OLEH Prof Bambang Juanda (Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB)

Sejak sebelum kampanye, elektabilitas pasangan capres dan cawapres Prabowo-Gibran sudah unggul dengan tren positif dibandingkan pasangan Ganjar-Mahfud dan Anies Muhaimin berdasarkan beberapa hasil lembaga survei yang relatif kredibel menurut penulis. Tadinya, banyak orang memprediksi elektabilitas Prabowo-Gibran akan menurun setelah debat cawapres pada 22 Desember 2023, namun ternyata justru meningkat.

Menurut hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) pada 23-24 Desember 2023, elektabilitas Prabowo-Gibran meningkat menjadi 46,7 persen. Sedangkan elektabilitas kedua paslon lainnya tidak berbeda signifikan antara 21 persen-24,5 persen.

Dari debat ini, umur bukanlah faktor penting dalam menentukan kelayakan seseorang menjadi capres-cawapres. Kelihatannya usia muda tidak masalah asalkan berpengalaman. Menariknya di Indonesia, debat antar cawapres selama dua jam ini dilanjutkan dengan debat (atas debat cawapres) antar pakar, antar jurkam tiga paslon yang jauh lebih lama, bisa lebih dari seminggu.

photo

Perlu dicatat bahwa panggung debat hanya salah satu indikator kelayakan capres-cawapres untuk dipilih masyarakat. Manusia itu sangat kompleks, tidak bisa kita nilai dari debat saja.

Jadi, debat ini belum mencerminkan keseluruhan kapasitas seseorang. Manusia itu kompleks, tidak bisa dinilai dari satu debat saja. Ini penting untuk edukasi masyarakat supaya tidak keliru dalam menyikapi, yaitu bahwa menilai paslon itu harus holistik, misalnya dari rekam jejaknya, gagasannya dan seterusnya.

Tujuan debat adalah ingin menguji gagasan. Seberapa jauh paslon itu menguasai gagasan-gagasan yang ditulis dalam visi-misi-programnya. Dalam debat, kita bisa menilai kapasitas dari paslon. Karena debat juga memerlukan kemampuan tertentu, maka paslon harus mempersiapkannya secara matang. Kalau paslon itu tidak punya kapasitas, mau dilatih sekuat apapun, tidak mungkin dia tampil prima.

Paslon yang bisa kerja belum tentu ahli debat, dan yang ahli debat penuh retorika serta janji belum tentu bisa kerja juga

Jadi, terlalu awal untuk menyimpulkan dari hasil debat. Paslon yang bisa kerja belum tentu ahli debat, dan yang ahli debat penuh retorika serta janji belum tentu bisa kerja juga. Semuanya ini bisa kita lihat dari jejak digital ketika ketiga paslon tersebut diberi amanah memimpin suatu institusi misalnya sebagai menteri atau kepala daerah.

Perkembangan hasil debat cawapres ini memperkuat prediksi penulis dalam tulisan sebelumnya bahwa kemungkinan yang paling besar masuk putaran kedua adalah Prabowo-Gibran. Jika tren ini terus berlanjut, pilpres pada 14 Februari nanti kemungkinan dapat satu putaran kalau dimanfaatkan Prabowo-Gibran dengan baik dan jika kedua paslon lainnya tidak mengubah strategi.

photo

Dalam tulisan ini, penulis mencoba membahas perilaku paslon dalam debat pilpres dan pengaruhnya terhadap elektabilitasnya. Dalam debat capres 12 Desember 2023, para pakar menilai Anies yang “menang” debat dengan gayanya sehingga tren elektabilitasnya naik. Namun dalam debat cawapres 22 Desember, Gibran yang tadinya diremehkan, justru dianggap pemenang debat dengan gayanya. Gibran juga “dianggap” lebih luas dan terukur wawasannya, terutama terkait beberapa kebijakan fiskal untuk pembanguan ekonomi menuju Indonesia emas.

Kemungkinan sebelum debat, training untuk Gibran cukup intensif. Perilaku manusia, termasuk cawapres, biasanya jika merasa hebat atau senior, cenderung kurang mempersiapkan dengan baik sehingga sering “diserang” dengan pertanyaan yang tidak terduga sebelumnya. Contohnya Muhaimin Iskandar sebagai Ketua PKB yang ditanya bagaimana menaikkan peringkat Indonesia di SGIE (State of the Global Islamic Economy) yang tidak semua tahu tentang akronim tersebut. Ke depan, KPU melalui moderatornya perlu memastikan apakah paslon paham dengan akronim yang ditanyakan dalam debat karena ada beberapa akronim yang sama tapi kepanjangannya beda.

Gibran yang tadinya diremehkan, justru dianggap pemenang debat dengan gayanya

Dalam debat, Mahfud menyampaikan visi-misi-programnya terutama tentang pentingnya pemberantasan korupsi supaya potensi pertumbuhan ekonomi 7 persen terwujud. Sedangkan Muhaimin mengenalkan “slepetnomics” untuk mewujudkan perubahan dalam menegakkan keadilan dan pemerataan ekonomi.

Pertanyaan Mahfud kepada Gibran tentang salah satu program paslon 02, yaitu bagaimana menaikkan tax ratio sampai 23 persen karena target rasio pajak 2024 saja hanya ditetapkan sebesar 10,1 persen dari PDB. Gibran dengan gaya khas-nya, menjelaskan bedanya menaikkan rasio pajak dengan menaikkan pajak yang dapat menimbulkan high cost economy (perekonomian biaya tinggi).

Tax ratio berfungsi untuk mengukur seberapa besar dampak output perekonomian terhadap kinerja penerimaan pajak suatu negara guna membiayai pembangunan dengan sumber daya sendiri. Semakin tinggi tax ratio, maka ketergantungan terhadap pembiayaan melalui utang akan semakin berkurang.

Sebenarnya program paslon Prabowo-Gibran yang dibahas ini adalah meningkatkan rasio total penerimaaan (pajak dan bukan pajak) terhadap PDB ke 23 persen pada tahun 2029 yang saat ini di kisaran 15 persen-16 persen. Meskipun agak tinggi targetnya, tapi ini masih lebih logis daripada istilah tax ratio (persentase penerimaan pajak terhadap PDB) yang diperdebatkan antara Gibran dan Mahfud.

photo

Perilaku masyarakat setelah debat
Menurut survei IPI, pemilih yang menonton debat capres 12 Desember 2023 hanya 42,3 persen. Sama dengan penilaian para pakar, urutan capres yang tampil paling baik dalam debat adalah Anies (35,5 persen), kemudian disusul oleh Prabowo (28,9 persen) dan Ganjar (26,9 persen) yang secara statistik tidak signifikan dengan margin of error 2,9 persen.

Akan tetapi kalau pemilih Prabowo ditanya siapa yg menang dalam debat capres tersebut, 62,8 persen pemilihnya mengatakan Prabowo yang menang dalam debat capres tersebut. Begitu juga, 76,6 persen pemilih Ganjar berpendapat bahwa yang menang debat capres adalah Ganjar. Bagi pemilih Anies sudah tentu pasti paling banyak (95 persen) berpendapat yang menang debat capres adalah Anies.

Fenomena ini dalam kajian ekonomi keperilakuan (behavioral economics) disebut confirmation bias. Umumnya perilaku manusia sering terjebak pada pilihan favorit yang sudah dimiliki, sehingga mengabaikan alternatif pilihan lainnya. Manusia umumnya hanya mau membaca informasi yang mengonfirmasikan kebenaran pilihannya.

Artinya, bagi partisan suatu paslon tertentu cenderung akan mengatakan paslonnya yang paling baik. Jika pemilih sudah mempunyai pilihan favorit, maka dia hanya akan mau membaca informasi yang membenarkan pilihannya. Pemilih itu juga enggan membaca atau mendadak emosi saat membaca informasi yang tidak sesuai ekspektasinya terhadap pilihan capresnya.

Manusia umumnya hanya mau membaca informasi yang mengonfirmasikan kebenaran pilihannya

Jika semua kubu terjebak confirmation bias, maka pilihan yang lebih rasional dan objektif menjadi sulit dilakukan saat semua orang terjebak kesalahan berpikir seperti ini. Dan ini banyak terjadi dalam diskusi di media sosial, meskipun sudah dijelaskan dengan gamblang (dengan bukti jejak digital) bahwa unggahannya yang menggambarkan keunggulan pilhannya dibandingkan paslon lain, hanya sebuah framing.

Perilaku confirmation bias ini juga terjadi dalam menilai siapa pemenang debat cawapres pada 22 Desember 2023 yang ditonton oleh 35,9 persen pemilih, menurut survei IPI. Sama dengan penilaian para pakar, urutan cawapres yang tampil paling baik dalam debat adalah Gibran (56,2 persen), kemudian disusul oleh Mahfud (24,2 persen) dan Muhaimin (12,3 persen) yang cukup signifikan perbedaannya.

photo

Akan tetapi, kalau pemilih pasangan Anies-Muhaimin ditanya siapa yang menang dalam debat cawapres tersebut, 74,1 persen pemilihnya mengatakan Muhaimin yang menang dalam debat cawapres tersebut. Begitu juga, 53,6 persen pemilih pasangan Ganjar-Mahfud berpendapat bahwa yang menang debat cawapres adalah Mahfud. Bagi pemilih pasangan Prabowo-Gibran, sudah tentu pasti paling banyak (76,6 persen) berpendapat yang menang debat cawapres adalah Gibran.

Fenomena confirmation bias inilah yang menegaskan kembali atau memperkuat apa yang pernah penulis sampaikan dalam tulisan sebelumnya bahwa acara debat capres-cawapres tidak terlalu banyak mengubah peta elektoral paslon. Artinya, jika dibandingkan antara sebelum dan sesudah debat digelar, distribusi dukungan terhadap paslon tidak banyak mengalami perubahan signifikan.

Dalam memilih pasangan capres-cawapres, banyak faktor yang mempengaruhinya, di antaranya adalah strategi kampanye, kedekatan dan kepuasan dengan Presiden sekarang, serta beberapa kejadian di Indonesia yang menjadi berita utama di media massa.

Akan tetapi, debat ini penting supaya pemilih tahu lebih dalam (detail) tentang program, gagasan dan gaya komunikasi dari para paslon. Selain itu, debat ini dapat mempengaruhi 5 sampai 10 persen  pemilih yang belum menjawab dalam survei atau masih ragu akan pilihannya. Dan ini akan menentukan siapa yang akan menemani pasangan Prabowo-Gibran pada putaran kedua, apakah Ganjar atau Anies. Semuanya ini masih rahasia Tuhan di kitab lauhil mahfudz.

Related Posts