OLEH Ali Mutasowifin (Dosen Departemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB)

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menerima pendaftaran tiga calon presiden dan wakil presiden yang akan berlaga dalam pemilihan presiden tahun depan. Berbagai lembaga survei melaporkan elektabilitas ketiga pasangan capres-cawapres tersebut berfluktuasi, saling salip. Tidak ada yang dapat memastikan pasangan yang akan unggul hingga saat pemilihan tiba. Beragam peristiwa dapat saja terjadi yang bisa membalikkan keadaan.

Membalikkan keadaan

Apa yang terjadi pada gelaran Pilkada DKI Jakarta 2017 barangkali dapat menjadi contoh  bagaimana peta dukungan dapat dengan mudah berubah. Sang petahana, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang banyak diunggulkan lembaga-lembaga survei harus tumbang karena keseleo lidah yang kemudian mampu dikapitalisasi menjadi bahan serangan oleh para pesaingnya.

Hal serupa juga pernah terjadi di Taiwan, yang tahun depan juga akan menyelenggarakan pemilihan presiden. Pada tanggal 19 Maret 2004, sehari sebelum pemilihan presiden Taiwan, terjadi upaya pembunuhan terhadap Presiden Chen Shui-bian dan Wakil Presiden Annette Lu, ketika mereka sedang berkampanye di Tainan, Taiwan bagian Selatan. Presiden Chen dan Wakil Presiden Lu, yang sedang berjuang keras untuk terpilih kembali, tidak mengalami cedera serius dan meninggalkan rumah sakit pada hari yang sama tanpa kehilangan kesadaran atau menjalani operasi.

Pihak oposisi menuduh insiden penembakan itu dipalsukan penguasa, hanya untuk mendapatkan simpati rakyat. Sebaliknya, pihak petahana menuduh Beijing sebagai dalang di balik insiden penembakan tersebut karena sikap Chen dan Lu yang mendukung kemerdekaan Taiwan dari Cina Daratan. Insiden penembakan itu, yang kemudian dikenal sebagai 319 Incident, ternyata mampu membalikkan keadaan, membuat Presiden Chen berhasil mengalahkan lawannya dengan selisih hanya 29.500 suara.

Kasus Baso A Fung

Dunia bisnis juga menyediakan banyak contoh serupa, seperti kasus Baso A Fung yang sempat membetot perhatian masyarakat di Tanah Air. Kasus yang membuat nama Baso A Fung melambung berawal ketika Jovi Adhiguna Hunter, seorang kreator digital, membawa kerupuk kulit babi dan memakannya bersama baso di restoran Baso A Fung di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, yang sudah bersertifikat halal. Karena Jovi Adhiguna adalah seorang influencer kondang, tak ayal kejadian ini pun viral dan memicu perdebatan di jagat maya.

Berupaya menjaga kepercayaan konsumen dan mencegah timbulnya masalah terkait sertifikasi halal yang telah diraih, manajemen Baso A Fung pun memutuskan untuk menghancurkan 88 mangkuk yang saat itu ada di gerai. Melalui video yang beredar, terlihat pegawai Baso A Fung membawa mangkuk-mangkuk itu keluar restoran, menghancurkannya dengan palu, dan menggantinya dengan mangkuk-mangkuk yang baru.

Walaupun pengunjung membawa masuk makanan non halal ke dalam restoran yang bersertifikat halal memang dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap aturan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH), namun tindakan Baso A Fung menghancurkan mangkuk-mangkuknya dianggap banyak pihak berlebihan. 

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) sendiri berpandangan bahwa alat makan yang telah terkontaminasi tetap dapat digunakan dengan terlebih dahulu dilakukan pensucian secara syar’i hingga dipastikan bersih. Pensucian dapat dilakukan dengan mencuci dengan air sebanyak tujuh kali, yang salah satunya dengan tanah atau debu atau zat lain dengan daya bersih yang sama.

Namun, langkah manajemen Baso A Fung menghancurkan mangkuk-mangkuk yang dianggap terkontaminasi barangkali bukan sekedar masalah fikih. Masalah terpenting dalam setiap bisnis adalah kepercayaan. Sebuah bisnis bisa berakhir saat kepercayaan konsumen menghilang. Dalam kasus ini, Baso A Fung tidak ingin kehilangan kepercayaan konsumennya dan dengan cerdik berhasil mengelola masalah yang muncul sekaligus mengubahnya menjadi materi promosi yang mampu mengukuhkan persepsi resto halal di benak konsumennya.

Hublot

Kesempatan mengubah masalah menjadi peluang pernah pula dipraktikkan Bernie Ecclestone. Pada suatu hari di 2010, CEO Formula 1 ini mengalami perampokan disertai kekerasan, hingga harus dilarikan ke rumah sakit akibat luka-luka serius di wajahnya. Selain menderita lebam di wajah, Ecclestone juga harus kehilangan jam tangan mewah merk Hublot yang bernilai £200,000 atau sekitar Rp4 miliar, serta sejumlah berlian yang dikenakan kekasihnya yang saat itu sedang berjalan bersamanya.

Alih-alih melapor ke polisi atas perampokan yang menimpanya, Bos Formula 1 itu justru meminta seseorang untuk memotret kondisi lebam dan bengkak hitam di mata kanannya. Foto itu kemudian dikirimkannya ke Jean Claude Biver, CEO Hublot, seraya dibumbuhi pesan singkat, “See what people will do for a Hublot!”. Ecclestone juga kemudian menyarankan Biver untuk menggunakan wajahnya yang babak belur itu sebagai bagian dari iklan Hublot.

Yang menarik, setelah iklan dengan wajah bonyok Ecclestone serta tagline “See what people will do for a Hublot!” beredar luas, penjualan Hublot meningkat tajam. Peningkatan kinerja penjualan Hublot ini tidak hanya dinikmati oleh Biver dan perusahaannya, namun juga dirasakan oleh Ecclestone sebagai bintang iklan serta dari pembagian keuntungan penjualan. Apalagi, Hublot pun kemudian turut menjadi sponsor balap mobil Formula 1.

Pelajaran tentang Momentum

Pada pemilihan umum mendatang, sebanyak 9.917 calon anggota legislatif (caleg) akan memperebutkan kursi Dewan Perwakilan Rakyat dan 668 caleg bersaing memperebutkan kursi Dewan Perwakilan Daerah. Mereka, juga ketiga pasangan capres-cawapres, pasti akan belajar dari kejadian Pilkada DKI Jakarta 2017, Pemilihan Presiden Taiwan 2004, sereta kejadian-kejadian serupa lainnya, tentang bagaimana riding the momentum akan dapat membantu meraih keunggulan dari lawan.

Sementara itu, dari ranah bisnis, kisah A Fung dan Hublot menunjukkan kepada setiap pebisnis perlunya selalu sigap memanfaatkan setiap peluang untuk membantu kesuksesan bisnisnya. Termasuk bagaimana mengubah musibah menjadi berkah. Jack Ma, pendiri Alibaba, menasihati bahwa orang harus mampu menemukan momentum dalam situasi apapun. Jika dikelola dengan baik, momentum skala kecil pun bisa memberikan hasil optimal bagi perusahaan. Peluang ada dalam setiap momentum, termasuk dalam situasi krisis yang seolah-olah tidak menjanjikan harapan.

Seorang penulis kondang Roy T. Bennett pernah memberikan nasihat penting yang patut dipraktikkan setiap pebisnis dan siapa saja yang ingin meraih kesuksesan, “Turn your obstacles into opportunities and your problems into possibilities.”

Related Posts