OLEH Alfath Rizka NurramidhanApriyanti Nur AnnisaNajwah Adinda Alfiah, (Mahasiswa Departemen Manajemen FEM IPB) Raden Roro Salsabiila Putriana Maharani (Mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB)   Bunayya Ridwan Nasution (Mahasiswa Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu dan Pengetahuan Alam IPB)  Lindawati Kartika (Dosen Departemen Manajemen FEM IPB)

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan populasi yang besar, yang mengakibatkan peningkatan volume sampah yang dihasilkan setiap harinya. Menurut laporan The Atlas of Sustainable Development Goals 2023 dari Bank Dunia, Indonesia memproduksi sekitar 65,2 juta ton sampah pada tahun 2020. Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil sampah terbesar ke-5 di dunia (KataData, 2023). Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (Ditjen PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), produksi sampah tersebut meningkat menjadi 68,5 juta ton pada tahun 2021 dan 70 juta ton pada tahun 2022.

Fast moving consumer goods (FMCG) memiliki peran signifikan dalam menghasilkan sampah di Indonesia. Kehadiran FMCG yang luas dalam kehidupan sehari-hari telah memberikan kontribusi yang besar terhadap permasalahan sampah. Adapun salah satu kategori FMCG yang turut berkontribusi dalam menghasilkan sampah di Indonesia adalah industri produk kosmetik dan skincare. Manager of Waste4Change, Saka Dwi Hanggara, mengatakan bahwa total sampah nasional pada 2021 mencapai 68,5 juta ton dan sekitar 17% atau 11,6 juta ton, disumbang oleh sampah plastik termasuk di antaranya wadah kosmetik dan perawatan kulit, serta bubble wrap.

Dewasa ini, kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan semakin meningkat. Menurut KataData, mayoritas atau 77,4% anak muda di Indonesia tertarik dengan isu lingkungan hidup. Kesadaran ini dapat mendorong perubahan dalam perilaku konsumen, seperti memilih produk yang lebih ramah lingkungan, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, memilah dan mendaur ulang sampah, serta mendukung praktik bisnis yang berkelanjutan. Perilaku konsumen yang mempertimbangkan isu-isu lingkungan dan sosial ketika mengambil keputusan konsumsi ini dikenal sebagai perilaku konsumen hijau atau green consumer behavior (Peattie, 2010). Green consumer behavior mengacu pada pembelian produk ramah lingkungan yang dapat didaur ulang dan bermanfaat bagi lingkungan dan menghindari produk yang membahayakan lingkungan dan masyarakat (Chan, 2001).

Pemasaran hijau semakin mendesak seiring dengan kesadaran konsumen akan dampak lingkungan dari keputusan pembelian mereka. Perusahaan-perusahaan kini menyadari betapa pentingnya mengintegrasikan praktik yang ramah lingkungan ke dalam operasional dan kampanye pemasaran mereka. Menurut Polonsky (1994), terdapat lima alasan mengapa perusahaan mengadopsi pemasaran hijau, yaitu: Memenuhi permintaan pelanggan akan produk yang ramah lingkungan; Mematuhi peraturan lingkungan; Mengurangi biaya melalui penggunaan sumber daya yang lebih efisien; Meningkatkan citra merek dan reputasi; dan Berkontribusi pada perlindungan lingkungan.

Sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan dan untuk menarik minat konsumen dengan perilaku konsumen hijau (green consumer behavior), perusahaan menciptakan brand image yang positif dengan mengkomunikasikan nilai-nilai lingkungan dan keberlanjutan melalui strategi pemasaran hijau (green marketing campaign) yang jelas. Green marketing campaign sendiri merupakan sebuah konsep yang meliputi pengembangan seluruh kegiatan pemasaran untuk merangsang dan mempertahankan perilaku konsumen yang ramah lingkungan (Arviani, 2022). Dalam penerapannya, produk yang dipromosikan melalui green marketing campaign mencakup bahan baku yang ramah lingkungan, pengurangan limbah, penggunaan energi terbarukan, dan partisipasi dalam inisiatif sosial atau lingkungan.

Tren mengenai kecantikan terus berkembang dan berinovasi dari waktu ke waktu. Hal ini sejalan dengan meningkatnya kebutuhan konsumen terhadap produk kosmetik dan skincare. BPOM mencatat, jumlah perusahaan industri kosmetik tumbuh hingga 20,6 persen dari tahun 2021 yang berjumlah 819 menjadi 913 di Juli 2022 (Kompas, 2022). Namun tanpa disadari, industri produk kosmetik dan skincare turut berkontribusi dalam permasalahan sampah. Produk-produk tersebut seringkali dikemas dalam plastik, kertas atau karton, kaca atau kemasan yang sulit terurai secara alami. Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap isu lingkungan, konsumen menjadi semakin jeli dan berhati-hati dalam memilih produk kosmetik dan skincare yang aman untuk digunakan serta tidak berdampak buruk bagi lingkungan. 

Strategi pemasaran hijau, khususnya pada produk kosmetik dan skincare, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat (Shalihah dan Rubiyant, 2023) dan keputusan (Rosyada dan Dwijayanti, 2023) pembelian produk. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa semakin meningkatnya strategi pemasaran hijau, maka akan semakin meningkat pula minat konsumen untuk mengambil keputusan pembelian produk dengan strategi pemasaran hijau tersebut. Selain itu, Ottman (2011) menegaskan bahwa produk kosmetik dengan sertifikasi lingkungan, seperti label organik, memiliki daya tarik yang kuat bagi konsumen yang peduli terhadap keberlanjutan. Namun, perlu diingat bahwa pemasaran hijau harus benar-benar mencerminkan praktik berkelanjutan perusahaan, dan perusahaan harus berhati-hati terhadap praktik “greenwashing” yang dapat merusak kredibilitas mereka (Terrachoice, 2007). Minat konsumen dalam produk kosmetik hijau dapat ditingkatkan melalui kampanye pemasaran yang menyoroti manfaat lingkungan dan keamanan produk (Peattie & Peattie, 2003). Akhirnya, keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk pengaruh keluarga, budaya, dan pengalaman pribadi (Kotler & Armstrong, 2016). Konsumen yang peduli terhadap isu-isu lingkungan cenderung memilih produk kosmetik hijau karena sesuai dengan nilai dan keyakinan mereka (Carrington et al., 2010).

Sariayu Martha Tilaar merupakan contoh konkret tentang penerapan strategi pemasaran hijau di industri kosmetik dan skincare di Indonesia. Sariayu Martha Tilaar dikenal sebagai merek kecantikan yang menekankan kecantikan alami dengan produk-produk yang menggunakan bahan-bahan alami dan ramah lingkungan. Mereka telah berhasil menerapkan strategi pemasaran hijau dalam upaya mempengaruhi minat dan keputusan pembelian konsumen.

Studi kasus pada konsumen Sariayu Martha Tilaar di Kota Semarang, misalnya, menunjukkan bahwa green product dan green advertising dari merek ini berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian produk Sariayu Martha Tilaar. Produk yang menggunakan bahan-bahan alami dan terjaga keberlanjutannya sesuai dengan nilai dan preferensi konsumen yang semakin peduli terhadap lingkungan dan kesehatan kulit. Selain itu, kampanye iklan yang menekankan keberlanjutan dan kebaikan lingkungan juga memperkuat citra positif merek ini (Auli et al., 2023).

Secara umum, pemasaran hijau dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi perusahaan dan konsumen, seperti meningkatkan citra perusahaan dan turut berkontribusi terhadap kelestarian lingkungan. Hal ini menjadi peluang bagi perusahaan untuk mengembangkan produk dan strategi pemasaran yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Related Posts