OLEH Dr. Widyastutik (Peneliti ITAPS FEM dan Sekretaris LRI Pembangunan Sosial, Ekonomi, dan Kawasan IPB)

Laporan Bank Indonesia menunjukkan bahwa Inflasi kelompok komponen bergejolak (volatile food) meningkat meningkat pada bulan Maret 2024.  Inflasi komponen bergejolak ini dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan, seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik ataupun perkembangan harga komoditas pangan internasional.

Kelompok volatile food pada Maret 2024 mencatatkan inflasi sebesar 2,16% (mtm), lebih tinggi dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 1,53% (mtm). Peningkatan inflasi volatile food tersebut disumbang, terutama oleh inflasi komoditas telur ayam ras, daging ayam ras, dan beras. Secara tahunan, kelompok volatile food mengalami inflasi sebesar 10,33% (yoy), meningkat dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 8,47% (yoy).

Bukan menjadi rahasia lagi bahwa pada bulan Ramadhan dan Hari Raya Lebaran terjadi peningkatan permintaan yang signifikan, terutama komoditas pangan strategis di antaranya telur ayam ras, daging ayam ras, dan beras. Sajian makanan olahan berbahan daging dan telur ayam ras yang merupakan protein yang mudah diperoleh akan terhidang di meja makan saat bulan Ramadhan menemani sahur dan berbuka setiap umat Muslim di Indonesia.

Tidak lupa, sumber karbohidrat utama, yaitu nasi yang diolah dari beras akan dihidangkan sebagai partner makan lauk pauk daging dan telur ayam ras. Demikian juga, pada hari raya lebaran, opor ayam, dan telur akan menemani kupat atau lontong yang juga berbahan dasar beras sebagai menu utama Masyarakat Indonesia. Peningkatan permintaan pada komoditas ini akan mendorong peningkatan harga.

photo

Studi IPB bekerja sama dengan Bulog (2022) menunjukkan variabilitas harga pangan antarwaktu dan antarwilayah menyebabkan disparitas harga, khususnya pada sembilan komoditas pangan. Disparitas harga antarwilayah dan antarwaktu terjadi karena adanya gap produksi dan konsumsi dari komoditas pangan strategis.

Konsumsi yang cenderung meningkat pada Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) menyebabkan variabilitas harga pangan antarwaktu. Kalau daging dan telur ayam ras serta beras mengalami kenaikan harga pada bulan ramadhan dan Lebaran 2024, harga komoditas cabai merah dan tomat mengalami penurunan. Harga cabai merah dan tomat telah naik pada awal ramadhan.

Curah hujan yang tinggi terutama di daerah sentra hortikultura berakibat pada gagal panen dan mendorong kenaikan harga tomat dan bawang merah. Namun, pada akhir Maret, kedua produk pangan ini mulai turun harganya seiring dengan peningkatan produksi.

Strategi mengatasi inflasi
Kebijakan menjaga stok pangan strategis menjadi pilihan dalam kebijakan pangan nasional. Tren ini terutama terlihat di negara-negara dengan populasi besar, seperti India, Cina, dan Indonesia, dan di antara negara-negara yang sangat bergantung pada impor pangan, seperti Uni Emirat Arab (UEA), Bangladesh, Filipina, dan Malaysia antara lain.

Stok pangan dijaga karena faktor ketidakpastian yang salah satunya untuk kasus Indonesia dipicu oleh peningkatan demand pangan strategis di Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan variabilitas iklim berupa dampak El-Nino, yang memengaruhi supply komoditas pangan strategis.

Adanya banjir di beberapa wilayah sentra beras di Indonesia pada awal Februari 2024, misalnya di Kabupaten Demak dan sekitarnya berkontribusi pada penurunan produksi beras di sentra produksi. Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Demak mencatat terdapat 1.400-an hektare areal tanaman padi tergenang banjir. Kondisi tersebut berdampak terjadinya gagal panen sehingga terdapat potensi permintaan yang belum dapat dipenuhi oleh ketersediaan pasokan. Oleh karena itu, naiknya inflasi volatile food adalah hal yang patut diwaspadai.

Berdasarkan siaran pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, terdapat beberapa langkah strategis untuk menjaga inflasi terkendali sehingga perekonomian stabil. Berbagai upaya dimaksud di antaranya melaksanakan kebijakan moneter dan fiskal yang konsisten dengan upaya mendukung pengendalian inflasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi, mengendalikan inflasi kelompok VF agar dapat terkendali di bawah 5 persen dengan fokus pada komoditas beras, aneka cabai, dan aneka bawang, serta menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi pangan untuk memitigasi risiko jangka pendek, termasuk mengantisipasi pergeseran musim panen dan peningkatan permintaan menjelang HBKN.

Salah satu isu kunci pada berbagai upaya strategis tersebut adalah menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi. Studi IPB dengan Bulog (2022) menyatakan perlunya pengelolaan cadangan pangan oleh pemerintah untuk menjaga ketersediaan pasokan pangan. Bulan ramadhan dan HBKN menyebabkan variabilitas harga pangan antar waktu.

Lonjakan kenaikan harga akan terjadi pada saat HBKN dan hal ini akan makin diperparah karena adanya variabilitas iklim berupa fenomena el Nino, yang menyebabkan produksi pangan mengalami kontraksi. Untuk itu, ketersediaan stok pangan urgen untuk dilakukan.

Dalam laporan konferensi pangan dunia di Roma pada tanggal 5-16 November 1974, ketersediaan pangan dimaknai sebagai pasokan makanan pokok untuk mempertahankan ekspansi konsumsi pangan yang stabil dan untuk mengimbangi fluktuasi produksi dan harga (United Nations 1975). Definisi ketersediaan pangan sebagaimana yang termaktub dalam Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan adalah tersedianya pangan untuk dikonsumsi dari hasil produksi dalam negeri maupun cadangan pangan nasional serta impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Dalam hal ini, UU No 18 Tahun 2012 mengamanatkan adanya Cadangan Pangan Nasional.

Cadangan Pangan Nasional adalah persediaan pangan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk konsumsi manusia dan untuk menghadapi masalah kekurangan pangan, gangguan pasokan dan harga, serta keadaan darurat. Cadangan Pangan Pemerintah adalah persediaan pangan yang dikuasai dan dikelola oleh pemerintah.

Pengadaan Cadangan Pangan Pemerintah untuk menjaga tiga pilar ketahanan pangan. Pertama adalah pilar ketersediaan yang dijaga pada jumlah tertentu yang telah dihitung untuk mengamankan kebutuhan stok bagi masyarakat Indonesia

Kedua, pilar keterjangkauan, yaitu disalurkan sesuai dengan penugasan pemerintah untuk memberikan akses pangan pada setiap masyarakat. Adapun pilar ketiga adalah pilar stabilitas untuk menjaga stabilitas harga di tingkat petani dan konsumen.

photo



IPB mencoba menyajikan hasil regresi Generalized Least Squares (GLS) yang dilakukan untuk mengetahui elastisitas stok beras terhadap harga beras dengan menggunakan persamaan logaritma natural pada kedua variabel tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa stok memengaruhi harga secara signifikan negatif dengan nilai koefisien sebesar 0,014.

Hal tersebut menginterpretasikan bahwa ketika adanya peningkatan stok sebesar satu persen, maka akan menurunkan harga sebesar 0,014 persen. Terdapat pula beberapa variabel lain yang digunakan, di antaranya variabel harga pada periode sebelumnya, variabel kurs dan variabel IHSG. Harga pada periode sebelumnya memengaruhi signifikan positif terhadap harga beras. Sementara IHSG dan kurs tidak signifikan memengaruhi harga beras.

Studi IPB Bersama Bulog (2022) juga menyatakan alasan pentingnya Cadangan Pangan Pemerintah, baik dalam bentuk fisik maupun tunai, yaitu Mandat Undang-Undang Pangan, pencapaian ketahanan pangan dan gizi serta pandemi Covid-19, variabilitas harga antarwaktu, antarwilayah, dan volatile food (dengan pemodelan empirik pentingnya cadangan pangan pokok), pencapaian SDGs, variabilitas iklim, psikologis pasar dan stabilitas keamanan negara.

Terkait dengan cadangan pangan, studi IPB juga mengusulkan adanya Partially Dynamic Stock untuk CPP dalam bentuk fisik. Stok pangan yang tersedia tentunya perlu dibarengi dengan peningkatan produksi dan produktivitas.

Bank Indonesia bersama dengan Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), terus berkomitmen dalam menjaga terkendalinya inflasi nasional melalui pengembangan klaster ketahanan pangan. Berdasarkan kajian dampak klaster ketahanan pangan terhadap upaya pengendalian inflasi komoditas volatile food yang dilakukan oleh DUPK BI dan FEM IPB (2018), klaster Bank Indonesia memiliki dampak yang positif pada peningkatan produktivitas, kualitas produk dan penerimaan petani untuk komoditas padi, cabai dan bawang merah.

Produksi dan stok memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga ketiga produk yang dianalisis dengan elastisitas terbesar pada komoditas cabai. Sedangkan untuk meningkatkan dampak klaster maka perlu dilakukan peningkatan efisiensi rantai pasok ketiga komoditas tersebut.

Pada akhirnya, harapan semua masyarakat Indonesia adalah bertemu kembali pada hari raya Idul Fitri berikutnya. Namun, tidak mengharapkan untuk bertemu dengan inflasi volatile food pada hari raya Idul Fitri berikutnya.

Related Posts