Aziza Rahmanar Salam1), Widyastutik2), Bahroin Idris Tampubolon3), Mutiara Probokawuryan2), Siti Mir’atul Khsanah 1) 

Target capaian netralitas karbon atau kondisi Net Zero Emission (NZE) yang ingin dicapai di Negara-negara Anggota ASEAN antara tahun 2040 dan 2065, mendorong transisi energi menjadi salah satu isu yang mengemuka dalam Keketuaan ASEAN 2023 oleh Indonesia. Konsep NZE mengacu pada tujuan pengurangan tingkat emisi mendekati nol dan mengimbangi emisi yang tidak dapat dihilangkan untuk mencegah penambahan gas rumah kaca/Green House Gas (GHGs) ke atmosfer.  Paris agreement menyatakan akan berupaya untuk membatasi kenaikan suhu global sampai di angka minimum 1,5º Celcius, dan di bawah 2º Celcius untuk tingkat praindustri. Mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca dan aktivitas serupa, guna meminimalkan emisi gas serta mencapai target emisi net zero atau nol bersih. Saat ini sektor energi menyumbang sekitar tiga perempat dari emisi gas rumah kaca pada tahun 2023.

Kementerian Perdagangan berkolaborasi dengan ITAPS FEM IPB, ERIA, dan SEMERU menyelenggarakan High Level Policy Dialoqueb (HLPD), dimana pilar 3 dalam Keketuaan Indonesia pada ASEAN mengangkat topik Transisi Energi. Transisi Energi Berkelanjutan telah menjadi fokus utama dalam upaya menghadapi perubahan iklim dan mengurangi ketergantungan pada sumber energi konvensional yang terbatas. Melalui kolaborasi dan kerjasama lintas negara, negara-negara ASEAN berkomitmen untuk meningkatkan pengembangan sumber energi terbarukan.

Lesson Learned Kebijakan Net Zero Emisi Vietnam

Dalam forum HLPD paralel session 3, pembicara dari Malaysia dan Vietnam memberikan informasi, pengalaman serta praktik terbaik (best practices) dalam mengimplementasikan kebijakan efisiensi energi di masing-masing negara untuk memberikan manfaat ekonomi dan lingkungan yang signifikan. Ludin (2023) menyampaikan cara untuk mendukung Net Zero Agenda adalah 1). Menggeser bauran energi dari bahan bakar fosil menuju listrik tanpa emisi dan sumber energi rendah emisi lainnya seperti hydrogen dan mengadaptasi proses industri dan pertanian; 2). Meningkatkan efisiensi energi dan mengelola permintaan energi dan memanfaatkan ekonomi sirkular; mengkonsumsi lebih sedikit barang dengan intensitas emisi tinggi dan 3). Menerapkan teknologi penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon; dan meningkatkan penyerapan gas rumah kaca berumur panjang dan berumur pendek.

Ha Le (2023) menyampaikan lesson learned transisi energi di Vietnam. Vietnam telah mengalami pertumbuhan yang pesat sehingga mendorong peningkatan substansial dalam permintaan energi untuk mendukung berbagai industri dan sektor. Transisi didorong oleh permintaan energi yang melonjak dan beralih ke sumber yang lebih bersih dan berkelanjutan. Batubara tetap menjadi sumber energi dominan di Vietnam, namun terjadi kemajuan luar biasa dalam mengembangkan sektor energi terbarukan, khususnya tenaga angin dan matahari, menjadikannya salah satu pasar energi terbarukan dengan pertumbuhan tercepat di kawasan ASEAN. 

Tabel 1. Kapasitas Terpasang Penggunaan Energi di Vietnam

Sumber EnergiKapasitas TerpasangPembangkitan
Nilai (MW)PersentaseNilai (Juta KWh)Persentase
Batubara25.31232,5104.92139,09
Gas Bumi7.1609,229.56311,01
Tenaga Air22.54429,095.05435,41
Tenaga Angin dan Matahari20.16526,434.37812,81
Lainnya2.6190,24.5260,02
Total77.800100268.442100

Sumber: Ha Le (2023)

Sungai dengan arus deras serta medan pegunungan menawarkan potensi tenaga air yang besar, menjadikan pembangkit listrik tenaga air sebagai komponen penting dari bauran energi di Vietnam. Vietnam berinvestasi dalam perluasan dan modernisasi infrastruktur listriknya. Sektor energi Vietnam menghadirkan peluang investasi yang menarik bagi investor domestik dan internasional. Vietnam menjadi pemimpin regional dalam energi terbarukan dengan pertumbuhan tenaga surya dan angin yang signifikan, melampaui Thailand sebagai pemimpin energi terbarukan di Asia Tenggara. 

Vietnam juga bekerja sama dengan sektor swasta dan mitra internasional melalui Just Energy Transition Partnership (JETP), dengan termasuk Uni Eropa, Inggris, Prancis, Jerman, Amerika Serikat, Italia, Kanada, Jepang, Norwegia, dan Denmark. Disamping itu, Vietnam juga melibatkan organisasi internasional untuk pembiayaan dan keahlian teknis (misalnya, Bank Dunia, ADB), memanfaatkan kemitraan publik-swasta untuk membuka modal swasta dan keahlian industri untuk pengembangan proyek dan meningkatkan kesadaran publik dan mempromosikan praktik konservasi dan efisiensi energi.

Penggunaan energi terbarukan yang cukup dominan oleh Vietnam dapat menginspirasi negara-negara tetangga, menciptakan regional ripple effect menuju masa depan yang lebih hijau, berkelanjutan dan transisi energi menghadirkan peluang untuk kemajuan domestik dan dampak regional, menjadikan Vietnam sebagai mercusuar pengelolaan lingkungan di Asia Tenggara.

Tantangan Transisi Energi yang Dihadapi ASEAN 

Negara-negara ASEAN termasuk Indonesia, sedang dan terus melakukan upaya keras untuk melakukan transisi energi menuju netralitas karbon mengikuti Pakta Iklim Glasgow. Berikut tantangan yang dihadapi ASEAN dan strategi yang dapat dilakukan dalam upaya transisi energi menuju netralitas karbon menurut ketiga pembicara, yaitu Prof Norasikin Ahmad Ludin, Thai Ha Le, dan Alloysius Joko Purwanto,

  1. Negara anggota ASEAN memiliki tahap pertumbuhan ekonomi yang heterogen. Singapura adalah Negara anggota yang masuk dalam jajaran “the newly industrialized economies”. Sedangkan Indonesia, Malaysia, Philippines, dan Thailand adalah middle-income countries. Brunei Darussalam adalah negara yang kaya minyak, sedangkan Kamboja, Lao PDR, Myanmar, dan Viet Nam masuk dalam “the least developed member countries of ASEAN”. Hal ini berimplikasi pada tingkat Pembangunan yang berbeda.
  2. Karena memiliki tingkat pertumbuhan dan pembangunan berbeda, setiap negara ASEAN memiliki peta jalan yang bervariasi sehingga memengaruhi regulasi teknis masing-masing negara dalam mengurangi emisi.
  3. Variasi sumber daya alam untuk energi terbarukan (RE) di masing-masing negara ASEAN. Sementara itu ketersediaan, keterbukaan akses dan keterjangkauan pasokan energi merupakan persyaratan paling mendasar bagi negara-negara ASEAN, termasuk gas alam (LNG). Negara anggota ASEAN memiki ketergantungan batubara sebagai titik awal untuk dekarbonisasi.
  4. Negara anggota ASEAN memiliki biaya yang masih tinggi dalam menghasilkan energi terbarukan. Transisi energi ke hijau/berkelanjutan membutuhan pembiayaan dan investasi yang besar. Sementara itu, tahap pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN sangat bervariasi.

Strategi ASEAN dan Indonesia untuk Transisi Energi

Langkah yang dapat ditempuh oleh negara negara ASEAN adalah sebagai berikut: 

  1. Kawasan ASEAN harus mengadvokasi perlunya transisi energi yang bertahap dan pragmatis dan realistis serta pembiayaan yang mendukung.
  2. Elaborasi peta jalan nasional dan perusahaan untuk pengurangan emisi yang didukung investasi yang aman, kolaborasi, kemitraan, dan dukungan pemerintah ASEAN.
  3. Perjanjian perdagangan regional mendorong penetrasi penggunaan teknologi hijau. ASEAN perlu memaksimalkan peran perjanjian perdagangan untuk menekan biaya transaksi karena mempunyai potensi dalam green technology production hub (industri solar panel, industri komponen kendaraan listrik, industry baterai listrik). Salah satu perjanjian perdagangan yang dapat dimanfaatkana adalah RCEP sehingga dapat mengurangi biaya yang tinggi dalam menghasilkan energi terbarukan.
  4. Negara-negara ASEAN perlu menyeimbangkan dan mengoptimalkan pertumbuhan perdagangan teknologi hijau dan pengembangan industri teknologi hijau dalam negeri.
  5. Menyediakan pasar ekspor untuk energi terbarukan (yang bersumber dari low carbon hydrogen dan ammonia) dalam rangka mengembangkan industri domestik.
  6. Menerapkan kebijakan di tingkat ASEAN yang mendukung promosi investasi energi terbarukan dan secara bertahap menghentikan pembangkit listrik tenaga batubara.
  7. Memiliki pemahaman dan keinginan bersama untuk memperkuat kerangka peraturan dan merampingkan prosedur administratif
  8. Meningkatkan upaya penelitian, pengembangan dan mendorong inovasi dalam teknologi energi terbarukan di tingkat ASEAN melalui program piloting.

Sementara itu, secara spesifik, Indonesia yang sedang berupaya menurunkan emisi karbonnya dapat menjadikan Vietnam sebagai benchmark. Komitmen Indonesia untuk penurunan emisi secara nasional (Nationally Determined Contribution) mencapai 29% dengan usaha mandiri dan 41 % dengan bantuan dari internasional dapat dicapai dengan adanya pengurangan di sektor energi sebesar 37.7% (Nazara, 2020).  Potensi sumber energi terbarukan yang besar di Indonesia menjadi modal yang baik dalam rangka pengembangan ini. Pada tahun 2023, Indonesia tercatat memiliki cadangan sumberdaya energi dari tenaga air sebesar 75 GW, Geothermal 25,8 GW, Bioenergi 32.68 GW,  Angin 60.6 GW, Matahari 207,8 GW, dan Arus Laut sebesar 60,6 GW (Nazara, 2020).  Namun perlu menjadi perhatian apabila Indonesia akan menerapkan transisi energi dan net zero dengan berbasis renewable energy seperti Vietnam (berbasis air, angin), maka perlu memperhatikan faktor musim (seasons) dan perubahan iklim. Kestabilan supply input energi terbarukan setiap waktu serta adanya upper limit (batas atas) dari kapasitas energi terbarukan (misalnya Geothermal) juga merupakan hal lain yang perlu diperhitungkan dengan seksama. Pertimbangan Indonesia sebagai negara kepulauan, sebaran lokasi sumber energi terbarukan dengan pusat lokasi permintaan energi yang mungkin tidak selalu sama, serta masih tingginya biaya pembangkitan energi untuk renewable energy menjadi tantangan Indonesia dalam penerapan transisi energi serta zero net emission

Dalam rangka memenuhi kebutuhan akan investasi yang besar untuk transisi ke energi zero emisi, Indonesia seperti halnya Vietnam perlu meningkatkan kerjasama dengan organisasi internasional (misalnya, Bank Dunia, ADB, NZD, IDB) untuk pembiayaan dan keahlian teknis. Indonesia dapat memanfaatkan kemitraan publik-swasta untuk membuka modal swasta dan keahlian industri untuk pengembangan proyek. Dan upaya yang tak kalah pentingnya adalah membangun dan meningkatkan kesadaran publik, mempromosikan praktik konservasi dan efisiensi energi.

sumber: https://www.republika.id/posts/44044/transisi-energi-pada-keketuaan-indonesia-di-asean

Related Posts